Dewasa ini media telah menjadi
bagian penting dalam kehidupan manusia. Ia berfungsi tak hanya sebagai sarana
penyebaran informasi, bahkan telah berevolusi sebagai sarana propaganda yang
teramat mutakhir. Bagaimana tidak?, kini opini publik terombang-ambing oleh
pemberitaan media yang kerap kali tidak berimbang. Cenderung berlebihan dan
bahkan mayoritas dikuasai oleh golongan materialis.
Bisa ditebak bagaimana hasilnya, inilah dunia kita yang telah terperdaya media.
Satelit membuat bumi ini
sebagaimana globe yang dengan mudah
dilihat oleh manusia. Sudut manapun dari muka bumi tidak luput dari media serta
propagandanya. Sederhananya, propaganda adalah pengarahan pola pikir masyarakat ataupun orang secara perlahan dan
tak sadar hingga menyepakati apa yang kita pikir benar. Tak heran, pola pikir
dunia telah mengarah pada paham materialis
sebagaimana penguasa media di bumi ini yang juga mayoritasnya menganut paham materialis.
Siapa yang menguasai media, maka
ia menguasai dunia. Ungkapan tersebut menjadi benar adanya, karena
memang upaya termudah untuk menguasai dunia adalah dengan menguasai pemikiran
seseorang. Kita sudah melewati periode perang senjata, dan kini kita memasuki
periode perang pemikiran (ghazwul fikri). Perang belumlah selesai.
Metode perang media macam ini
sangatlah halus dan sulit dilawan. Hal tersebut dikarenakan orang yang menjadi korban tidaklah merasa bahwa ia
korban. Padahal tanpa sadar pola pikirnya sedang diserang agar berpihak pada si
penyerang. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit namun massive setiap neuron di
otak telah berhasil dibuat tunduk.
Begitu besar peran media dalam
perang pemikiran ini. Media yang mayoritas dikuasai kaum materialis secara otomatis membawa dampak besar bagi pola pikir
manusia yang cenderung materialis, bahkan
bisa jadi ke arah negativisme yang
semakin dalam.
Lalu, bisakah kita berbuat
sesuatu?. Tentu saja bisa!. Sebagaimana propaganda keburukan
mampu membuat pola pikir buruk timbul. Maka, demikian pula propaganda kebaikan,
mampu membuat pola pikir menjadi baik, dan itu yang saya sebut inspirasi.
Inspirasi akan lahir ketika
kebaikan tulus mampu melahirkan kebaikan-kebaikan lain. Maka tak terelakan
bahwa landasan awal dari inspirasi adalah sebuah pengabdian pada Tuhan. Hal tersebut agar ketika
setiap kebaikan yang ter-publish tidak
menjadikan niat bengkok. Dari awal haruslah sudah terpatri betul bahwa niat
berbuat baik adalah pengabdian, sedangkan membuat orang tahu tentang kebaikan
itu semata untuk menginspirasi agar makin banyak kebaikan yang muncul, bukan pamer!.
Sebagaimana para penjajah pikiran membawa banyak orang ke arah negativisme, maka demikian pula bisa kita lakukan upaya menyebar
segenap inspirasi melalui media. Media menjadi wadah yang sangat strategis
untuk mengajak orang pada kebaikan,
dengan demikian benih-benih kebaikan akan tersebar dengan lebih massive melalui ilmu dan informasi yang
disebar. Berfungsi sebagai penyeimbang
media negativisme, setidaknya
setiap gejolak yang mengarah pada keburukan dapat dikurangi dengan
berita-berita penyeimbang yaing bernafas positivisme.
Mengobarkan semangat pantang
menyerah, betapa sulitnya menahan segenap serangan kaum negativisme hingga hampir membuat putus
asa. Namun, dengan setiap kebaikan
yang menginspirasi tentu akan mengingatkan bahwa perjuangan haruslah terus
berlanjut dan tak boleh terhenti.
Hal yang paling ditekankan adalah
lurusnya niat, kebaikan yang tampak di media bukan untuk pamer kehebatan.
Melainkan usaha-usaha untuk menginspirasi!