Wednesday, March 5, 2014

Memimpin Para Pemimpin

Standard
Pemimpin tidaklah selalu menjabat sebagai pemegang kebijakan secara struktural. Melainkan mereka yang punya pemikiran besar untuk melakukan perubahan pada lingkungannya ke arah yang lebih baik. Pemimpin itu tak kenal batasan usia, bukan hanya orang tua yang sudah berkeluarga, namun juga mereka yang masih muda dan terus berkarya. Pemimpin itu mereka yang memberikan harapan ditengah kepesimisan.

Di dalam suatu kelompok, sekecil apapun itu sangat penting memiliki pemimpin. Bahkan Rosululloh pun pernah menyampaikan bahwa ketika kita berpergian dan sekalipun hanya berdua maka angkatlah salah satunya sebagai pemimpin. Lebih terlihat jelas betapa pentingnya pemimpin itu ketika pernah saya mendengar  “lebih baik memiliki pemimpin yang dzolim daripada tidak memiliki pemimpin sama sekali”. Suatu kelompok tanpa pemimpin itu rapuh bagaikan kayu dimakan rayap. Teringat pula kisah Umar bin Khotob yang ditikam dengan pisau beracun disaat solat subuh. Beliaupun segera membentuk tim untuk bermusyawarah memutuskan siapa yang berhak menjadi pemimpin bagi mereka. Umar dengan tegas berkata “Pilihlah pemimpin dalam waktu tiga hari, jika tidak maka kalian akan ku penggal”. Kenapa demikian?, karena memang sangat buruk akibatnya  jika ketika Umar bin Khotob meninggal kemudian facum of power terjadi dalam jangka panjang. Ancaman internal maupun eksternal mengintai eksistensi suatu komunitas.

Sejak masa kekhalifahan Abu Bakar, perbedaan pendapat atau bahkan perselisihan sudah mulai terjadi. Hal demikian sangat wajar terjadi dalam suatu masyarakat yang heterogen dengan kompeksitas masalahnya yang tinggi. Mind set setiap individu memang berbeda, dan ketika perbedaan itu tidak diimbangi dengan toleransi, maka bisa berakibat konflik yang sebenarnya tidak perlu dalam banyak kasus.

Waktu terus berjalan, era perjuangan para pendahulu pun usai. Kini kita memasuki era perjuangan dimana kompeksitas masalah bertambah-tambah. Modernitas, liberalitas, dan aneka pradigma lain seolah saling menyongsong merebut perhatian dunia. Kejahiliyahan yang dulu kolot kini telah bermetamorfosis menjadi trendy. Akibatnya banyak orang menyukainya, menerapkanya, dan menjadikanya  sebagai pedoman dalam hidup. Dan demikianlah permasalahan menjadi sangat rumit karena suatu masalah besar tidak dianggap sebagai masalah.
Bukankah sekecil apapun cahaya bintang di gulita malam iya tetap indah?. Begitu pula hendaknya seorang pemimpin, ia tidak hanya mengecam kegelapan, namun iya memberikan cahaya sekecil apapun sinarnya. Sungguh tiada pilihan selain terus berpendar, jika tidak maka gulita malam akan melingkupi.

Dalam dinamika komunitas maupun organisasi pemimpin memang harus bijak.  Jangan samapai permasalahan yang sederhana menjadi rumit dan yang rumit menjadi berkali lipat lebih rumit hanya karena dinamika internal. Lalu kapan kita akan menyelesaikan permasalahan kompleks di luar sana jika terus berkutat dengan masalah yang itu itu saja?.

Di dalam komunitas kepemudaan yang besar, kerap kali seorang pemimpin harus memimpin orang-orang yang juga memiliki kepemimpinan tinggi. Ketika ego masing-masing tinggi, maka potensi luar biasa personalnya bisa jadi malah mengakibatkan bencana. Cara pandang yang berbda, ide yang tak terbatas dan kepemimpinan yang tinggi harus dikondisikan sehingga bisa saling bersinergi.

Mengenal kepribadian orang yang dipimpin adalah salah satu kunci mengontrol dinamika internal organisasi. Ada anggota yang tak diberi treatment pun sudah bisa dengan baik mengerjakan amanahnya. Namun, ada juga yang butuh diingatkan, dimotivasi, dan diperhatikan secara lebih intensif. Bahkan ada juga yang sebenarnya punya konsep dan semangat luarbiasa tapi masih individual dalam menjalankan tugasnya. Padahal organisasi itu butuh sinergisitas, pembagian tugas bukan berarti kita terkotak pada tugas kita itu saja, namun semua pembagian itu bersifat integral.

Pada akhirnya, sehebat apapun pemimpin dalam berpikir, tak bisa berdampak besar bagi organisasinya jika iya tak bisa merangkul orang-orang yang dipimpinya. Demikianlah hakikat memimpin dalam organisasi, bukan hanya memimpin manusia yang punya akal, tapi manusia yang juga punya hati.  

0 komentar:

Post a Comment