Tuesday, April 14, 2015

Membangun Critical Thinking dengan Membaca

Standard
Bertemu dengan banyak orang, melihat dinamika sosial, dan konflik kepentingan. Semua makin membuka mata kita bahwa butuh peran mahasiswa untuk menjadi social control. Mahasiswa harus mampu menjawab tantangan zaman dengan selalu kritis berfikir, peduli, dan merespon dengan cepat segala fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat. Kepentingan memang selalu ada di masyarakat dengan begitu banyak hal yang melatarbelakanginya, pada akhirnya kejelasan sikap menjadi kunci bagaimana hendaknya kita melangkah dan bagaimana hendaknya kita berpihak. Kesemua itu akan membawa dinamika sosial yang sulit diramalkan. Jikalau tidak ada pihak yang mampu menjadi social control pastilah akan ada orang yang dirugikan. Lebih parah lagi bisa berujung pada rusaknya tatanan sosial yang ada di masyarakat.

Membangun logika pikir kritis sebagai pondasi dalam perumusan masalah dan membangun solusi yang tepat. Bicara tentang dinamika dan konflik sosial, kita bicara masalah yang begitu kompleks. Tidak cukup hanya diselesaikan dengan pikiran sederhana, maka critical thinking mesti terus diasah. Mengasah critical thinking bisa dilakukan dengan banyak hal. Membaca, diskusi, dan menulis menjadi tiga hal pokok untuk membangun critical thinking. Namun sayang ini sering dilupakan dan tidak menjadi prioritas bagi sebagian mahasiswa.

Memulai dengan membaca. Bagi mahasiswa sosio humaniora akan terasa lebih ringan membaca buku-buku yang linear dengan apa yang di pelajari di bangku kuliah. Namun lain cerita dengan mahasiswa sains, teknik, atau bahkan fakes akan cukup sulit untuk sekedar meluangkan waktu membaca banyak buku-buku yang melatih critical thinking. Solusi terbaik dari masalah tersebut adalah memulai dengan kuantitas minimal dan manajemen waktu mebaca. Memulai dengan kuantitas minimal bisa dilakukan sebagai permulaan. Cukup membaca 1 hingga 2 lembar sehari barangkali menjadi awal yang baik untuk membiasakan diri. Lama kelamaan kebiasaan itu akan mengalir seiring dengan kenikmatan yang dirasakan saat membaca memenuhi hasunya diri akan keilmuan. Perlahan tapi pasti kuantitas pun akan bertambah.

Manajemen waktu perlu dilakukan untuk mengawali kebiasaan membaca. Ada dua opsi yang bisa diterapkan sesuai kanyamanan masing-masing pribadi. Pertama, dengan memanfaatkan waktu luang atau waktu jeda. Maka pastikan kita selalu membawa buku di tas. Sehingga saat sewaktu-waktu merasa tidak ada yang dikerjakan bisa langsung membaca buku. Kedua, bisa dengan meluangkan waktu khusus, pagi hari, sore atau malam hari dengan kisaran jam tertentu. Itua akan sangat membantu dalam mengatur ritme kekonsistenan dalam membiasakan baca buku.

Untuk mengawali tidak mesti kita harus membeli buku, cukup main ke rumah, kosan, atau kontrakan teman atau kakak kelas yang kutu buku critical thinking, jika ada buku yang terlihat menarik kita bisa meminjamnya. Tapi jika kita punya uang, membeli akan sangat membantu jika suatu saat nanti kita ingin membaca buku tersebut untuk pendalaman.

Saat kita berpikir bahwa terlalu banyak buku yang mesti dibaca, jangan pernah berpikir untuk tidak membaca sama sekali. Malah justru ketika kita sadar masih terlalu banyak buku yang belum dibaca maka itu berarti kita memahami keterbatasan ilmu yang dimiliki dan harus lebih terpacu untuk belajar. Mak yang paling penting adalah segera memulai dan konsisten dalam menjalaninya. Sampai kapan lagi kita terus menunda dan membiarkan jiwa kita gersang?.

“Jika jiwa terasa gersang, maka bacalah. Karena membaca menyegarkan jiwa, menjernihkan pikir, memantapkan langkah”

Insha Allah pembahasan tentang diskusi dan menulis akan tertuang di tulisan selanjutnya. Semoga bermanfaat.



Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment