Indonesia kini sedang dirundung duka.
Begitu banyak masalah multi sektoral melanda negeri ini. Sektor ekonomi dilanda
liberalisasi, sektor hukum yang seolah mati, sektor politik yang carut-marut,
dan berbagai sektor lain yang tak kalah mengenaskan. Masalah multi sektoral
tersebut tak kunjung membaik, namun makin parah.
Pasti hati kita teriris melihat ironi
negeri ini. Hingga kemudian pikiran kita mengarah pada satu fenomena nyata
berupa krisis moral dan kepemimpinan. Nampaknya tepat jika maslah tersebut kita
nisbatkan pada krisis moral dan kepemimpinan yang melatarbelakanginya. Di desa
atau kota nampaknya sama saja. Masyarakat di jalan-jalan, petinggi di gedung
megah, hingga anak di rumah-rumah semakin tak malu saja memperlihatkan sikap
amoralnya. Tawuran antar pelajar sudah biasa, bentrok antar kampung membudaya,
mencontek di sekolah sudah mengakar kuat, bahkan banyak kita temui di setiap
rumah anak dididik untuk apatis.
Material oriented menjadikan banyak orang terforsir hanya mengejar pencapaian pribadi, tanpa
peduli permasalahan lingkungan. Alhasil degradasi moralpun terjadi akibat
sekolah-sekolah formal yang berperan besar dengan minimnya didikan
moralitas. Keluarga pun demikian, sangat sedikit yang memprioritaskan didikan
moral dibanding matematika atau bahasa inggris. Orang yang sudah terbiasa
didik dengan material oriented jika suatu saat didaulat
menjadi pemimpin maka bisa ditebak bagaimana jadinya. Negeri ini akan semakin
rusak.
Seringkali amanah kepemimpinan hanya
dianggap sumber penghidupan. Maka sah-sah saja bagi mereka berusaha merauk
sebanyak mungkin kepentingan pribadi. Masyarakat dikhianati dengan janji palsu
dan gombalan manis saat pemilu. Akibat yang sangat kentara adalah maraknya
tikus berdasi yang memakan uang rakyat. Itulah hasil dari degradasi moral.
Degradasi moral ini nampaknya menjadi kian
serius karena merembet ke berbagai aspek kehidupan. Bahkan
sektor krusial sekalipun, salah satunya kepemimpinan. Krisis kepemimpinan yang
makin parah melanda negeri ini tentu membuat kita prihatin. Pemimpin yang
digadang-gadang mampu menjadi problem solver kerap
mengecewakan dengan menjadi part of problem. Alih-alih janji
saat pemilu, nyatanya malah semakin memperkeruh kondisi dengan budaya kolusi,
korupsi, dan nepotismenya. Bahkan ogah-ogahan menghadiri rapat, tidur saat
rapat, hingga berbuat mesum. Ah entah pada siapa lagi kita harus berharap.
Permasalahan multi sektoral ini mesti
segera dientaskan melalui gerak serentak semua elemen bangsa. Tentunya bukan
hal yang mudah, karena banyak hal harus diperbaiki baik yang sifatnya mendasar
hingga elitis. Dan tentu tak cuma butuh satu atau dua tahun, mungkin
berpuluh-puluh tahun, mungkin akan terwujud saat kita sudah tiada. Tapi yang
jelas perbaikan itu harus segera dimulai.
Butuh superman dalam
menyelesaikan problematika ini. Bukan hanya satu superman, namun
ribuan atau bahkan jutaan. Mereka lah yang nantinya menjadi sosok pencerah
ditengah gelapnya gulita. Gerak bersama dan integrasi ini yang nantinya menjadi
kekuatan inti perjuangan kita. Kemenangan karena persatuan dan tujuan yang
tinggi.
Pemimpin yang kita nanti untuk memperbaiki
keadaan bangsa adalah pemimpin yang telah selesai dengan dirinya sendiri. Bukan
pemimpin yang menjabat untuk memperkaya diri atau mengutamakan kepentingan
pribadi dan golongan. Dia hadir untuk rakyat dan setia di garis depan
perjuangan untuk membela rakyat. Pemimpin itu mesti siap berkorban demi rakyat,
rela menderita untuk rakyat. Bahkan kita selalu memimpikan pemimpin yang
sederhana dalam duniawi namun kaya ruhani. Ia membelanjakan sebagian besar
hartanya untuk orang lain.
Pemimpin bangsa yang kita rindukan selama
ini adalah sosok negarawan sejati. Negarawan berasal dari kata dasar “negara”
dengan akhiran “wan” yang berarti orang yang ahli dalam merawat dan menjaga
negara. Merawat negara yang dimaksud mencakup berbagai aspek kehidupan. Ia
menjadi agen yang terlibat aktif dalam proses perkembangan negaranya. Setia
dalam menjalani proses tersebut dengan merawat setiap jengkal tanah dan setiap
individu dilandasi cinta kasih. Demikian pula usahanya dalam menjaga harkat martabat
negeri ini untuk tidak dijajah lagi baik secara faktual maupun pikiran.
Proses merawat dan menjaga tentu bukan
perkara mudah. Indonesia ini adalah negara besar, tentu butuh daya upaya yang
luar biasa untuk merawat dan menjaganya. Dan tentunya tak bisa dilakukan
sendiri, butuh sebanyak-banyaknya orang.
Melihat ironi negeri ini yang makin miskin
negarawan nampaknya kita punya seribu alasan untuk pesimis. Terlebih istilah
negarawan selalu dinisbatkan pada pejabat tinggi negara, tentu bisa saja kita
makin pesimis. Tapi pesimistis tak akan pernah menyelesaikan masalah, bahkan
makin memperkeruh. Memang betul kita punya seribu alasan untuk pesimis, tapi
kita juga mesti ingat, kita bunya 250 juta alasan untuk optimis, kita punya
rakyat indonesia.
Seorang negarawan memiliki karakter khusus
yang mempesona. Ia hadir dengan kuatnya ideologi. Memimpikan idealita. Bermoral
tinggi lagi berakhlak mulia, cerdas bervisi, spiritualis, informatif
komunikatif, kuat badannya, dan tangguh pendirianya. Karakter yang demikian
tentu sulit kita temui sekarang ini. Namun kini kita telah memilih untuk
optimis bukan?. Jika memang tak ada sekalipun bukankah kita harus tetap
berjuang?. Tentu harus demikian.
Negarawan adalah sosok berideologi kuat.
Menjadi seorang pemimpin membutuhkan ideologi yang kuat. Kaitanya dengan arah
gerak negara yang dipimpinya. Jika seorang pemimpin tak punya ideologi kuat
maka negaranya hanya terombang-ambing menjadi boneka kaum kapitalis. Dengan
ideologi maka setiap kebijakan dan keputusan yang diambil selalu memiliki
nilai. Ideologi yang dimaksud adalah ideologi yang teguh membela kebenaran
hakiki. Kesejahteraan rakyat selalu diutamakan, kapitalisme harus dilenyapkan.
Semangat pemebalajar selalu lekat pada
diri seorang negarawan. Dalam setiap detak jantungnya ia selalu belajar. Dia
tak pernah puas pada ilmu yang dimiliki. Dia selalu haus akan ilmu dan selalu
bersungguh-sungguh dalam belajar. Maka tak heran kecerdasan yang baik
selalu membawanya berpikir strategis dan visioner. Pikiranya jauh menerawang ke
masa depan melewati batas pikir orang biasa. Kepemimpinan di bawah seorang
negarawan akan membawa angin segar perbaikan.
Moralitas dan etika. Dua karakter utuh
dalam setiap tingkah lakunya. Impelentasinya tercermin pada akhlak yang mulia.
Dia selalu mendasarkan semua pada nilai dan kepantasan. Maka setiap perbuatanya
selalu indah dipandang orang. Pikir dan tingkahnya begitu elok saat
berinteraksi dengan orang lain. Sama sekali tak ada kesan menyepelekan dan
merasa lebih baik. Ia menjunjung moral dan etika lebih tinggi daripada dirinya
sendiri. Maka pantas saja ia tak pernah khianat pada rakyat.
Spiritualis, ini juga menjadi karakter
penting nagarawan. Kepekaan hatinya yang terasah membuat ia paham betul siapa
yang harus dibela. Tindakanya bukan semata dilandasi pikiran atau bahkan
pencitraan tapi perasaan iba dan peduli pada sesama. Hal ini yang selalu
menuntunnya konsisten dalam garis depan perjuangan mengatasi berbagai
probelmatika rakyat.
Di era global ini tentu setiap orang
dituntut memiliki sikap informatif dan komunikatif. Maka tak diragukan pula
negarawan memiliki skill komunikasi dan informasi yang
baik. Hal tersebut tentu akan berpengaruh dalam upaya membentuk jaringan sosial
dan basis masa penggerak yang kokoh. Tentu harapanya hal tersebut akan memicu
terbentuknya masyarakat yang cerdas dan sadar untuk bergerak.
Kuat badan atau sehat fisik kerap
diabaykan. Padahal memiliki badan yang kuat dan sehat menjadi prasarat utama
untuk bisa semakin banyak menebar kebermanfaatan. Tentu tidak mungkin orang yang
sakit dan lemah akan leluasa melakukan berbagai aktifitas. Maka upaya menjaga
badan agar tetap sehat dan bugar menjadi penting. Baik dengan olahraga,
makan-makanan bergizi seimbang, serta menghindari berbagai faktor yang
menimbulkan sakit.
Ketangguhan dalam berpendidiran erat
kaitanya dengan ideologi. Namun ketangguhan ini bertitik tumpu pada ketegasan
dan keberanian melawan penindasan dan ketidakadilan. Seorang negarawan memang
mesti demikian, dia selalu dihadapkan pada pilihan yang sulit, namun dia tak pernah
sekalipun gentar karena tangguhnya pendirian.
Karakter negarawan yang demikian lah yang
pasti sangat kita dambakan. Kita butuh banyak orang yang demikian agar terjadi
akselerasi perbaikan bangsa. Maka tentu kita tergugah untuk ikut menjadi bagian
solusi bangsa, menjadi seorang negarawan.
Jika mengacu pada arti sempit negarawan,
maka dapat kita mengerti bahwa negarawan haruslah orang yang punya jabatan
tinggi di pemerintahan, yang lain tak bisa. Namun ternyata tak sebatas itu.
Negarawan adalah orang yang merawat dan menjaga negaranya. Karena cara menjaga
dan merawat negara bukan hanya dengan menjadi pejabat pemerintahan, maka selain
pejabat pemerintahan pun bisa disebut negarawan selama memiliki karakter unggul
negarawan.
Lalu bagi kita yang muda apakah bisa jadi
negarawan?. Atau hanya calon-calon negarawan saja?. Nampaknya pertanyaan itu
yang selalu terlintas di beberapa glintir anak muda. Menjadi seorang negarawan
muda, apakah bisa?. Ya, tentu saja bisa.
Menjadi seorang negarawan tak berarti
terjebak dalam dimensi umur. Karena tak selalu yang berumur tua lebih pantas
dibilang negarawan dibanding yang muda. Asalkan seseorang punya karakter dan
kebermanfaatan sekelas negarawan maka ia adalah negarawan.
Maka kawanku, kita orang muda adalah
harapan bangsa. Jutaan orang bertumpu dan berharap pada kita, bagian besar dari
populasi manusia Indonesia. Terlepas dari predikat negarawan ataupun tidak,
bukankah sudah semestinya kita menebar manfaat seluas-luasnya sebagaimana
negarawan?.
Menjadi negarawan muda tentu bukan tujuan,
bukan juga gelar. Menjadi negarawan muda adalah karakter diri yang konsisten
berjuang di usia muda. Kita berharap bisa menjadi bagian dari karakter emas
negarawan muda.
Mendasari perjuangan dengan kemurnian
niat. Hati dan pikiran sebagai dua komponen utama yang menentukan bagaimana
diri kita. Semua tindakan kita selalu diawali dari proses berpikir dan
merasakan. Maka sudah barang tentu dibutuhkan kejernihan pikir dan rasa.
Kejernihan pikir dan rasa itu yang akan mengantar pada murninya niat. Niat
menjadi pondasi, menjadi motif dalam bergerak. Apakah kita berbuat sesuatu
untuk dipuji, mendapatkan uang, atau benar-benar berawal dari ketukan nurani
yang membuat otak berpikir rasionalisasi dan solusinya. Maka sungguh mutlak
kemurnian niat itu. Karena murninya niat akan sejalan dengan konsistenya
langkah dan tangguhnya perjuangan. Tanpa niat yang murni maka seseorang akan
sangat labil dalam berkontribusi. Semangat dipuji dan terpuruk saat dicaci,
semoga itu bukan kita.
Semangat belajar tiada henti. Sudah
sepantasnya kita berhati-hati sekalipun niat sudah murni. Bisa jadi amal tanpa
ilmu hanya akan memperkeruh masalah. Lautan ilmu sangatlah luas dan nampaknya
tak akan cukup diarungi seluruhnya dalam hidup kita, terlalu luas. Maka menjadi
seorang negarawan muda berarti selalu memiliki semangat belajar tiada henti.
Negarawan muda selalu merasa miskin akan ilmu dan terus mencarinya. Pembelajar
sejati tertanam dalam karakternya, ia mengenal setiap dimensi waktu dan tempat
sebagai momen pembelajaran yang nyaman. Lalu dia semakin menjulang tinggi
dengan ilmunya, selaras dengan kontribusinya bagi negeri yang semakin melangit.
Berakhlak mulia sebagai mengejawentahan
dari moralitas dan etika. Tiada berguna ilmu dan amal yang tinggi tanpa adanya
akhlak yang baik. Sudahkah kita lihat berapa jumlah doktor yang dipenjara
karena korupsi?. Atau orang yang terlihat banya kontribusi namun pada akhirnya
masuk bui?. Contoh-contoh demikian nampaknya menjadi pengetuk hati. Betapapun
tingginya pendidikan, betapapun kayanya, dan betapapun banyak kontribusi, semua
laksana kayu terbakar api jika akhlaknya buruk. Nampaknya kita sudah terlalu
bosan melihat betapa banyak manusia bermuka dua, melakukan pencitraan untuk
dianggap mulia. Kita butuh orang yang benar-benar berakhlak mulia.
Kadang ada saja orang yang berpikir, apa
sih yang bisa dilakukan anak bau kencur macam kita ini?.
Apakah mampu membawa perbaikan berarti? Atau jangan-jangan hanya isapan jempol
belaka?. Bisa jadi memang demikian karena kontribusi pemuda saat ini masih terasa
sedikit bagi masyarakat sehingga kurang dirasakan. Tapi lagi-lagi perjuangan
itu tak bisa dilakukan sendiri. Mungkin karena sedikitnya pemuda yang berjuang
itulah sebab mengapa tak terasa peran berarti dari pemuda. Atau mungkin juga
kontribusi yang masih setengah-setengah. Yang jelas peran pemuda negarawan
mesti menganut asas kolektifitas, totalitas, dan menyeluruh.
Makna perjuangan seorang negarawan muda
akan terasa dangan adanya semangat kolektiftas. Bagaimana mewujudkan kolaborasi
dengan berbagai elemen masyarakat menjadi sangat penting. Setiap manusia sudah
ditetapkan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maka kolektifitas
ini berfungsi untuk saling melengkapi dan menguatkan antar komponen. Dengan
demikian kekuatan dan kesolidan akan mencuat dalam bentuk kebermanfaatan luas
bagi masyarakat.
Totalitas berarti menyerahkan sepenuh
hidup untuk menebar kebaikan, bahkan di setiap satuan waktu sekalipun.
Lalu bagaimana dengan kuliah?, bagaimana dengan keluarga?, apakah semua itu
harus ditinggalkan?. Tidak sama sekali, maka maknailah setiap degup jantung
kita sekalipun sebagai wujud totalitas perjuangan seorang negarawan muda.
Proses kuliah kita adalah sarana menempa diri dan meningkatkan ilmu sebagai
dasar untuk bisa berkontribusi luas di kemudian hari. Demikian juga aktifitas
lainya, bersama keluarga, aktifitas ibadah, semua aktifitas bermakna rangkaian
langkah wujud totalitas kontribusi.
Tahukah kamu apa yang dilakukan seorang
negarawan secara nyata?. Apakah mereka melakukan sesuatu yang spesifik saja?.
Inilah bagian dari perhimpunan orang yang layak disebut negarawan muda.
Perjuangan mereka benar-benar menyeluruh meliputi berbagai aspek kehidupan.
Bukan hanya lewat demo, bukan hanya lewat menulis, namun lewat sarana apapun
yang bisa kita lakukan. Pada dasarnya negarawan tak pernah membatasi dirinya
dalam berkontribusi. Ia hanya berusaha seluas-luasnya memberi manfaat. Karena
yang selalu dia impkan adalah kesejahteraan rakyat. Lewat cara apa perjuangan
itu hanyalah sarana. Maka bagi kita negarawan muda, kita tak perlu ragu
melangkah. Apapun yang bisa kita lakukan maka lakukanlah. Karena semakin
variatif hal yang kita lakukan satu sama lain maka aspek yang kita perankan
disitu akan semakin menyeluruh.
Bagi kita yang suka menulis maka
bergeraklah dengan tulisan produktif dan mencerdaskan. Bagi kita yang suka
berpuisi pun bisa menjadi negarawan muda dengan menusuk nurani mereka lewat
kata-kata tajam sajak puisi. Buat kita yang suka penelitian, jadilah solusi
bangsa lewat penelitian. Apapun yang kita perbuat maka yang paling penting
adalah apa motif dan tujuan kita. Sudah sepantasnya negarawan memiliki motif
dan tujuan mulia dalam berbuat. Negarawan muda hadir sebagai harapan baru
bangsa untuk perbaikan. Mari bergegas wahai negarawan muda Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment