Dimasa Romawi silam, begitu banyak manusia terbelenggu dalam kebodohan. Bukan hanya kebodohan intelektual, lebih jauh yaitu kebodohan moral. Masa itu sungguh gelap, teramat mengerikan.
Teriakan derita akibat kebodohan pada giliranya meminta kebebasan, mengharap kemuliaan. Maka setelah kesadaran muncul, setitik cahayapun timbul. Kini giliran cahaya memainkan peran dalam gulita. Sederhana, namun mengesankan pada zamanya. Sebuah konsep Liberal Art diperkenalkan.
Liberal Art atau "Artes Liberales" pada masanya dipahami sebagai disiplin ilmu yang menggagas tentang seni kebebasan. Harapanya, bisa terlihat jelas perbedaan antara orang yang bebas dibanding budak. Terlepas dari kontroversi ideologi kala itu, saya memahami bahwa inilah upaya pembentukan karakter.
Kekaisaran Romawi konon amat gencar menanamkan konsep Liberal Art ini, sangat penting menurut mereka. Dalam keterbatasan pengetahuan, yang saya tahu ada tiga inti dari konsep Liberal Art yaitu Grammer, Logika, dan Retorika, ketiganya lebih dikenal dengan istilah "Trivium".
Trivium, dalam bahasa latin sendiri bermakna Tiga Tujuan. Menurut saya, itu bermakna bahwa tiga inti konsep Liberal Art memiliki tujuan masing-masing dalam upaya membangun konsep Liberal Art itu sendiri. Sederhananya tiga inti tersebut adalah komponen-komponen yang membentuk satu pribadi, yaitu Liberal Art.
Saya terkesima dengan konsep ini, bukan karena esensinya, melainkan karena keindahanya memaknai perpaduan. Nampaknya saya lebih terkesima lagi saat mengaitkanya dengan kehidupan sekarang, tentang perpaduan. Telah hadir ditengah saya tiga perpaduan indah, sebagaimana Trivium meneguhkan konsep Liberal Art.
Entah darimana asal kata Trivium yang sering kami gunakan untuk menyebut tiga komponen inti dalam organisasi kemahasiswaan. Namun demikian, saya pikir sangat relevan kaitanya terhadap makna Trivium dalam konsep Liberal Art. Pada pokoknya, Trivium bermakna tiga komponen yang berpadu.
Trivium dalam organisasi kemahasiswaan bukan sekedar masalah struktural. Terlepas dari kondisi masing-masing organisasi yang menerapkan konsep Trivium ataupun tidak, terdapat esensi yang lebih mendalam bahwa ternyata sehebat apapun pemimpin ia tak bisa sendiri.
Hakikat manusia adalah memiliki kekurangan dan kelebihan, maka dalam hal ini Trivium merupakan bagian yang saling menguatkan. Hal tersebut membuat saya teringat pada sebuah kisah, ketika Nabi Musa AS berdo'a pada Tuhan "... dan jadikanlah untukku pembantu dari keluargaku, yaitu Harun saudaraku" (Q.S. Thahaa: 29-30). Semakin memperkuat bahwa memang dalam berjuang kita membutuhkan partner yang menguatkan. Dalam do'a Nabi Musa tersebut dikabarkan bahwa Nabi Musa tidak memiliki kefasihan berbicara sebagaimana Nabi Harun sehingga beliau memohon pada Tuhan agar diperkenankan Nabi Harun menjadi partnernya dalam berjuang.
0 komentar:
Post a Comment