Sembilan belas tahun sudah diri ini berteduh di atas birunya langit dan bertumpu pada hijaunya bumi.
Sembilan belas tahun sudah aku menikmati bersihnya udara, menyegarkan diri dengan jernihnya air.
Sembilan belas tahun sudah degupan jantung, kokohnya badan, dan sehatnya akal ku dapati.
Sembilan belas tahun, merupakan waktu yang lama dalam kehidupan ragawi manusia.
Sembilan belas tahun aku hidup dalam sebuah pencarian jati diri, sampai saat ini.
Lalu nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan?.
Sedih rasanya mengingat banyak dosa, kedzoliman, dan kekufuran yang menjangkiti diri ini. Benar-benar hamba yang tak tahu terimakasih!. Begitu banyak nikmat yang telah Tuhan anugerahkan pada kita, namun nampaknya diri ini masih jauh dari kesyukuran hakiki.
Saat melihat superioritas orang lain seringkali kita melayang, lupa akan anugerah Tuhan pada diri kita dan terjebak dalam ilusi. Tentunya jika iman sedang melemah bisa jadi kekufuran melanda. Merasa Tuhan tak adil, merasa iri, minder dan bahkan ketika ternyata motivasi yang timbul ternyata pun punya resiko. Bisa ada dua kemungkinan motivasi yang muncul. Bisa berupa motivasi untuk menjadi lebih baik sebagai wujud pengabdian pada Tuhan atau malah motivasi yang dimotori nafsu sehingga kerja keras yang timbul hanya karena ingin "terlihat baik". Bedanya sangat amat tipis, susah dibedakan. Hasilnya sama-sama terlihat pribadi yang populis, namun isinya berbeda. Yang satu berisi niatan islahun nafs (perbaikan diri) dan yang satu niatanya untuk jadi "beken" atau untuk dipuji. Termasuk yang manakah kita?. Jika cenderung pada poin yang kedua sebaiknya segera kita berbenah, jangan sampai amalan solih menjadi berbau busuk karena niatanya yang bernilai sampah!.
0 komentar:
Post a Comment