Indonesia adalah zamrud
katulistiwa yang membentang luas. Tanah air pusaka yang diperjuangkan dengan
taruhan harta dan nyawa. Anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa melimpah ruah disana.
Kekayaan alam tiada tara menjadi bekal bagi penghuninya. Negara kaya raya yang terletak
ditengah samudra. Negara yang subur tanahnya, cocok untuk bertanam. Negara yang
ramah penduduknya, menjunjung tinggi adat ketimuran. Adat yang terkenal dengan
keagungan etikanya. Penduduknya sangat toleran hidup dalam keberagaman meski
banyak rintangan. Inilah Indonesiaku yang kaya raya.
Sering kita mendengar
pujian terhadap bangsa ini, tapi pernahkah kita merasa tersindir dengan pujian
itu?. Lihatlah kenyataan bahwa Indonesia yang dikatakan kaya raya, ternyata masih
banyak penduduknya yang hidup dalam kemiskinan. Negara ini sedang mengalami
kemiskinan akut. Kemiskinan multidimensi yang semakin mewabah: miskin harta,
miskin moral, miskin ilmu dan begitu banyak kemiskinan lain yang melanda bangsa
ini. Inilah Indonesia yang kaya tapi miskin.
Sudah terlalu lama
republik ini menunggu kemerdekaannya yang sesungguhnya. Saat ini kita masih hidup
dalam kemerdekaan yang semu. Merdeka bermakna bebas menjalani kehidupan, namun
faktanya bangsa ini masih sangat bergantung terhadap bangsa lain. Impor demi
impor dilakukan: impor pangan, impor ilmu dan bahkan impor kebijakan. Lalu
apakah pantas bangsa yang kaya raya ini terus bergantung terhadap bangsa lain
sebegitu besarnya?.
Sekitar 250 juta
penduduk Indonesia harus siap menghadapi tantangan global saat ini. Tantangan
yang menuntut keterlibatan seluruh individu bangsa untuk berjuang secara total. Lantas, yakinkah kita
bahwa golongan miskin dan tak berpendidikan akan peduli dengan tantangan ini
sedangkan merekapun tak pernah dipedulikan?. Tentu tak akan sedikitpun mereka peduli.
Hanya ada kata pasrah di benak mereka. Padahal kita butuh perjuangan, bukan
kepasrahan.
Haruskah bangsa ini
kalah dalam persaingan hanya karena golongan yang termarginalkan?. Lantas bagaimana solusinya?. Tampaknya, solusi
terbaik dalam masalah ini adalah meningkatkan kepedulian. Jika kita ingin
mereka peduli terhadap kemajuan bangsa ini, maka pedulikanlah mereka sebagai
bagian dari bangsa ini. Berikan mereka semangat baru untuk hidup menuju kemenangan.
Sadarkanlah mereka bahwa mereka adalah bagian penting dari bangsa ini. Tanpa
mereka, kita tak akan mampu menghadapi tantangan zaman.
Hal penting yang harus
kita ingat, di dalam golongan yang termarginalkan itu terdapat pemuda yang
merupakan benih-benih masa depan bangsa. Pemuda adalah orang-orang yang akan
menerima tongkat estafet perjuangan dari para pendahulunya. Mereka butuh bekal
yang cukup untuk menjalankan tanggung jawabnya di masa depan.
Setiap pemuda berhak
untuk memiliki masa depan yang cerah. Walaupun mereka termarginalkan, mereka
tetap bagian dari bangsa ini. Jadikanlah mereka lampu yang mampu bersinar
terang atau jika kita tak sudi melakukan itu, biarkanlah mereka tetap
termarginalkan dan hidup sebagai benalu bagi bangsa ini di masa depan. Jika
demikian, tunggulah kehancuran bangsa ini.