Dua puluh Oktober
Dua puluh Oktober silam, tepat di momentum dua tahun
pemerintahan Jokowi-JK ribuan mahasiswa dari segenap penjuru Indonesia beserta
serikat buruh berkumpul di kawasan monas. Massa aksi dengan lantang
mengungkapkan kekecewaan dan catatan merah pemerintah Jokowi-JK.
Ada banyak massa aksi yang berasal dari luar jawa. Mereka
yang notabenenya mahasiswa rela mengurangi jatah uang jajannya untuk berangat
ke ibu kota. Demi menyampaikan aspirasi langsung di hadapan Presiden mereka
rela berkorban harta, tenaga, waktu, dan tentu kesempatan belajar di kampus.
Lantang menyerukan aspirasi demi perbaikan bangsa menjadi ruh yang tersemai
subur di hati mereka.
Masih di tanggal yang sama, publik dibanjiri berbagai
infomasi mengenai kinerja Kabinet Kerja. Media cetak hingga online, hampir
semua memberitakan progresifitas kinerja Jokowi-JK. Seolah ingin menyampaikan
bahwa masyarakat puas dengan kinerja kabinet dua tahun ini. Bukan tak ada,
namun hanya sedikit media massa yang berani mengungkap catatan merah
pemerintahan Jokwi-JK, entah apa sebabnya.
Pemberitaan postif yang “terlalu” santer di media massa
seolah menjadikan pemerintah di atas angin. Berbagai aksi dan kritik dalam
momentum dua tahun kabinet dianggap menjadi sah untuk diabaikan. Termasuk massa
aksi dikawasan monas yang terus berjalan mengarah ke istana negara. Mereka yang
berhari-hari sebelumnya telah melayangkan surat resmi dengan harapan Presiden
bersedia menemui, harus pulang dengan kekecewaan. Presiden tak menemui massa
aksi dengan alasan normatifnya. Namun, lagi-lagi, dalam situasi ini kondisi
seolah mewajarkan. Presiden sedang bekerja, tak boleh diganggu, toh dua tahun
ini kinerja kabinet sudah bagus kan? Serta berbagai ujaran lain yang senada.
Empat November
Belum genap satu bulan, publik dihebohkan dengan aksi 411.
Aksi ini muncul sebagai reaksi umat Islam terhadap penistaan Al-Qur’an oleh
Ahok. Berhari-hari sebelum empat november, media massa dan media sosial
dipenuhi dengan pemberitaan pra-aksi 411.
Tak tanggung-tanggung, aksi kali ini menyentuh angka lebih
dari empat juta massa aksi. Semua tumpah ruah di kawasan Hotel Indonesia (HI).
Sekejap kawasan HI menjelma bak lautan manusia yang berasal dari seluruh
penjuru Indonesia.
Persamaan kedua aksi
tersebut
Ada cukup banyak persamaan dalam kedua aksi tersebut. Namun,
ada dua persamaan yang sangat penting untuk kita cermati bersama.
Pertama, sama-sama bersifat suka rela. Di kedua aksi tersebut
massa aksi yang berasal dari seluruh Indonesia sama-sama menggunakan uang
pribadi secara suka rela untuk biaya transportasi dan akomodasi.
Kedua, sama-sama tak ditemui Presiden. Kedua massa aksi telah
melayangkan surat resmi agar disaat mereka aksi Presiden bersedia menemu massa
aksi. Namun massa kedua aksi tersebut sama-sama mesti menelan ludah dan pulang
dengan kecewa sebab Presiden tak menemuinya.
Khusus untuk point yang
kedua, menjadi penting untuk ditelaah. Mengapa Presiden tak menemui massa di
kedua aksi?
Apakah Jokowi telah
berubah? Dulu saat
menjadi Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta
Jokowi terkenal seantero Indonesia sebagai pemimpin yang gemar blusukan sehigga gampang ditemui
rakyatnya. Sementara sekarang, saat rakyat dari seantero Indonesia rela
menghabiskan uangnya untuk transportasi dan akomodasi ke Jakarta semata-mata
ingin menyampaikan aspirasi langsung tanpa hijab,
mengapa Presiden tak menemui rakyatnya? Seolah dalih kunjungan kerja atau
rapat menjadi wajar untuk mengabaikan rakyat.
Dalam hal ini saya menjadi terketuk untuk mengingatkan Pak
Jokowi yang merupakan seorang muslim dengan nasihat berikut ini.
“Seorang pemimpin yang
menutup pintunya pada orang-orang yang memiliki hajat padanya, maka Allah pun
menutup pintu langit dari segala hajat dirinya”-Al Albani
Saya memahami betapa beratnya amanah kepemimpinan Pak Jokowi.
Sehingga tentu Bapak tak luput dari khilaf.
Namun, sebaik-baik mereka yang sedang khilaf
adalah mereka yang mau mendengarkan nasihat. Tak peduli siapa yang memberi
nasihat, yang jauh lebih penting adalah substansinya.
Terakhir, Pak Jokowi mesti tahu bahwa kami merindukan
pemimpin yang benar-benar menjadi pelayan bagi rakyat; pemimpin yang dekat dan
menghadirkan rasa aman bagi rakyatnya.
0 komentar:
Post a Comment