Tentang dua batu
Sama-sama keras, sama-sama tersusun atas elemen tanah, ukurannya pun juga sama.
Jika saling berbenturan, terus-menerus, kira-kira apa yang akan terjadi?
Hancur! Sangat mungkin.
Begitupun pada manusia-manusia berwatak batu. Jika terus dan terus berbenturan, di suatu titik bisa jadi akan hancur.
Hancur hubungan persaudaraan, pertemanan, persahabatan, kekeluargaan, apapun.
Tapi, tak ada yang perlu disalahkan atas manusia berwatak batu. Mereka tak perlu juga mengutuki diri, merasa paling berdosa. Juga tak layak menghakimi Tuhan tak adil atas watak yang dikaruniakan.
Sebagaimana air, api, dan udara, watak batu adalah jenis yang khas. Mewakili elemen yang nampak pada perwatakan sebagian manusia.
Lalu bagaimana?
Tak mudah menghilangkan, atau sekadar mengurangi watak batu. Hanya saja, watak batu selalu perlu diiringi dengan keinsafan.
Insaf atas watak batu yang ada pada diriya. Insaf bahwa apa yang ia lakukan tak selalu benar. Insaf bahwa hubungan baik antar manusia jauh lebih penting ketimbang memper-Tuhan wataknya.
Selama watak batu dibersamai dengan keinsafan, semoga semua akan baik-baik saja.
Meski, seperti yang telah dibahas pada tulisan sebelumnya, setiap dari kita butuh waktu untuk berdamai dengan diri sendiri. Yang boleh jadi memakan waktu tak sebentar.
Teruslah menginsafi realitas, yakinlah menjadi batu tak selalu berarti kutukan.
0 komentar:
Post a Comment