Soal Peran
Pada hakikatnya manusia memang
sama. Hanya Tuhan yang pantas menilai mana yang lebih mulia. Namun, tetap saja
di dunia ini setiap manusia berbeda, setidaknya dalam peran. Tiap dari kita
mengambil peran yang berbeda dan spesifik. Seorang bupati belum tentu lebih
mulia daripada tukang becak, tapi tetap saja peran lah yang membedakan
keduanya. Peran lah yang menuntut si A wajib berbuat begini, sedangkan si B
tidak wajib, dan sebaliknya.
Peran Spesifik Kita
Sejatinya setiap manusia
dilahirkan dengan takdir berbeda, walaupun esensinya sama, hidup ini adalah
ujian. Kemudian dalam hidup ini kita memilih dan memutuskan akan menjalankan
peran seperti apa, tentu masih dalam koridor yang digariskan Tuhan. Dengan
demikian kita mengambil peran yang spesifik satu sama lain. Yang menuntut kita
berbuat begini begitu, punya keahlian ini itu, dan selalu bertanggungjawab atas
peran spesifik masing-masing.
Memaknai Peran Perlawanan
Perlawanan adalah kata lain dari kecintaan. Justru karena kita cinta,
maka kita melawan, karena cinta adalah perlawanan. Sementara perlawanan tanpa
kecintaan adalah kemunafikan dan kebohongan, karena sejatinya perlawanan
dimulai dari nurani terdalam. Selama nurani masih sehat sudah barang pasti
setiap orang merasa resah dengan segudang masalah di bumi. Yang jelas, sumber
dari semua masalah adalah manusia itu sendiri, lebih tepatnya mereka yang dzolim dan tamak. Padahal manusia
diciptakan Tuhan sebagai pemeilhara bumi. Maka tak sepantasnya merusak apa yang
harusnya dijaga.
Peran perlawanan adalah peran yang diambil oleh mereka yang mecintai
dan ingin apa yang dicintainya berubah lebih baik. Bahkan sekalipun dia yang
dicinta sudah bebal dengan kedzoliman, peran perlawanan akan tetap berjalan. Ibarat
besi yang bengkok, untuk meluruskanya lagi akan sulit. Butuh dipukul
berkali-kali, pasti sakit seandainya besi bisa merasakan, belum lagi harus
dihujani api agar lebih lunak, terkesan jahat dan keras, tapi begitulah, bisa jadi satu-satunya cara untuk
menghentikan kerusakan adalah dengan memukul keras-keras dan membakar
panas-panas.
Menjiwai Peran Perlawanan
“right man in the right place”, satu-satunya
cara untuk membuktikan bahwa seseorang tepat atau tidak menempati peran
tertentu adalah dengan melihat hasil kerjanya. Seberapa banyak, seberapa besar,
seberapa gigih kah kerja berlangsung hingga tercipta perbaikan nyata. Tentu ini
tak mudah, sering diawali jet lag
karena belum mampu menyesuaikan dengan peran baru. Tapi, justru inilah
tantanganya. Bagaiamana cara dan secepat apa kita bisa segera menyesuaikan diri
dalam menjalani peran baru.
Hingga akhirnya dalam menjalankan peran kita harus paham bahwa ada soul atau jiwa yang harus menyertai.
Mungkin orang lebih sering menyebut passion.
Menjiwai apa peran yang sedang kita jalankan berati berusaha mencintai apa yang
dilakukan. Mereka yang demikian adalah orang yang tidak terjebak dalam cinta
buta, menjalankan hanya yang dicintai tanpa mencoba mencintai apa yang
dilakukan.
Menjiwai peran perlawanan menjadi sangat abstrak untuk dilakukan jika
tanpa teman seperjuangan. Namun justru
itu tantanganya, bisa jadi peran perlawanan dimulai dari seorang saja. Kemudian
menjalar dan berkembang memunculkan perlawanan lain. Sebuah perlawanan yang
mengehegemoni, yang nantinya akan menciptakan perubahan besar, dimulai dari
satu orang. Lalu siapakah orang itu? aku? kamu? atau orang lain? Biarlah waktu
yang menjawab. Yang jelas peran perlawanan harus dimulai dengan menjiwai,
dimulai dari hati, dilantangkan dengan lisan, dan dikokohkan dengan perbuatan.
Menjiwai peran perlawanan adalah janji seorang intelektual. Mereka yang hati
dan pikiranya masih terkoneksi dengan baik sehingga sadar bahwa ada banyak
masalah yang harus diselesaikan dengan perlawanan. Siap melawan? (AZ)
0 komentar:
Post a Comment