Thursday, November 10, 2011

[RINGKASAN] Studi Komparasi Efektifitas Sekam, Abu Sekam dan Arang sebagai Isolator Alternatif pada Alat Pengering Energi Surya Sederhana

Standard
Secara umum pengeringan dapat diartikan sebagai upaya mengurangi kadar air dari bahan pangan sampai batas yang aman untuk disimpan atau dilakukan proses pengolahan selanjutnya (Earle, 1982). Cara ini merupakan suatu proses yang ditiru dari alamkita telah memperbaiki pelaksanaannya pada bagian-bagian tertentu.
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua dan juga paling luas digunakan (Desrosier, 1988). Dalam pengeringan, dikenal dua teknik yaitu pengeringan mekanik dan pengeringan sederhana (Liptan, 2001).
Pengeringan mekanik dilakukan dengan alat yang telah dirancang sesuai dengan sifat-sifat bahan hasil pertanian sehingga tujuannya dapat dicapai (Jaya, 2010). Teknik pengeringan sederhana umumnya masih dilaksanakan oleh masyarakat petaninelayan yang tinggal di pedesaan yakni dengan menjemur langsung produk yang akan dikeringkan diatas para-para bambu, lampit dan atau diatas tikar (Liptan, 2001). Pada industri kecil dan rumah tangga, panas matahari juga biasa digunakan dalam proses pengeringan (Soemangat, 1983). Menurut Liptan (2001), proses pengeringan sederhana atau pengeringan langsung di bawah terik matahari memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
  1. Dilakukan ditempat terbuka sehingga produk yang dihasilkan terkesan kotor (berdebu).
  2. Bahan bisa dikerumuni lalat sehingga mutu kurang terjamin.
Kecenderungan masyarakat pedesaan menggunakan cara ini sulit untuk ditinggalkan. Namun, mengingat kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan, penggunaan alat pengering sederhana yang menggunakan bantuan matahari sudah menjadi pilihan utama. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan rancangan alat pengering sederhana energi surya sehingga dapat diperoleh alat yang paling efektif untuk mendapatkan hasil optimal.
Berdasarkan hal-hal tersebut, rancangan alat sederhana perlu dioptimalkan kinerjanya yang terkait dengan penurunan kadar air bahan selama proses pengeringan dan lama waktu pengeringan yang diperlukan untuk mendapatkan bahan pangan dengan kadar air tertentu.
Disisi lain, potensi pisang di Indonesia sebagai sumber gizi cukup besar mengingat produksi pisang mencapai 40% dari produksi buah nasional (Departemen Pertanian,2004). Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia termasuk dalam negara yang dikenal sebagai sentra produksi pisang (Satuhu dan Supriyadi, 1999).
Pisang termasuk dalam suku Musaceae (Wikipedia, 2010). Seperti halnya buah yang lainnya, pisang merupakan sumber gizi karena mengandung vitamin, mineral dan karbohidrat (Desrosier, 1988).
Usaha budidaya pisang memberikan keuntungan yang cukup besar dalam waktu yang relatif singkat (1-2 tahun) dengan BEP (Break Event Point) 1.76, akan tetapi budidaya di Indonesia sekarang belum dikelola secara optimal. Salah satu kendalanya adalah kesulitan dalam penanganan pasca panennya karena pisang merupakan salah satu komoditas pertanian yang mudah rusak (perishable) karena pisang masih tetap melakukan metabolisme sehingga kualitasnya menurun bersama waktu dalam tahap pasca panen. Salah satu upaya untuk menghambat proses metabolisme pada pisang setelah dipanen adalah dengan menurunkan kadar airnya melalui proses pengeringan.
Dalam penelitian ini masalah yang dikaji dibatasi pada pembuatan alat dan pengukuran kinerjanya berdasarkan perubahan massa bahan yang dikeringkan dan suhu rata-rata di dalamnya saat digunakan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui sebagai berikut:
Pada Tabel 5 disajikan suhu yang diamati pada lingkungan, ruang pengering 1, 2 dan 3 saat proses pengeringan. Masing-masing tabel disajikan juga suhu maksimum, minimum dan rata-rata selama pengamatan.
Tabel 4. Suhu Lingkungan dan Ruang Pengering
Keterangan:
1. Ruang Pengering 1 = ruang pengering pada alat pengering yang terbuat dari kardus dengan sekam.
2. Ruang Pengering 2 = ruang pengering pada alat pengering yang terbuat dari kardus dengan abu sekam.
3. Ruang Pengering 3 = ruang pengering pada alat pengering yang terbuat dari kardus dengan arang.
 Hal ini menunjukkan bahwa ruang-ruang pengering yang dirancang mampu menaikkan suhu dalam ruang-ruang tersebut sehingga lebih tinggi daripada suhu lingkungan. Suhu yang lebih tinggi tersebut disebabkan oleh adanya radiasi energi surya yang melewati plastik bening dan panas dari radiasi tersebut terperangkap dalam ruang pengering. Akumulasi panas yang terperangkap dalam pengering matahari secara bertahap akan meningkatkan suhu di dalam ruang pengering sehingga lebih tinggi daripada suhu lingkungan.


Selisih suhu lingkungan dengan suhu ruang pengering 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah sebesar 31,8 oC, 29,6 oC, dan 32,4 oC. Perbedaan suhu diantara jenis-jenis ruang pengering yang dibuat diduga disebabkan oleh adanya perbedaan bahan isolator yang digunakan. Berdasarkan data pada Tabel 6, isolator yang paling efektif adalah arang.
Tabel 6. Selisih Suhu Lingkungan dengan Suhu Ruang Pengering (oC)
Selama proses pengeringan massa irisan pisang terus menurun (Grafik 2). Penurunan massa irisan pisang sangat tajam. Pada awal proses pengeringan, pola penurunan massa sebagai akibat kehilangan air pada irisan pisang mengindikasikan bahwa kehilangan air berada pada periode laju-konstan (constant-rate period), sedangkan pola penurunan pada periode akhir percobaan mengindikasikan berada pada periode laju-penurunan (falling-rate period).
Menurut Henderson dan Perry (1982), pada periode Laju-Konstan (Constant-Rate Period) bahan yang mempunyai kadar air tinggi dan permukaannya berair akan mengalami kehilangan air seperti pada permukaan air terbuka. Air dan lingkungannya adalah faktor yang paling berpengaruh dalam periode ini. Periode Laju-Konstan (Constant-Rate Period) akan berlangsung sampai permukaan bahan bebas dari uap air bebas dan selanjutnya laju kehilangan air menurun dengan cepat. Sedangkan periode Laju-Penurunan (Falling-Rate Period) meliputi dua proses, yaitu pergerakan uap air dalam bahan ke permukaan bahan dan pembuangan uap air dari permukaan bahan ke lingkungan.
Dari data yang telah kami dapatkan dalam penelitian ini, kami dapat melihat bahwa terdapat beberapa keanehan seperti pada tabel yang terdapat di atas (Tabel 5 dan Tabel 8). Secara pemikiran, makanan yang dikeringkan pada suhu yang lebih tinggi, akan lebih cepat kering dibandingkan dengan suhu yang lebih rendah. Tetapi dari data yang kami dapatkan, suhu alat pengering yang menggunakan sekam yang bersuhu 70,3˚C lebih cepat mengeringkan pisang dibandingkan dengan alat pengering yang menggunakan arang yang bersuhu 70,9˚C. Dari masalah tersebut, kami berasumsi bahwa terjadi kesalahan yang terdapat pada kepadatan arang. Arang yang kami gunakan tidak sepenuhnya halus bahkan banyak arang yang masih berbentuk bongkahan kecil. Arang tersebut menyebabkan kerusakan pada ventilasi sehingga uap air dari pisang tidak dapat keluar dengan normal.
Selain itu kita juga berasumsi bahwa perbedaan suhu yang terjadi pada alat pengering energi surya sederhana dikarenakan penggunaan isolator yang berbeda. Isolator yang paling baik untuk digunakan adalah isolator yang mampu menyimpan panas secara stabil. Dari penelitian yang kami lakukan terlihat bahwa isolator yang paling baik dalam menyimpan panas adalah arang.
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
    1. Alat pengering sederhana tenaga surya dapat dibuat dan dioperasikan untuk pengeringan irisan pisang.
    2. Suhu rata-rata tertinggi dicapai pada ruang pengering 3 (arang) yang diikuti oleh suhu pada ruang pengering 1 (sekam), suhu pada ruang pengering 2 (abu sekam) dan suhu pada lingkungan. Berturut-turut 70,8 oC, 70,2 oC, 68,1 oC dan 38,4 oC.
    3. Penurunan massa rata-rata pisang setelah dilakukan pengeringan dalam waktu yang sama pada ruang pengering 3 (arang), 1 (sekam) , lingkungan dan 2 (abu sekam). Massanya berturut-turut menjadi 3,46 gr, 3,52 gr, 3,53 gr, 3,84 gr.
    4. Perbandingan efektifitas antara arang, sekam, abu sekam dan lingkungan dapat disimpulkan dari pencapaian suhu rata-rata dalam percobaan bahwa arang merupakan isolator yang paling efektif. 
#KTI Tim IPT 2 dalam Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional X, Jombang 2011

Tuesday, November 8, 2011