Dua puluh delapan oktober seribu sembilan ratus dua puluh delapan silam kita masih benar-benar ingat. Pemuda-pemuda negeri ini berjanji, bertumpah darah satu; berbangsa satu; menjunjung bahasa persatuan; Indonesia. Ini merupakan deklarasi besar bangsa Indonesia, semangat kesatuan. Menandai bermulanya sebuah fase baru, perjuangan!.
Perjuangan para pendahulu telah mengantarkan kemerdekaan tanah air menuju satu bahasa, bangsa, dan tumpah darah. Kemerdekaan telah merasuk ke setiap kromosom pemuda-pemuda Indonesia. Menjadikanya bersemangat mempertahankan kemerdekaan bangsanya ketika para penjajah kembali berupaya merebut kemerdekaan.
Sekali merdeka tetap merdeka. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan berhasil diraih. Namun, bukan berarti tugas anak bangsa selesai, melainkan makin menggunung. Bangsa ini dihadapkan dengan problema-problema baru, tantangan baru, dan fase baru. Setiap pemuda dituntut lebih banyak berkorban demi kejayaan bangsa.
Masalah-masalah internal negeri ini begitu banyak, korupsi; krisis moral; kemiskinan dan begitu banyak yang lain. Bahkan, wilayah timur makin senjang dengan keterbelakanya. Kita begitu ngilu melihat problematika semacam ini.
Itu baru problema internal. Parahnya kita memasuki fase neo kolonialisme, penjajahan wujud baru. Derasnya arus westernisasi membuat bangsa ini makin kocar-kacir. Media, pangan, alat transportasi, bahkan sekedar sabun mandi pun negeri ini harus impor. Dari bangun tidur hingga tidur lagi kita menggunakan barang-barang yang mayoritas impor.
Media sebagai aspek penting dalam kehidupan dikuasai oleh negara-negara barat. Dengan begitu mindset banyak masyarakat Indonesia juga terarah melihat budaya barat selalu lebih baik daripada budaya sendiri. Westernisasi sudah benar-benar melanda setiap sendi kehidupan bangsa ini.
Bahasa sebagai salah satu aspek penting bangsa ini pun tak luput dari pengaruh westernisasi. Banyak rakyat Indonesia kehilangan rasa bangga terhadap bahasa kesatuan kita, bahasa Indonesia. Sering kali Bahasa Indonesia dicampuradukan dengan bahasa asing sehingga tidak sesuai kaidah tata bahasa yang sebenarnya.
Jika masalah tersebut terus dibiarkan maka akan menimbulkan degradasi Bahasa Indonesia yang makin parah. Maka, fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu pun terancam. Kaidah-kaidah historis yang sudah tertulis dari masa ke masa bisa jadi tidak murni lagi.
Sebagai pemuda, kita punya tanggungjawab melestarikan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu mutlak harus dipertahankan. Kelestarian Bahasa Indonesia merupakan pertaruhan lestarinya kesatuan bangsa ini.
Empat bahasa kasih Indonesia adalah sebuah ungkapan cinta untuk melestarikan bahasa kita, Bahasa Indonesia. Bahasa kita lahir dari rasa cinta terhadap Indonesia, sehingga harus dilestarikan dengan cara-cara penuh cinta.
Bahasa kasih yang pertama adalah bahasa lisan. Bahasa lisan merupakan ungkapan sesuai kaidah kebahasaan dengan konten dan cara penyampaian yang baik. Dalam rangka menerapkan bahasa kasih yang pertama diperlukan pemahaman dan pengetahuan tentang kaidah-kaidah berbahasa Indonesia. Yang jauh lebih penting dari bahasa lisan adalah cara penyampaian dan konten bahasa yang baik. Karena dengan kaidah bahasa yang baik, cara penyampaian yang baik, dan konten yang baik akan mampu memberikan ketauladanan dalam berbahasa. Ketauladanan adalah sikap nyata dari pribadi, ia menyentuh sanubari setiap insan hingga mampu membuatnya tergerak untuk mengikuti kebaikan, dalam hal ini menerapkan Bahasa Indonesia yang baik.
Bahasa kasih yang selanjutnya adalah sikap mulia. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa ketauladanan adalah suatu hal yang sangat penting. Sikap mulia jarang disadari sebagai upaya melestarikan bahasa. Padahal jika ingin membuat orang lain mengikuti ajakan kita untuk melestarikan Bahasa Indonesia, kuncinya menjadikan mereka percaya dengan kita melalui sikap mulia kita di setiap waktu.
Bahasa kasih yang terakhir adalah bahasa hati. Bagaimana mungkin hati berkaitan dengan upaya melestarikan Bahasa Indonesia?. Terdengar cukup aneh, tapi begitulah adanya. Bahwa setiap bahasa hati akan tersampaikan ke hati. Hati adalah penggerak jiwa untuk berbuat. Jika komunikasi dari hati ke hati berhasil disampaikan, maka upaya menggerakan setiap insan untuk melestarikan Bahasa Indonesia akan berlangsung secara berkelanjutan, tanpa butuh dimonitori.
Begitulah empat bahasa kasih mampu melestarikan Bahasa Indonesia. Ia menjadikan usaha melestarikan bahasa persatuan ini kekal sepanjang hayat. Secara lengkap mulai dari lisan, tulisan, sikap mulia, hingga hati nurani yang bergerak. Melestarikan Bahasa Indonesia bukan sekedar program formal, melainkan tindakan nyata lewat kasih sayang.
Luar biasa. menarik. Inspiratif! :D Keep writing Bro :D
ReplyDelete