31 Mei 2016! Seperti tahun-tahun sebelumnya, hari ini kita kembali memperingati World No Tobacco Day (WNTD). Sedangkan bagi saya, tahun ini adalah kali ke-4 peringatan WNTD dengan status sebagai mahasiswa. Rasa-rasanya peringatan WNTD beberapa tahun ini tak punya perbedaan signifikan. Aksi turun ke jalan, diskusi, seminar, talkshow, tukar rokok dengan susu, serta beberapa agenda seremonial sejenis. Tentu kita sama-sama tahu bahwa semua agenda tersebut memang penting untuk membuat orang ingat bahwa perilaku merokok berdampak buruk bagi manusia. Walaupun di sisi lain harus diakui agenda-agenda seperti demikian itu tak mempan untuk membendung upaya pemodal dalam menguasai pasar rokok Indonesia. Di tengah ketidakberdayaan kita menghadapi dominasi pemodal dalam memasarkan produknya, nampaknya sesekali menjadi perlu bagi kita untuk merenung sejenak, 11 fakta seputar rokok yang ironi.
1. Angka perokok di dunia mengalami penurunan. Tapi sebaliknya, angka perokok di Indonesia mengalami peningkatan. Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dalam 30 tahun terakhir terjadi penurunan angka perokok di dunia. Di negara maju, persentase penurunan jumlah perokok mencapai 1,1 persen per tahun. Namun, hal tersebut tidak terjadi di negara berkembang. Jumlah perokok di negara berkembang justru meningkat 2,1 persen per tahun. Indonesia sebagai negara berkembang juga mengalami peningkatan jumlah perokok (Marie et al, 2014). Perilaku merokok penduduk usia 15 tahun ke atas cenderung meningkat dari 34,2 persen pada 2007 menjadi 36,3 persen pada 2013 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
2. Indonesia menduduki peringkat ke dua dalam prevalensi penduduk laki-laki perokok di dunia. Jumlah penduduk laki-laki perokok di Indonesia mencapai 57 persen yang menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke dua di dunia (Marie et al, 2014). Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013) 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok pada 2013. Ditemukan 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun dan 9,9 persen perokok pada kelompok tidak bekerja.
3. Indonesia menduduki peringkat ke 3 jumlah perokok di dunia setelah China dan India (WHO, 2008). Badan Pusat Statistik (BPS) (2004) menemukan bahwa pada tiga dari empat keluarga di Indonesia (71%) paling tidak terdapat satu orang perokok.
4. Perokok pasif perempuan mencapai 4 kali lipat dari laki-laki. Delapan dari sepuluh perokok berusia 15 tahun ke atas (84,2%) merokok di rumah bersama keluarga. Kebiasaan merokok di dalam rumah menyebabkan anggota keluarga terpapar asap rokok atau menjadi perokok pasif. Perokok pasif perempuan diperkirakan mencapai 36,7 juta atau 4 kali lipat dari laki-laki. Jumlah perempuan semua kelompok umur yang menjadi perokok pasif di rumah sekitar 65 juta atau 66 persen populasi perempuan (BPS, 2004).
5. 70 persen anak usia 0-14 tahun menjadi perokok pasif. Diperkirakan lebih dari 43 juta atau 70 persen anak usia 0-14 tahun menjadi perokok pasif (BPS, 2004).
6. Keterpaparan asap rokok pelajar SMP Indonesia di tempat umum merupakan yang tertinggi di dunia. Keterpaparan asap rokok pelajar SMP Indonesia di tempat umum merupakan yang tertinggi di dunia, bahkan melebihi negara miskin seperti Bangladesh (47%), Myanmar (51%), dan Timor Leste (70%). 8 dari 10 (81%) siswa SMP di Indonesia terpapar asap rokok di tempat umum (Global Youth Tobacco Survey, 2006).
7. Perokok pasif menghisap asap sampingan yang tiga kali lebih berbahaya dari yang dihisap perokok aktif. Perokok pasif sangat rentan menjadi korban penyakit akibat rokok karena menghisap asap sampingan yang tiga kali lebih berbahaya dari yang dihisap perokok aktif (Office on Smoking and Health Atlanta, 2001). Bayi dan anak yang menjadi perokok pasif mengalami perkembangan paru yang lambat, intelegensia kurang, infeksi saluran napas, infeksi telinga, asma, dan kematian mendadak (California Environmental Protection and Agency, 2005).
8. Perilaku merokok merupakan faktor risiko pada enam dari delapan kematian utama di dunia (WHO, 2008).
9. Perilaku merokok baik secara aktif maupun pasif berpengaruh pada status gizi perokok. Studi menunjukan bahwa merokok berhubungan dengan penurunan Indeks Masa Tubuh pada populasi di India (Chhabra et al, 2011). Berdasarkan penelitian Mee son et al (2004) di Korea, wanita perokok secara signifikan mengalami penurunan asupan karbohidrat, serat kasar, kalsium, dan vitamin C serta asupan alkohol lebih tinggi dibandingkan non-perokok.
10. Perilaku merokok berpengaruh pada intelegensi dan performa akademik. Berdasarkan penelitian Cook dan Hutchinson (2006), perilaku merokok menjadi suatu prediktor kuat apakah pelajar di Amerika Serikat dapat menyelesaikan SMA dan melanjutkan studi di perguruan tinggi atau tidak. Di sisi lain penelitian Collins et al (2007) di Inggris menunjukan bahwa merokok merupakan prediktor signifikan dari performa akademik, tingginya tingkat merokok meningkatkan kemungkinan kegagalan akademik.
11. Tingginya pendapatan negara dari pajak rokok tidak sebanding dengan pengeluaran negara untuk menangani berbagai dampak negatif rokok. Tingginya konsumsi rokok di Indonesia berdampak pada penerimaan negara yang tinggi dari pajak rokok. Pendapatan Indonesia dari pajak rokok mengalami peningkatan dari tahun 2005 hingga 2011. Pada tahun 2011 pendapatan Indonesia dari pajak rokok mencapai 7.591.921.284 Dolar Amerika. Angka tersebut meningkat tajam jika dibandingkan pada 2005 yang hanya mencapai 3.548.913.043 dolar amerika (Southeast Asia Tobacco Control Alliance, 2013). Namun ternyata, tingginya pendapatan negara dari pajak rokok tidak sebanding dengan pengeluaran negara untuk menangani berbagai dampak negatif rokok. Tercatat bahwa pengeluaran negara berkaitan dengan dampak rokok di berbagai negara seperti Indonesia, Filipina, dan Malaysia mencapai sekitar 1,2 hingga 13,7 kali lipat. Bahkan di Indonesia rasio biaya kesehatan dibandingkan pendapatan dari pajak mencapai 772 persen pada 2001 (Southeast Asia Tobacco Control Alliance, 2013). (AZ)
Referensi:
Badan Pusat Statistik. 2004. Survey Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta
California Environmental Protection and Agency. 2005. Proposed Identification of Environmental Tobacco Smoke as a Toxic Air Contaminant, SRP Approved Version. Part B: Health Effect
Chhabra et al. 2011. Effect Of Smoking On Body Mass Index: A Community-Based Study. Delhi : National Journal of Community Medicine Vol 2 Issue 3 Oct-Dec 2011
Collins et al. 2007. Adolescent Environmental Tobacco Smoke Exposure Predicts Academic Achievement Test Failure. Inggris: Journal of Adolescent Health 41 (2007) 363–370
Cook dan Hutchinson. 2006. Household Food Security in the United States in 1995: Summary Report of the Food Security Measurement Project. Alexandria, VA: US Department of Agriculture, Food and Consumer Service; 1997
Global Youth Tobacco Suvey. 2006. Materi Penyajian pada Sosialisasi dan Advokasi Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Bandung
Kemenkes Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Marie et al. 2014. Smoking prevalence and cigarette consumption in 187 countries, 1980-2012. Journal of the American Medical Association. 2014; 311(2):183-192. Doi:10.1001/jama.2013.284692
Mee son et al. 2004. Nutritional Status Associated with Smoking and Other Factors in Korean Adults Women. Korea: Journal of Community Nutrition 6(1):3 ~ 11, 2004
Office on Smoking and Health Atlanta. 2001. Smoking and Women’s Health. Atlanta: A Report of the Surgeon General
Southeast Asia Tobacco Control Alliance. 2013. The ASEAN Tobacco Control Atlas. Southeast Asia Initiative on Tobacco Tax. Thailand
WHO, 2008. The Global Tobacco Crisis, WHO Report on the Global Tobacco Epidemic.
0 komentar:
Post a Comment