Pemimpin tidaklah selalu menjabat sebagai pemegang kebijakan
secara struktural. Melainkan mereka yang punya pemikiran besar untuk melakukan
perubahan pada lingkungannya ke arah yang lebih baik. Pemimpin itu tak kenal
batasan usia, bukan hanya orang tua yang sudah berkeluarga, namun juga mereka
yang masih muda dan terus berkarya. Pemimpin itu mereka yang memberikan harapan
ditengah kepesimisan.
Di dalam suatu kelompok, sekecil apapun itu sangat penting
memiliki pemimpin. Bahkan Rosululloh pun pernah menyampaikan bahwa ketika kita
berpergian dan sekalipun hanya berdua maka angkatlah salah satunya sebagai
pemimpin. Lebih terlihat jelas betapa pentingnya pemimpin itu ketika pernah
saya mendengar “lebih baik memiliki
pemimpin yang dzolim daripada tidak memiliki pemimpin sama sekali”. Suatu
kelompok tanpa pemimpin itu rapuh bagaikan kayu dimakan rayap. Teringat pula
kisah Umar bin Khotob yang ditikam dengan pisau beracun disaat solat subuh.
Beliaupun segera membentuk tim untuk bermusyawarah memutuskan siapa yang berhak
menjadi pemimpin bagi mereka. Umar dengan tegas berkata “Pilihlah pemimpin
dalam waktu tiga hari, jika tidak maka kalian akan ku penggal”. Kenapa
demikian?, karena memang sangat buruk akibatnya jika ketika Umar bin Khotob meninggal kemudian
facum of power terjadi dalam jangka
panjang. Ancaman internal maupun eksternal mengintai eksistensi suatu
komunitas.
Sejak masa kekhalifahan Abu Bakar, perbedaan pendapat atau bahkan
perselisihan sudah mulai terjadi. Hal demikian sangat wajar terjadi dalam suatu
masyarakat yang heterogen dengan kompeksitas masalahnya yang tinggi. Mind set setiap individu memang berbeda,
dan ketika perbedaan itu tidak diimbangi dengan toleransi, maka bisa berakibat
konflik yang sebenarnya tidak perlu dalam banyak kasus.
Waktu terus berjalan, era perjuangan para pendahulu pun usai.
Kini kita memasuki era perjuangan dimana kompeksitas masalah bertambah-tambah.
Modernitas, liberalitas, dan aneka pradigma lain seolah saling menyongsong
merebut perhatian dunia. Kejahiliyahan yang dulu kolot kini telah
bermetamorfosis menjadi trendy. Akibatnya banyak orang menyukainya,
menerapkanya, dan menjadikanya sebagai
pedoman dalam hidup. Dan demikianlah permasalahan menjadi sangat rumit karena
suatu masalah besar tidak dianggap sebagai masalah.
Bukankah sekecil apapun cahaya bintang di gulita malam iya
tetap indah?. Begitu pula hendaknya seorang pemimpin, ia tidak hanya mengecam
kegelapan, namun iya memberikan cahaya sekecil apapun sinarnya. Sungguh tiada
pilihan selain terus berpendar, jika tidak maka gulita malam akan melingkupi.
Dalam dinamika komunitas maupun organisasi pemimpin memang
harus bijak. Jangan samapai permasalahan
yang sederhana menjadi rumit dan yang rumit menjadi berkali lipat lebih rumit
hanya karena dinamika internal. Lalu kapan kita akan menyelesaikan permasalahan
kompleks di luar sana jika terus berkutat dengan masalah yang itu itu saja?.
Di dalam komunitas kepemudaan yang besar, kerap kali seorang
pemimpin harus memimpin orang-orang yang juga memiliki kepemimpinan tinggi.
Ketika ego masing-masing tinggi, maka
potensi luar biasa personalnya bisa jadi malah mengakibatkan bencana. Cara
pandang yang berbda, ide yang tak terbatas dan kepemimpinan yang tinggi harus
dikondisikan sehingga bisa saling bersinergi.
Mengenal kepribadian orang yang dipimpin adalah salah satu
kunci mengontrol dinamika internal organisasi. Ada anggota yang tak diberi treatment pun sudah bisa dengan baik
mengerjakan amanahnya. Namun, ada juga yang butuh diingatkan, dimotivasi, dan
diperhatikan secara lebih intensif. Bahkan ada juga yang sebenarnya punya
konsep dan semangat luarbiasa tapi masih individual dalam menjalankan tugasnya.
Padahal organisasi itu butuh sinergisitas, pembagian tugas bukan berarti kita
terkotak pada tugas kita itu saja, namun semua pembagian itu bersifat integral.
Pada akhirnya, sehebat apapun pemimpin dalam berpikir, tak
bisa berdampak besar bagi organisasinya jika iya tak bisa merangkul orang-orang
yang dipimpinya. Demikianlah hakikat memimpin dalam organisasi, bukan hanya
memimpin manusia yang punya akal, tapi manusia yang juga punya hati.
0 komentar:
Post a Comment