Monday, December 28, 2015

OPREC Kabinet Inspirasi Indonesia BEM KM UGM 2016

Standard
Selamat pagi kawan. Menjadi pejuang adalah pilihan. Tak ada paksaan bagi setiap orang yang ingin terus berbaring di kasur empuknya, menikmati cemilan sorenya, dan menghabiskan waktu dengan mainanya. Tapi, satu saja yang perlu kau tahu kawan, kemuliaan hakiki telah menunggumu dalam jalan juang. (AZ)

Halo Gadjah Mada!
Setiap kita tercipta istimewa, punya karya yang unik dan luar biasa. Tak perlu menjadikan semua sama, kolborasi bermacam karya akan jauh lebih bermakna. Siap berkolaborasi? Mari bersama berkarya, wujudkan mimpi kita bersama untuk menginspirasi Indonesia!

Ø  Syarat dan Ketentuan
·         Mahasiswa UGM program diploma/sarjana minimal angkatan 2013
·         Menulis motivation letter*
·         Menulis gagasan untuk BEM KM UGM dan Kementerian/Biro yang dipilih*
·         Mengisi forumilir pendaftaran
·         Mengirimkan curriculum vitae
·         Mengisi surat pernyataan komitmen
·         Indeks Prestasi Kumulatif > 2,75 dibuktikan dengan scan copy transkrip
·         Mengisi formulir pendaftaran dan surat pernyataan komitmen
·     Mengumpulkan semua berkas ke email mokhd.ali@gmail.com maksimal 31 Desember 2015 pukul 23.59 WIB
Ø  Timeline
·         Pendaftaran dan pengumpulan berkas         : 28-31 Desember 2015
·         Wawancara                                                   : 1-2 Januari 2016
·         Pengumuman                                                : 9 Januari 2016

Ø  Kementerian dan Biro
·         Biro Kesekretariatan
·         Biro Keuangan
·         Biro Pengembangan Sumber Daya Insani
·         Biro Penelitian dan Pengembangan
·         Biro Kewirausahaan
·         Biro Komunikasi dan Informasi
·         Kementerian Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa
·         Kementerian Pengembangan Karya dan Potensi Mahasiswa
·         Kementerian Sinergisasi mahasiswa
·         Kementerian Kajian Strategis
·         Kementerian Kajian Lingkungan Hidup
·         Kementerian Jaringan Eksternal
·         Kementerian Aksi dan Propaganda
·         Kementerian Pengabdian Masyarakat
·         Kementerian Advokasi Kemasyarakatan
·         Kementerian Pengembangan Desa Mitra

*format penulisan : kertas A4, font Arial 12, spasi 1.5

Platform Kabinet Inspirasi Indonesia BEM KM UGM 2016:http://bit.ly/inspirasiindonesia.




Tuesday, October 6, 2015

Menjadi Kupu-kupu

Standard
Di musim semi itu ratusan telur tak terjaga menetas di antara rimbun dedaunan. Memulai fase nol kehidupan. Di sinilah semua bermula, nol!

Namun malang, tak sebagaimana umumnya kelahiran, kali ini munculah bayi-bayi yang tak dikehendaki, bahkan tertolak!. Bagaimana bisa?.

Mungkin memang pantas bayi-bayi itu tertolak. Karena memang penampakanya yang menggelikan. Bulu-bulunya yang membikin ngeri. Atau bahkan mampu membuat sekujur tubuh manusia bentol-bentol. Itulah si bayi, ulat yang menggelikan.

Begitulah ulat yang memang menggelikan, atau bahkan menjijikan. Jika bertemu tak ada pilihan, lindas hingga hancur!. Memang begitulah hidup ulat, sering ada hal-hal sadis dan menyakitkan. Tapi, bukan kah ini hidup yang harus terus dijalani?. Apapun dan bagaimana pun beratnya.

Fakta hidup yang kadang tak adil dan keras tak membuat ulat surut ke belakang. Ia tetap berusaha menghidupi dirinya.

Waktu berjalan, hari berlalu, terus dan terus ia membekali hidupnya dengan asupan-asupan daun yang membuatnya makin kuat, makin besar, makin tangguh. Malam berganti siang nampaknya ia tak pernah letih menutrisi dirinya, berproses menjadi lebih dan lebih.

Hingga ketika waktunya tiba, ia menahan, membatasi diri dari dunia, dan memilih untuk diam dalam kesendirian. Itulah pilihanya, menjadi seonggok yang rela tak menikmati dunia dalam sebagian hidupnya, membatasi dan menjaga diri.

Itulah kisah singkat dari ulat yang menggelikan. Bukankah kisah si ulat sedikit banyak mirip dengan kita sebagai manusia? Bagaimana bisa?

Sebagaimana ulat, kita pun sama, memulai semua dari nol. Saat lahir, tak ada sehelai kain pun melapisi tubuh kita, tak punya apapun, nol!

Ulat begitu menggelikan, apakah kita juga? Bulu-bulu yang menggelikan adalah mekanisme pertahanan diri yang bagi manusia lebih dilihat sebagai kekurangan. Bukankah sama dengan kita?. Kita yang punya banyak kekurangan, celah, dan hal-hal menggelikan sebagaimana ulat di mata manusia.

Namun ada satu yang bisa jadi membuat kita berbeda dengan ulat. Ulat, dimanapun mereka berada memilih untuk terus memberi asupan nutrisi bagi dirinya. Tak kenal lelah mereka menutrisi dirinya dengan apa yang mereka butuhkan, (ingat) apa yang mereka butuhkan!. Namun, tak semua manusia memilih hal yang sama dengan ulat. Menutrisi tiap aspek dalam diri yang memang membutuhkan. Ulat hanya punya raga, maka ia beri asupan pada raganya. Manusia punya jiwa, raga beserta komponen yang saya pribadi lebih suka menyebutnya potensi insani. Maka sudah sepantasnya manusia bersikap adil, menutrisi komponen yang tampak dan tak tampak pada dirinya.

Proses yang tak kenal lelah dibutuhkan sebagaimana ulat melakukanya. Menutrisi dengan makanan sehat dan olah raga. Menutrisi jiwa dengan dzikir. Menutrisi pikiran dengan belajar. Serta menutrisi diri seutuhnya dengan berbagai hal yang menjadikan potensi insani muncul dan terberdayakan, itulah yang disebut pengembangan diri.

Segala komponen dalam diri ini memang harus dikembangkan, Tak boleh fokus pada satu saja, tak boleh pula luput pada satu komponen. Memang luar biasa, ternyata kita bisa belajar dari hewan melata yang terlihat menggelikan.

Menjaga konsistensi pengembangan diri sebagaimana ulat yang konsisten menutrisi dirinya siang malam. Hingga akhirnya ada momentum loncatan kehidupan. Ketika suatu ketika pengembangan komponen jiwa dan raga mencapai klimaks. Sebagimana ulat yang memenuhi komponen raga dengan makan, Kita pun demikian!.

Hingga pada akhirnya konsisitensi dalam berproses akan mengantarkan kita menjadi pribadi yang mengagumkan. Pribadi yang barangkali tak pernah terbayang sebelumnya. Sebagaimana ulat yang berubah menjadi kupu-kupu. Terlihat mustahil, bagaimana bisa hewan melata pemakan daun berubah menjadi hewan bersayap pemakan nektar. Hewan yang begitu cantik, kupu-kupu. Siapkah kita demikian?. Bertransformasi menjadi sosok mengagumkan setelah berproses dalam rangkaian pengembangan diri yang konsisiten. (AZ)

Thursday, October 1, 2015

Quo Vadis Pendidikan Indonesia?

Standard
Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar ke empat di dunia. Data Badan Pusat Statistik (2014) menyebutkan, jumlah penduduk Indonesia sekitar dua ratus lima puluh juta jiwa. Tingginya jumlah penduduk Indonesia itu berimplikasi baik positif maupun negatif. Disatu sisi, tingginya jumlah penduduk merupakan potensi mewujudkan negara besar yang tangguh. Namun disisi lain, negara memiliki tugas yang sangat berat dalam upaya mengembangkan potensi sumber daya manusia yang ada.
Pengembangan potensi sumber daya manusia dilakukan melalui pendidikan. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh rakyatnya. Namun penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan melalui lembaga pendidikan, baik sekolah maupun perguruan tinggi, secara nyata tidak berjalan mulus. 
Sean Coughlan dalam BBC Indonesia (2015) menulis, Indonesia menduduki peringkat 69 dari 76 negara untuk kategori sekolah global terbaik. Tidak hanya itu, buruknya kualitas pendididikan di Indonesia juga tergambar dari Indeks Pembangunan Manusia, peringkat dalam UNESCO Education For All Global Monitoring Report, dan Education Development Index. Pada 2013 Indonesia menempati posisi 121 dari 185 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sementara berdasarkan UNESCO Education For All Global Monitoring Report (2012), Indonesia menempati peringkat ke-64 dari 120 negara diseluruh dunia. Sedangkan rilis Education Development Index (EDI) (2011), Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 127 negara. Peringkat tersebut menunjukan besarnya masalah pendidikan Indonesia kini. Problematika paling fundamen pendidikan Indonesia memang adanya disorientasi tujuan secara nasional.
Bukankah termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, sejatinya pendidikan  adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Hal ini jelas menegasikan realita riil yang terjadi. Tafsir menyoal pendidikan lebih dimaknai tentang nilai atau skor setinggi-tingginya, dan tujuan akhir, pekerjaan dengan gaji yang banyak. Disorientasi pendidikan Indonesia berakar dari kekosongan narasi pendidikan. Sebagai permisalan, minimnya materi terkait budi pekerti atau akhlaq.
Jika kita amati, dari tahun ke tahun materi terkait budi pekerti (termasuk pendidikan agama) di lembaga pendidikan formal makin dipangkas. Banyak hal yang bisa menjelaskan mengapa fenomena ini terjadi. Bisa jadi dipandang tidak sepenting materi lain, atau nilai spiritualitas yang sengaja disembunyikan. Apapun sebabnya, harus dipahami bahwa budi pekerti adalah akar terbentuknya karakter yang luhur. Karakter yang luhur-lah hal yang harus mengakar, sebagaimana diajarkan didalam Islam. Bahkan dalam Hadits Shahih Riwayat Bukhari tegas menyatakan, Sesungguhnya aku (rasulullah) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh.

Wednesday, September 2, 2015

Jelajah Bumi, Mimpi yang Segera Terwujud

Standard
“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran” (Q.S. Al-Hijr: 19)

Bumi Allah begitu luas. Terhimpun dari benua, pulau, dan perairan. Terbagi menjadi sekitar 200 negara modern. Tempat tinggal bagi sekitar 7,2 miliar manusia ciptaan-Nya. Menyimpan kekayaan alam luar biasa. Serta saksi bisu bergulirnya sejarah manusia dari waktu ke waktu.

Begitu tua usia bumi, konon mencapai 4.54 miliar tahun. Namun di usia senjanya seolah tak ada lelah, ia tetap mempesona memancarkan cantiknya. Sebagaimana benda antik, makin tua bumi kita menjadi makin bernilai, menyimpan rahasia kehidupan.

Maka tak heran telah tertulis dalam catatan sejarah kisah-kisah penjelajah dunia. Mereka rela berpisah dengan sanak saudara untuk menelusuri bumi Allah. Bertahun-tahun mereka habiskan untuk menjelajahi segenap penjuru bumi. Mengorbankan harta, waktu, dan bahkan nyawa. Tapi itu lah harga mahal yang harus dibayar untuk bisa melihat keagungan Allah melalui ciptaan-Nya.

Kisah penjelajahan dunia memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang. Ada yang sedari awal berorientasi mencari materi, baik berupa tanah subur, rempah, berdagang, dan sejenisnya. Ada yang tergila-gila pada pesona bumi sehingga rela banyak berkorban untuk menjelajahinya. Atau dewasa ini, berkeliling dunia menjadi sarana hiburan yang mujarab melepas penat.

Di era trasportasi dan media yang begitu canggih saat ini perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lain begitu mudah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit seseorang sudah bisa berpindah dari benua satu ke benua lain. Tak heran berkeliling dunia menjadi sangat menarik untuk refreshing.

Bagi seorang Ridwan Kamil, sang Wali Kota kelas dunia. Berkeliling dunia adalah cara untuk mendapatkan referensi. Untuk kemudian referensi itu diterapkan di negeri kita dengan atau tanpa improvisasi. Maka bagi kita yang ingin melakukan banyak perubahan dan menjadi solution maker berkeliling dunia adalah wajib.

Berkisah tentang penjelajahan dunia bagi orang yang sama sekali belum pernah ke luar negeri macam saya terasa begitu sulit. Tapi terus terang, ini semacam pacuan untuk terus berjuang mewujudkan mimpi keliling dunia.

Saya ingin dan harus segera menjelajahi dunia. Apa pentingnya?. Bagi saya pergi ke luar negeri dan menjelajahi dunia bukanlah pilihan yang sifatnya opsional, tapi keharusan yang mutlak. Mengapa?. Saya sepakat dengan yang disampaikan pak Ridwan Kamil bahwa berkeliling dunia akan membuka cakrawala berpikir. Berkeliling dunia akan membuka kesempitan cara pandang kita dan membuat kita punya banyak referensi tentang perubahan yang kita dambakan bagi Indonesia tercinta.

Sekalipun sampai detik ini belum pernah ke luar negeri. Itu bukan tanpa usaha, sebelum ini saya sudah 3 kali berusaha ke luar negeri melalui beberapa program. Baik ke Jepang, Filipina, maupun China. Namun Allah punya rencana lain. Inshaa Allah di waktu yang akan datang Allah wujudkan itu. Saya percaya Allah selalu punya rencana luar biasa yang sulit diterka. Allah maha memberi yang terbaik. Tugas kita terus berusaha dengan segala daya, berdo’a dan menyerahkan seutuhnya hasil pada Dzat Yang Maha Berkehendak, Allah. (note: nyari yang 100% gratis susah, yuk mulai nabung buat ke luar negeri).

Sebagai penguat mimpi dan motivasi bergerak ke luar negeri yuk kita tengok kisah muslim inspiratif yang dikenang oleh sejarah dunia. Beliau lah Ibnu Batutah atau Abu Abdullah Muhammad bin Battutah. Sungguh luar biasa Ibnu Batutah ini yang mengelilingi dunia dan melintasi 44 negara modern. Hampir 120.000 kilometer telah ditempuhnya dalam rentang 1325-1354 M. 

Perjalanan menjelajah dunia Ibnu Batutah tertuang dalam buku “Rihlah” atau "Tuhfat al-Nuzzar fi Ghara’ib al-Amsar wa-’Aja’ib al-Asfar". Rihlah merupakan catatan perjalanan dunia terlengkap yang berasal dari abad ke-14. Sebagaimana dilansir dari Republika Online bahwa ''Kehebatan Ibnu Battuta hanya dapat dibandingkan dengan pelancong terkemuka Eropa, Marcopolo (1254 M -1324 M),'' ujar Sejarawan Brockelmann mengagumi ketangguhan sang pengembara Muslim itu. Selama hampir 30 tahun, dia telah mengunjungi tiga benua mulai dari Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropa Timur, Timur Tengah, India, Asia engah, Asia Tenggara, dan Cina. Bahkan Sejarawan Barat, George Sarton, mencatat jarak perjalanan yang ditempuh Ibnu Battuta melebihi capaian Marco Polo (tiga kali lipat lebih jauh). Tak heran, bila Sarton geleng-geleng kepala dan mengagumi ketangguhan seorang Ibnu Battuta yang mampu mengarungi lauatan dan menjelajahi daratan sepanjang 73 ribu mil itu. Sebuah pencapaian yang tak ada duanya di masa itu.

Ibnu Battuta juga sempat menjelajahi bumi Nusantara. Beliau berlayar sepanjang Pantai Arakan dan kemudian Ibnu Battuta tiba di Aceh, Indonesia. tepatnya di Samudera Pasai. Di sana Ibnu Battuta tinggal selama 15 hari dan berjumpa dengan Sultan Mahmud Malik Zahir. 

Dalam catatan perjalananya, Ibnu Batutah sampai di pesisir Pasai setelah menempuh perjalanan laut selama 25 hari dari India. “Pulau itu hijau dan subur,” tulis Battuta sebagaimana dikutip Dream dari buku The Indonesia Reader, History, Culture, Politics, Selasa 18 November 2014.

Dia menulis tanaman yang banyak tumbuh di Pasai adalah pohon kelapa, pinang, cengkeh, gaharu India, pohon nangka, mangga, jambu, jeruk manis, dan tebu. Batutah juga menulis tumbuhan aromatik yang terkenal di penjuru dunia hanya tumbuh di daerah ini –dulu memang terdapat komoditas tumbuhan aromatik yang dihasilkan di daerah Barus.

Luar biasa bukan?. Demikianlah kutipan kisah penjelajah muslim yang melegenda, Ibnu Batutah. Tentu sangat luar biasa bisa mengelilingi dunia dengan keterbatasan sarana transportasi saat itu. Sungguh beruntung kita saat ini yang dimudahkan dengan berbagai sarana transportasi. Jadi sangat disayangkan jika tak ada mimpi sama sekali untuk ke luar negeri. Mari bermimpi, dan terus mengakumulasikan usaha hingga kelak kita akan tuliskan kisah penjelajahan dunia sebagaimana Ibnu Batutah, Inshaa Allah.

*Sumber:
http://www.republika.co.id/berita/shortlink/34670
https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Batutah

Thursday, August 6, 2015

Berkah Ilmu dari Guru

Standard
Pernahkah kita lihat, ada pelajar yang terlihat biasa-biasa saja dalam belajar tapi selalu berhasil mendapat nilai fantastis?. Atau pelajar yang sudah mati-matian belajar tapi tetap saja nilainya jelek?. Mungkin juga kita pernah melihat pelajar yang sibuk kesana kemari dengan begitu padat aktivitasnya tapi tetap jadi juara kelas. Dan setelah lulus mungkin kita juga pernah tahu ada alumni dengan IPK 'premium' jauh lebih mudah mendapat pekerjaan yang layak dibanding yang ber IPK 'cumlaude'.

Kadang kita bingung kenapa bisa demikian?. Hingga kita pun sempat disajikan data-data yang menjelaskan bahwa IPK bukan satu-satunya penentu diterimanya seseorang dalam kerja. Cukup rasional. Tapi tetap saja ada perkara yang ganjil dan belum bisa terjawab mengenai fenomena pelajar diatas. Bagaimana mungkin itu terjadi?.

Waktu demi waktu berjalan dan tentunya banyak hal berubah di dalam sistem pendidikan kita. Dulu banyak guru dikenal 'angker', sekarang sebaliknya, hampir tak ada. Dulu dengan mudah guru memarahi atau bahkan menggunakan kekerasan pada muridnya, sekarang sebaliknya, bisa-bisa guru masuk bui jika berbuat demikian. Perbaikan cara guru mengajar di Indonesia memang harus diakui. Ketika guru memperbaiki etika mengajarnya pada murid, apakah demikian pula cara murid memperlakukan guru?. 

Faktanya kini kita menemukan begitu banyak murid mencaci, menghina, dan mengolok-olok gurunya tanpa sungkan. Jika guru keliru si murid tak selalu berusaha menjalin komunikasi baik pada gurunya, namun malah menghujat dibelakang. Ini bukan rahasia lagi, semua sudah tahu. Bahkan ada julukan-julukan aneh yang diberikan murid pada gurunya. Misalkan guru yang cerewet diberi julukan 'si comel'. Demikian juga guru lain yang pastinya punya kekurangan. Terutama guru yang agak pelit nilai pasti akan jadi sasaran empuk gosipan para siswa.

Sebenarnya jika kita renungi secara mendalam, nampaknya ada etika murid yang menurun. Dulu yang saya tahu dari para orang tua, guru menjadi orang yang sangat disegani. Boro-boro dicaci, guru selalu jadi sosok yang dihargai. Seolah banyak yang lupa bahwa dalam belajar kita mengharapkan keberkahan dari ilmu. Dan syarat keberkahan itu salah satunya adalah dengan memenuhi adab menuntut ilmu, khususnya adab kepada guru.

There is invisible hand

Dalam buku 'Taziyatun Nafs' karya Sa'id Hawwa salah satu adab yang harus dikedepankan oleh pencari ilmu adalah larangan sombong kepada orang yang berilmu dan durhaka pada guru. Guru diposisikan sebagai orang yang berilmu dan sosok yang patut dihargai. Sikap tak beradab pada guru baik dalam bentuk mencaci, menggunjing berlebihan, dan lainya dikhawatirkan merupakan buah dari kesombongan dalam hati. Jika hati seseorang sombong maka susah ilmu masuk padanya. Sebagaimana teko yang akan dituangkan isinya ke gelas, jika posisi gelas lebih tinggi daripada teko maka air tak akan masuk ke gelas. Demikian pula ilmu, jika seseorang memposisikan dirinya lebih mulia (sombong) daripada gurunya maka ilmu akan susah masuk. Kira-kira demikian.

Maka bagi seorang pelajar menjadi sangat penting untuk mempelajari dan berusaha menerapkan adab menuntut ilmu, terutama bagaimana memuliakan guru sebagai orang yang mengajari kita ilmu. Jika adab menuntut ilmu diterapkan dengan baik in shaa Allah akan ada kemudahan dalam belajar, We must be remember about the invisible hand. Allah yang berkehendak memuliakan siapapun dengan ilmu. Dengan demikian keberkahan pun in shaa Allah lebih dekat. Bukankah keberkahan itu yang kita inginkan?. Karena keberkahan lah yang menjadikan hidup tentram dan bahagia. Inilah saatnya kita kembali menengok bagaimana diri kita dan bersiap memperbaikinya.

Tuesday, August 4, 2015

Mulailah Berbagi

Standard
Jika kau punya emas setumpukan gunung merbabu, sudikah kau bagikan separuhnya?.
Jika kau punya uang sepenuh ruang tamumu, sudikah kau bagikan sepertiganya?.
Jika kau yang punya seluruh padi-padian disegenap penjuru negeri, sudikah kau bagikan seperempatnya?.
Manusia memang kikir. Bertambanhnya harta tak selalu setara dengan bertambahnya aksi berbagi. Bertambahnya nikmat duniawi tak selalu menjadi pikir untuk siapa lagi nikmat ini perlu dibagi. Sampai kapankah itu terjadi?.

Barangkali sampai ujian kemiskinan atau kesengsaraan datang melanda. Disana manusia baru sadar betapa nikmatnya, betapa indahnya, dan betapa luar biasanya yang ia miliki, Hingga sesal yang tersisa, kenapa belum sempat berbagi?.

Maka, sebaik-baik hak milik adalah yang dibagikan. Sekecil apapun, seminim apapun, sesederhana apapun. Demikianlah aagar hak milik menjadi berkah dengan berbagi.

Jika kita merasa tak punya harta, bisalah kita bagikan ilmu yang utama. Jika tak punya keduanya, bagikan tenaga juga bisa. Atau ketika kita merasa tak punya apapun untuk dibagi, maka tersenyumlah karena dengan senyum kita telah berbagi bahagia.

Mari bersama berbagai, sekecil apapun, mulailah!

Saling Berlomba

Standard
Ketika kita ingin lebih baik daripada yang lain, apakah wajar?.
Ketika kita ingin lebih mulia daripada yang lain, apakah wajar?.
Dan ketika kita ingin menjadi pemenang diantara yang kalah, apakah wajar?.

Menjadi wajar karena sejatinya manusia hidup dengan naluri kompetisi. Mereka ditakdirkan untuk berlomba menunjukan mana yang lebih baik. Manusia selalu dan secara berlanjut mempertahankan eksistensi mereka dengan berlomba.

Hingga pada suatu waktu semua sadar bahwa menang dan kalah adalah kewajaran. Kadang kita kalah, kadang juga menang. Kadang kita bahagia karena menang, kadang kita menangis karena kalah. Keduanya silih berganti dipergilirkan.

Dalam lingkup terkecilpun kita berlomba. Sebagaimana berlombanya diri yang berusaha menang atas nafsu. Sebagaimana semangat bekerja yang berusaha menang atas lelah. Kita terus berlomba di setiap detiknya untuk jadi pemenang.

Sampai pada suatu kertika kemenangan hakiki itu tiba. Disanalah piala kemenangan sesungguhnya kita terima. Hasil dari kemenangan yang jumlahnya lebih banyak dari kekalahan. Kemenangan akumulatif yang diperjuangkan dengan cucuran kringat, darah, dan air mata.

Maka berkejar-kejaran menuju kemenangan menjadi utama. Dimana kemuliaan itu didapat. Dimana cinta itu diraih. Dan dimana kelegaan telah bermetamorfosa menjadi kenikmatan yang mengalir disekujur tubuh karena jiwa ini telah berlomba, terkoyak, penuh luka perjuangan.

Monday, July 6, 2015

Mahasiswa Prestatif Kontributif

Standard
Mahasiswa, apa yang pertama terbayang jika anda mendengar kata "mahasiswa"?

Mungkin kebanyakan orang akan berkata, mahasiswa itu "idealis". Ada juga yang berpendapat mahasiswa itu "intelektual". Atau mahasiswa itu "tukang demo". Serta masih banyak lagi image mahasiswa dari yang baik hingga buruk.

Tetapi ada dikotomi ekstrim yang sekarang berekembang pada mahasiswa, yaitu "prestatif" dan "kontributif". Sejatinya "prestatif"  memiliki arti "hasil atau pencapaian dalam sebuah usaha". Namun mengalami reduksi dalam konteks mahasiswa. Mahasiswa disebut berprestasi jika sukses di akademik dan/atau perlombaan. Mahasiswa berprestasi lekat dengan gambaran sesosok mahasiswa dengan IPK tinggi, banyak menang di berbagai lomba, dan berkesempatan exchange. Disisi lain keberhasilan mahasiswa di bidang organisasi dianggap bukan suatu prestasi, melainkan bentuk "kontribusi". 

Walaupun sebenarnya "kontribusi" bermakna sebagai "sumbangsih" seseorang pada orang lain atau lingkunganya. Jika demikian definisinya, maka saya pikir mahasiswa berprestasi juga bisa disebut berkontribusi karena memiliki sumbangsih dalam menimbilkan optimisme di tengah mahasiswa. Namun, sebagaimana "prestatif", kata "kontribusi" juga mengalami penyempitan makna hanya bagi orang-orang yang aktif berorganisasi/non akademik. Hal demikian terjadi karena sebuah pandangan bahwa "kontribusi" merupakan kebermanfaatan yang bisa dirasakan secara langsung kepada publik, misalnya penyelenggaraan event yang bisa diikuti dan dinikmati banyak orang. Atau penyelamatan mahasiswa yang terancam "DO" karena tidak mampu membayar UKT.

Jika memang harus menggunakan makna kata "prestasi" dan "kontribusi" yang tereduksi, maka bisa dibilang sekarang ini sangat minim menemukan orang-orang yang "prestatif-kontributif". Keduanya didikotomikan secara ekstrim sebagai 2 kutub yang tak mungkin bisa menyatu. Aktivis organisasi walaupun disiebut "kontributif" tapi identik dengan miskin prestasi karena IPK yang jeblok, lulus lama, tak pernah menang lomba, apalagi mengikuti student exchange. Demikian juga seorang mahasiswa yang disebut "prestatif", selalu identik dengan mahasiswa yang ambisius mengejar target pribadi, apatis, kutu buku, serta minim kemanfaatan bagi orang lain.

Apakah image tersebut bisa hilang?. Saya bilang "bisa". Bagaimana caranya?

Yang perlu kita lakukan sebagai mahasiswa adalah memulai usaha menjadi sosok "prestatif" dan "kontributif" secara bersamaan. Tentu bukan suatu yang mudah, butuh kerja keras dan perencanaan yang baik untuk dapat mencapainya. Entah usaha kita bisa diartikan sukses atau tidak. Tapi menjadi tugas utama kita adalah meyakini "tidak ada dikotomi antara prestasi dan kontribusi". Keduanya adalah satu kesatuan dari sosok yang disebut "mahasiswa". Setelahnya kita punya peran penting untuk menyebarkan semangat ini pada mahasiswa di segenap penjuru kampus dan negeri.

Salam Prestatif-Kontributif!

Wednesday, July 1, 2015

Aku Bebas

Standard
Kadang aku merasa menjadi sosok yang paling tak mengenali diriku sendiri. Kadang aku merasa aku tak merdeka, diriku tersandera. Pikiran bebasku kabur. Begitu sulitnya memahami apa mauku, mimpiku, dan jalanku. Apalagi begitu banyak realita menghimpit, belomba dengan pikiran dan mimpiku, saling meniadakan.

Tapi, aku bebas
Aku bebas sebebas-bebasnya
Lepas
Tak ada satu pun bisa menghalangi
Mimpi yang telah terpatri
Aku berjanji

Aku bebas
Aku bebas
Aku bebas
Aku bebas menjadi diriku seutuhnya

Dan perjuangan inipun terus berlanjut dengan jiwa yang merdeka dan bebas. Bebas dari belenggu nafsu yang selalu menghadang. Kebebasan bukanlah ketika kita tidak punya kesibukan apa-apa, bukan pula ketika kita bisa melakukan segala hal, tapi kebebasan adalah ketika kita sanggup terlepas dari cengkraman nafsu yang merajai. 

Saturday, June 6, 2015

Sensasi Praktik Kerja Lapangan

Standard
Waktu berjalan begitu cepat. 23 hari menapaki satu lagi tahap untuk menjadi Sarjana Gizi. Praktik Kerja Lapangan Blok Pelayanan Gizi Institusi & Blok Asuhan Gizi Klinis Penyakit Metabolik dan Degeneratif. Tempat Prakitik Kerja Lapangan saya kali ini adalah di Yayasan Ali Maksum dan RSUD Kota Jogja. Satu momok yang paling menakutkan bagi saya adalah ketika harus PKL di rumah sakit. Awalnya rumah sakit memang terbayang begitu seram di benak saya, tak ada sama sekali keinginan untuk bekerja di rumah sakit setelah lulus. Menjadi ahli gizi rumah sakit begitu kaku dan tak menyenangkan, ujar saya dulu. 

Tapi, memang benar "tak kenal maka tak sayang". Kita tak akan pernah bisa mencintai sesuatu tanpa mengenal terlebih dahulu, maka kita perlu mengenal. 23 hari berjalan begitu cepat dan tak sadar tiba-tiba selesai. Jika dari awal kita tak suka terhadap sesuatu bisa jadi ini akan jadi beban mendalam dalam setiap langkah. Namun, ternyata bisa jadi dari yang awalnya tak suka kita bisa jadi suka.

Ada suka duka menjadi ahli gizi rumah sakit. Tapi berkat kesempatan mengasuh 2 pasien sakit jantung dan ginjal membuat ada satu perasaan lain yang muncul dari sekedar beban. Mengasuh pasien berarti menjaga dan bertanggungjawab. Kita ingin bukan pasien yang kita asuh segera sembuh?. Dan sungguh nikmat rasa itu, Allah beri izin bagi 2 pasien itu untuk segera pulang ke rumah. Disitu saya merasa benar-benar bangga dan bahagia menjadi calon ahli gizi.

Sejak saat itu pandangan saya tentang ahli gizi rumah sakit tak seburuk dulu. Pada akhirnya dimanapun saya akan berkarya kelak tak menjadi masalah besar. Yang paling penting adalah bagaimana caranya berkarya dan melakukan kerja yang berdampak luas.  







Bahagia Bersama Kalian Kawan

Standard
Kita memang tak boleh melankolis, tapi ekspresi dari kebahagian yang memuncah memang sering membuat diri terenyuh. Begitu bahagia dan sudah semestinya bersyukur dikelilingi oleh orang-orang luar biasa. Kita tak akan pernah bisa merubah apapun di dunia jika sendiri, kolaborasi dan kerjasama adalah niscaya. Bahagia bersama kalian kawan :)



Monday, May 25, 2015

Rutinitas yang "itu-itu saja"

Standard
Melakukan rutinitas sering kali membosankan. Terlebih jika kurang mencintai apa yang dilakukan. Dari bangun tidur di pagi hari hingga tidur lagi di malam hari, tentu kita punya banyak aktivitas. Dari mulai ibadah, makan, mandi, kuliah, bekerja, dan begitu banyak lainya. Semua berulang tiap hari hingga hitungan minggu, bulan, bahkan tahun.

Itu-itu Saja!. Banyak yang mengeluh demikian. Rutinitas memang menuntut kita untuk disiplin dalam mengambil peran sesuai keharusan. Namun, jangan pernah rutinitas membuat kita terjebak dalam kekosongan visi.

Lagi-lagi, visi menjadi penting untuk menilai apa yang kita lakukan. Bisa jadi orang melakukan hal yang sama tapi dengan visi yang berbeda, maka nilainya pun berbeda. Si A menyapu, Si B juga menyapu, sama-sama menyapu!. Namun bedanya, Si A menyapu karena tuntutan kerja dan rutinitas, tidak lebih. Sedangkan B menyapu karena menyapu adalah bagian dari kerja lingkungan yang bermanfaat dan menghasilkan nafkah bagi keluarga, lebih bernilai!.

Aktivitas yang itu-itu saja tentu sangat wajar membuat kita bosan. Maka menjadi penting untuk rehat sejenak, tentu dengan hal yang positif. Walaupun sekedar tidur, nonton film, atau bersilaturahim. Apapun hal positif akan membuat jiwa kita menjadi kembali segar dan siap beraktivitas lagi.

Maka kegiatan yang itu-itu saja akan tetap terasa menggairahkan. Karena didalamnya termaktub visi mendasar, tujuan mulia, dan harapan lebih dari sekedar kemaanfaatan untuk diri sendiri. Jauh dari itu konsistensi dalam menjalani yang "itu-itu saja" memiliki cita besar untuk selalu menebar manfaat secara luas. Karena seyum saudara kita begitu berarti.

Saturday, May 16, 2015

Kekuatan Cinta

Standard
Kini aku merasakan bisik termanis di telingaku. Desir terlembut di sekujur tubuhku. Helaan ternikmat di setiap hembus nafasku. Serta perasaan terindah di lubuk hatiku. Nampaknya benar, inilah yang disebut cinta.

Mungkin ini adalah jawaban dari begitu banyak pertanyaan. Mengapa kadang hidup terasa berat dan membosankan. Karena mungkin demikian adanya hidup tanpa cinta. Namun ketika hidup selalu disertai dengan cinta, maka cinta itu lah yang membuat diri jutaan kali lebih tangguh.

Cinta membuat lelah tak terasa. Karena setiap energi yang diserap menjadi seperti bahan bakar yang menghidupkan api semangat. Terus berkobar, menerangi, dan bertahan begitu lama. Menjaga hati dan diri bertahan di garda terdepan perjuangan.

Pekerjaan tak menjadi beban, terasa seperti hobi atau bahkan mainan. Karena cinta mampu membuat setiap hari terasa liburan. Tak perlu menunggu akhir pekan, karena setiap hari adalah akhir pekan.

Begitu dasyat kekuatan cinta, mengalahkan segala peluh dan keterbatasan. Jika hidup disertai cinta, sepertinya akan mustahil keputusasaan dan kekufuran terjadi. Menjadi indah jika setiap pekerjaan disertai dengan cinta.

Yah, nampaknya demikian. Aku sedang jatuh cinta terhadap apa yang ku lakukan. Kan ku rawat agar cinta ini tumbuh subur, mengakar kuat, berdaun rindang, dan berbuah lebat. Sungguh unik, namun demikianlah kekuatan cinta, begitu menakjubkan.

Berisaplah untuk kerja-kerja cinta.

Monday, April 20, 2015

Ide Sederhana untuk Indonesia

Standard
Indonesia dimasa depan adalah negeri yang berkomitmen untuk memenuhi hak rakyat. Dengan menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran terhadap rakyat. Maka besar mimpi kita bahwa orientasi kekuasaan para petinggi ditekan sedalam-dalamnya. Yang ada hanya orientasi untuk mewujudkan tatanan Indonesia yang lebih baik dan rakyat yang sejahtera.

Mari kita mulai bermimpi dari sektor pendidikan. Maka tak ada kerusakan tanpa ada yang memperbuat dan yang berbuat kerusakan itu adalah manusia yang punya akal. Lalu bagaimana akal itu digunakan?. Doktrinasi yang keliru dalam proses pendidikan saat ini berujung pada cacatnya moral bangsa. Jika mau kita menelisik, pendidikan yang ada sekarang ini hanya berorientasi pada satu hal, materi. Hal yang paling dicari oleh para siswa dan mahasiswa adalah dua hal. Pertama tentang bagaimana mereka mendapat nilai tinggi dan kedua tentang bagaimana mereka mendapat pekerjaan yang layak. Padahal sejatinya pendidikan ada bukan untuk itu. Pendidikan ada untuk mencerdaskan bangsa dan membebaskan jiwa. Dimana dengan jiwa yang bebas dari ketergantungan dan tipudaya diiringi kecerdasan akan mengarahkan manusia menuju kesejahteraan. Maka sudah waktunya kita mesti mengalihkan orientasi material dari pendidikan ini, walaupun tentu tak mudah. Moral and vison approach menjadi solusi yang ampuh untuk menjawab permasalahan sumber daya manusia Indonesia. Dimana penekanan dalam proses pendidikan terhadap sisi visi pendidikan dan moral dilakukan lebih dalam. Dimulai dengan sistem dan alokasi khusus untuk menekankan hal ini serta upaya pembentukan kurikulum berbasis moral and vison approach.

Berlanjut ke kebutuhan mendasar masyarakat yaitu pangan. Kita mesti menggalakan solusi terhadap krisis pangan. Yaitu dengan produksi pangan nasional sebagai tumpuan sehingga kemandirian dan kedaulatan dapat dicapai. Berangkat dari kesadaran bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Namun, sangat disayangkan manusianya belum bisa mengolah dengan baik. Maka perlu ada upaya strategis dan berkelanjutan dalam menggalakan produksi pangan nasional. Komponen pangan nasional meliputi pertanian, peternakan, dan perikanan beserta pengolahan dan pemasaranya. Maka yang pertama harus dibangun adalah kesadaran masyarakat bahwa bekerja di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan bukan pekerjaan hina yang memiskinkan. Disini perlu peran serta kalangan intelektual dan pemerintah untuk mendorong. Pemerintah berfungsi sebagai pemersatu dan kolaborator berbagai komponen masyarakat sehingga ada high power dalam membangun sektor pagan. Kalangan intelektual yang mengenyam pendidikan di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan juga sangat dibutuhkan. Sehingga tidak ada lagi lulusan sarjana pertanian, peternakan, dan perikanan yang memilih bekerja di swasta atau alih sektor dibanding di bidang keilmuanya. Dengan adanya dorongan dari pemerintah dan kalangan intelektual maka masyarakat akan lebih peduli dan berkemauan untuk turut serta mendorong berkembangnya sektor pangan.

Kebijakan pemerintah bisa dimulai dengan melakukan hal yang sederhana dengan maping area. Sehingga setiap daerah memiliki alokasi khusus area mana saja yang harus diperuntukan untuk sektor pertanian, perikanan, dan peternakan, bukan untuk sektor lain. Karena selama ini faktanya banyak lahan yang harusnya diperuntukan untuk pertanian, peternakan, dan perikanan malah dialihkan ke sektor industri. Kemudian menunjang kebutuhan petani dengan pembinaan berkelanjutan sehingga para masyarakat tersebut merasa tidak sendirian dan berkembang secara bertahap dan terencana. Konsep Agro Point yang ada di setiap desa pengkhususan pertanian, peternakan, dan perikanan menjadi salah satu mimpi saya di masa depan. Daerah dimana memiliki karakter pengembangan pertanian, peternakan, atau perikanan kita sebut sebagai area percepatan budidaya. Diarea tersebut memiliki agro point yang menjadi pusat pengembangan pertanian. Di agro point tersebut menyediakan berbagai kebutuhan terkait budidaya dengan harga murah dan subsidi pemerintah, misalnya pupuk dan bibit. Yang berbeda adalah disini petani juga dibina. Upaya pembinaan dan pendampingan ini bertujuan agar segala kesulitan dan hambatan yang dialami petani bisa teratasi. Pusat pengembangan ilmu pengetahuan aplikatif juga ada disini. Dimana kumpulan ahli melakukan penelitian, pengembangan, dan implementasi pada langsung pada petani setempat. Dengan integrasi sedemikan rupa maka akan terjadi peningkatan produksi pertanian, peternakan, dan perikanan  secara signifikan.

Saturday, April 18, 2015

Mengenal Advokasi Kemasyarakatan

Standard
Sebagaimana tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Advokasi bermakna “pembelaan” . Sedangkan masyarakat bermakna sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yg mereka anggap sama. Maka advokasi kemasyarakatan berarti upaya pembelaan terhadap perihal mengenai masyarakat.

Advokat adalah orang yang melakukan upaya advokasi. Secara ansich hanya dapat dilakukan oleh seseorang secara legal formal di dalam proses peradilan. Maka advokasi yang demikian disebut advokasi litigasi. Sedangkan suatu upaya pembelaan yang bisa dilakukan oleh siapapun yang memiliki semangat untuk membela jiwa yang tertindas dan mereka yang menjadi korban ketidakadilan disebut advokasi non litigasi.

Ada beberapa langkah dalam proses advokasi. Yaitu investigasi, studi kebijakan dan analisis, perumusan planing of action, deseminasi, community empowerment and development, serta pendampingan dan pengawasan.

Proses investigasi adalah kegiatan mengumpulkan data secara lengkap dan valid sebagai basis advokasi. Data yang diperlukan bisa berupa data kuantitaif, informasi subjek, media masa, stakeholders, dan literatur ilmiah. Proses investigasi menjadi suatu hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi langkah selanjutnya. Jika data yang didapat dari investigasi keliru maka menyebabkan analisis dan penyikapan kemungkinan besar keliru. Tak heran sering kali proses advokasi menghabiskan waktu cukup banyak dalam proses investigasi.

Thursday, April 16, 2015

Refleksi Pencarian

Standard
Hidup ini mengajarkan kita untuk menikmati segala proses. Memaknai bahwa setiap langkah yang kita tapaki sekarang merupakan bagian dari masa lalu sekaligus masa depan. Begitu indahnya proses ini jika kita telah berhasil memaknai arti hidup.

"Dirimu seperti yang kau pikirkan"

Pencarian tiada henti akan selalu menemani perjalanan hidup, bahkan sampai kapan pun mungkin akan tetap mencari, menghayati makna hidup dan kehidupan yang serba misterius. Mencoba menjawab segala tanya di pikiran, yang semua itu hanya akan terjawab dengan terus mencari, mencari, dan mencari.

Sampai suatu saat nanti kita  temukan alasan-alasan  kenapa Tuhan takdirkan kita disini, sebagai manusia yang punya akal dan kehendak.

Biarlah pencarian ini terus berjalan. Biarlah berbagai tanya makin menjalar di tiap neuron sebagai pertanda bahwa memang benar kata mereka, kita masih bodoh, maka harus terus belajar, mengejar ketertinggalan akan ilmu yang melangit.

Biarlah kita hidup apa adanya, karena kamu adalah kamu, aku adalah aku. Berusaha berkompromi terhadap segala kekurangan dan kelebihan diri. Kesederhanaan dan sikap apa adanya itulah yang akan membuatmu mengakui bahwa engkau manusia, punya kekurangan. Tak perlu ada gengsi dalam diri, mengakui kekurangan adalah bentuk dari kedewasaan pikir dan awal yang baik untuk menjelma menjadi sosok luar biasa. Tanpa pengakuan terhadap kekurangan, hanya akan ada manusia yang angkuh dan berhati kerdil.

Hei kawan, kamu mau jadi seperti apa?. Terserah kamu. Maka gambarkan maumu dengan jelas, makin jelas. Berproseslah makin kuat, makin tangguh. Bermesralah dengan Tuhan yang Maha Cinta, satu-satunya yang setia dimanapun, kapanpun, dalam keadaan bagaimanapun. 

Tidak semua orang berhasil memaknai hidup dengan tepat, bahkan begitu banyak yang harus berkubang lumpur hina karena salah memaknai hidup. Bagi kamu yang masih dan terus mecari, dengarkan senandung indah di setiap degup jantungmu.

"Manusia menjadi mulia bergantung isi hatinya"

Tuesday, April 14, 2015

Membangun Critical Thinking dengan Membaca

Standard
Bertemu dengan banyak orang, melihat dinamika sosial, dan konflik kepentingan. Semua makin membuka mata kita bahwa butuh peran mahasiswa untuk menjadi social control. Mahasiswa harus mampu menjawab tantangan zaman dengan selalu kritis berfikir, peduli, dan merespon dengan cepat segala fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat. Kepentingan memang selalu ada di masyarakat dengan begitu banyak hal yang melatarbelakanginya, pada akhirnya kejelasan sikap menjadi kunci bagaimana hendaknya kita melangkah dan bagaimana hendaknya kita berpihak. Kesemua itu akan membawa dinamika sosial yang sulit diramalkan. Jikalau tidak ada pihak yang mampu menjadi social control pastilah akan ada orang yang dirugikan. Lebih parah lagi bisa berujung pada rusaknya tatanan sosial yang ada di masyarakat.

Membangun logika pikir kritis sebagai pondasi dalam perumusan masalah dan membangun solusi yang tepat. Bicara tentang dinamika dan konflik sosial, kita bicara masalah yang begitu kompleks. Tidak cukup hanya diselesaikan dengan pikiran sederhana, maka critical thinking mesti terus diasah. Mengasah critical thinking bisa dilakukan dengan banyak hal. Membaca, diskusi, dan menulis menjadi tiga hal pokok untuk membangun critical thinking. Namun sayang ini sering dilupakan dan tidak menjadi prioritas bagi sebagian mahasiswa.

Memulai dengan membaca. Bagi mahasiswa sosio humaniora akan terasa lebih ringan membaca buku-buku yang linear dengan apa yang di pelajari di bangku kuliah. Namun lain cerita dengan mahasiswa sains, teknik, atau bahkan fakes akan cukup sulit untuk sekedar meluangkan waktu membaca banyak buku-buku yang melatih critical thinking. Solusi terbaik dari masalah tersebut adalah memulai dengan kuantitas minimal dan manajemen waktu mebaca. Memulai dengan kuantitas minimal bisa dilakukan sebagai permulaan. Cukup membaca 1 hingga 2 lembar sehari barangkali menjadi awal yang baik untuk membiasakan diri. Lama kelamaan kebiasaan itu akan mengalir seiring dengan kenikmatan yang dirasakan saat membaca memenuhi hasunya diri akan keilmuan. Perlahan tapi pasti kuantitas pun akan bertambah.

Wednesday, April 8, 2015

Makna Mendalam “Negarawan Muda”

Standard
Indonesia kini sedang dirundung duka. Begitu banyak masalah multi sektoral melanda negeri ini. Sektor ekonomi dilanda liberalisasi, sektor hukum yang seolah mati, sektor politik yang carut-marut, dan berbagai sektor lain yang tak kalah mengenaskan. Masalah multi sektoral tersebut  tak kunjung membaik, namun makin parah.
Pasti hati kita teriris melihat ironi negeri ini. Hingga kemudian pikiran kita mengarah pada satu fenomena nyata berupa krisis moral dan kepemimpinan. Nampaknya tepat jika maslah tersebut kita nisbatkan pada krisis moral dan kepemimpinan yang melatarbelakanginya. Di desa atau kota nampaknya sama saja. Masyarakat di jalan-jalan, petinggi di gedung megah, hingga anak di rumah-rumah semakin tak malu saja memperlihatkan sikap amoralnya. Tawuran antar pelajar sudah biasa, bentrok antar kampung membudaya, mencontek di sekolah sudah mengakar kuat, bahkan banyak kita temui di setiap rumah anak dididik untuk apatis.
Material oriented menjadikan banyak orang terforsir hanya mengejar pencapaian pribadi, tanpa peduli permasalahan lingkungan. Alhasil degradasi moralpun terjadi akibat sekolah-sekolah formal yang berperan besar dengan minimnya didikan  moralitas. Keluarga pun demikian, sangat sedikit yang memprioritaskan didikan moral dibanding matematika atau bahasa inggris.  Orang yang sudah terbiasa didik dengan material oriented jika suatu saat didaulat menjadi pemimpin maka bisa ditebak bagaimana jadinya. Negeri ini akan semakin rusak.
Seringkali amanah kepemimpinan hanya dianggap sumber penghidupan. Maka sah-sah saja bagi mereka berusaha merauk sebanyak mungkin kepentingan pribadi. Masyarakat dikhianati dengan janji palsu dan gombalan manis saat pemilu. Akibat yang sangat kentara adalah maraknya tikus berdasi yang memakan uang rakyat. Itulah hasil dari degradasi moral.