Saturday, February 8, 2014

Umi, Bapak Maafkan Aku

Standard
Malam ini begitu syahdu, aku terhanyut dalam memori masa lalu. Betapa panjangnya jalanan ini. 

Berkelok, menanjak, berbatu aku jalani.

Sampai tiba disaat mengenang kebahagiaan, keberhasilan, dan pencapaian aku terkejut.  Aku lupa bahwa mungkin ini semua adalah kebahagiaan umi dan bapak , tapi bukan kebahagiaanya yang hakiki.

Maafkan aku karena aku lalai Umi, Bapak.

Aku lalai mengingat apa maumu

Aku terlalu egois

Aku lupa kerjakeras luarbiasamu

Aku terlalu sok tahu

Dan malam ini aku disadarkan. Engkau yang terbiasa menutupi rasa kecewa, kini mengungkapnya dengan lesu. Seolah engkau tak punya hak pada putramu. Seolah tak ada wewenang mengatur. Engkau hanya berharap aku sadar. Dengan kelembutan kata penuh harap.

Kukatakan dalam hati, engkau berhak wahai Umi, Bapak. Sungguh teramat berhak mengaturku. Selama itu perkara yang haq, engkau benar-benar berhak.

Aku ini memang keterlaluan. Kemanakah saja selama ini. Teramat kurang memahami maumu. Padahal sudah telak aku tahu, ridhomu adalah ridho Illahi.

Dalam hening, kalimat sederhana itu terucap:
“nak satu saja keinginanku pada kalian, jadilah seorang yang alim, karena untuk jadi orang benar kita butuh ilmu, jangan terlalu memikirkan dunia, jangan sampe menyesal”

Hampir air mata ini tercurah, lalu ku tahan. Sungguh perkataanmu merasuki hatiku wahai Bapak. Aku sadar sembilan belas tahun ini terlalu dzolim diriku yang terlalu banyak memikirkan keduniawian. Mungkin aku sudah terlalu silau dengan tipuan fatamorgana duniawi.

Sungguh agung do’amu, bukan bercita putranya menjadi ternama atau kaya raya. Namun agar putranya menjadi seorang yang alim lagi solih.

Kini aku sudah terlampau jauh dari harapanmu. Maka, maafkan aku.
Malam ini menyedihkan, namun mencerahkan.

Umi, Bapak, aku tak mau jadi anak durhaka.

Terimakasih malam ini sudah mencurahkan rasa, do’a dan cita. Do’akanlah aku wahai Umi Bapak, semoga aku tak hiraukan lagi godaan setan yang menakutiku akan kesusahan, kelaparan, dan kemiskinan. Bimbinglah kami selalu, putra-putrimu wahai Umi, Bapak. Aku mencintaimu dalam segala keterbatasanku.


Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment