Di suatu ketika, pernahkah Anda merasa realitas dan idealitas begitu kontras? Anda berpikir sesuatu setinggi langit, namun kenyataan berkata lain, faktanya sesuatu hanya setinggi gundukan bukit yang masih di bumi, belum melangit.
Setiap orang punya ekspektasi, harapan, dan bayangan-bayangan. Harapan secara idealis bahwa mestinya kehidupan yang dijalani seperti ini, sekolah yang ditempuh seperti itu, serta karir, rumah tangga, dan bahkan dalam semua aspek kehidupan.
Tapi, faktanya tidak semua berjalan seiring kehendak. Bahkan mungkin lebih sering realitas bertolakbelakang dari idealitas di alam pikiran. Lalu, bagaimana?
Tentu, sebenarnya kita mengerti, Tuhan tahu yang terbaik untuk kita. Dia memberi yang kita butuhkan, bukan yang kita mau. Walau demikian, mengerti akan hal itu bukan berarti seseorang bisa begitu saja menerima realitas yang hadir diluar nalar dan kendali. Penolakan demi penolakan, heran, bertanya-tanya, dan bahkan seolah tak menerima kenyataan yang telah ditetapkan Tuhan.
Ya, itulah bagian episode hidup yang barangkali semua orang pernah mengalami, realitas yang kontras. Semua orang tentu pernah merasakan harapannya tak sesuai dengan fakta lapangan. Sehebat apapun, seteliti apapun, secerdas apapun; ada faktor X yang sama sekali tak bisa dikendalikan.
Dalam menghadapi realitas yang demikian, kemampuan untuk berdamai dengan diri sendiri adalah kunci. Bagaimana kita berusaha menenangkan diri, menerima kenyataan, lalu segera bergegas untuk langkah selanjutnya. Tidak mudah dan tentu butuh waktu memang; ada yang butuh dalam hitungan hari, ada yang butuh dalam satuan bulan, bahkan ada yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk sekadar berdamai dengan diri. Menerima realitas, menghadapi dengan gagah dan berlapang dada.
Inilah hidup, selalu dipenuhi realitas yang kontras terhadap idealitas. Kita tak bisa lari, sering tak bisa mengontrol, namun kita dapat berdamai dengan diri. Ini kenyataan yang harus dihadapi, melangkahlah terus menuju visi.
0 komentar:
Post a Comment