“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya
gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran” (Q.S.
Al-Hijr: 19)
Bumi Allah
begitu luas. Terhimpun dari benua, pulau, dan perairan. Terbagi menjadi sekitar
200 negara modern. Tempat tinggal bagi sekitar 7,2 miliar manusia ciptaan-Nya.
Menyimpan kekayaan alam luar biasa. Serta saksi bisu bergulirnya sejarah
manusia dari waktu ke waktu.
Begitu
tua usia bumi, konon mencapai 4.54 miliar tahun. Namun di usia senjanya seolah
tak ada lelah, ia tetap mempesona memancarkan cantiknya. Sebagaimana benda
antik, makin tua bumi kita menjadi makin bernilai, menyimpan rahasia kehidupan.
Maka
tak heran telah tertulis dalam catatan sejarah kisah-kisah penjelajah dunia.
Mereka rela berpisah dengan sanak saudara untuk menelusuri bumi Allah.
Bertahun-tahun mereka habiskan untuk menjelajahi segenap penjuru bumi.
Mengorbankan harta, waktu, dan bahkan nyawa. Tapi itu lah harga mahal yang
harus dibayar untuk bisa melihat keagungan Allah melalui ciptaan-Nya.
Kisah
penjelajahan dunia memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang. Ada yang
sedari awal berorientasi mencari materi, baik berupa tanah subur, rempah,
berdagang, dan sejenisnya. Ada yang tergila-gila pada pesona bumi sehingga rela
banyak berkorban untuk menjelajahinya. Atau dewasa ini, berkeliling dunia
menjadi sarana hiburan yang mujarab melepas penat.
Di
era trasportasi dan media yang begitu canggih saat ini perpindahan orang dari
satu tempat ke tempat lain begitu mudah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit
seseorang sudah bisa berpindah dari benua satu ke benua lain. Tak heran
berkeliling dunia menjadi sangat menarik untuk refreshing.
Bagi
seorang Ridwan Kamil, sang Wali Kota kelas dunia. Berkeliling dunia adalah cara
untuk mendapatkan referensi. Untuk kemudian referensi itu diterapkan di negeri
kita dengan atau tanpa improvisasi. Maka bagi kita yang ingin melakukan banyak
perubahan dan menjadi solution maker
berkeliling dunia adalah wajib.
Berkisah
tentang penjelajahan dunia bagi orang yang sama sekali belum pernah ke luar
negeri macam saya terasa begitu sulit. Tapi terus terang, ini semacam pacuan
untuk terus berjuang mewujudkan mimpi keliling dunia.
Saya
ingin dan harus segera menjelajahi dunia. Apa pentingnya?. Bagi saya pergi ke
luar negeri dan menjelajahi dunia bukanlah pilihan yang sifatnya opsional, tapi
keharusan yang mutlak. Mengapa?. Saya sepakat dengan yang disampaikan pak
Ridwan Kamil bahwa berkeliling dunia akan membuka cakrawala berpikir.
Berkeliling dunia akan membuka kesempitan cara pandang kita dan membuat kita
punya banyak referensi tentang perubahan yang kita dambakan bagi Indonesia
tercinta.
Sekalipun
sampai detik ini belum pernah ke luar negeri. Itu bukan tanpa usaha, sebelum
ini saya sudah 3 kali berusaha ke luar negeri melalui beberapa program. Baik ke
Jepang, Filipina, maupun China. Namun Allah punya rencana lain. Inshaa Allah di
waktu yang akan datang Allah wujudkan itu. Saya percaya Allah selalu punya
rencana luar biasa yang sulit diterka. Allah maha memberi yang terbaik. Tugas
kita terus berusaha dengan segala daya, berdo’a dan menyerahkan seutuhnya hasil
pada Dzat Yang Maha Berkehendak, Allah. (note: nyari yang 100% gratis susah,
yuk mulai nabung buat ke luar negeri).
Sebagai
penguat mimpi dan motivasi bergerak ke luar negeri yuk kita tengok kisah muslim
inspiratif yang dikenang oleh sejarah dunia. Beliau lah Ibnu Batutah atau Abu Abdullah Muhammad bin
Battutah. Sungguh luar biasa Ibnu Batutah ini yang
mengelilingi dunia dan melintasi 44 negara modern. Hampir 120.000 kilometer telah ditempuhnya dalam rentang 1325-1354 M.
Perjalanan
menjelajah dunia Ibnu Batutah tertuang dalam buku “Rihlah” atau "Tuhfat al-Nuzzar fi Ghara’ib al-Amsar wa-’Aja’ib
al-Asfar". Rihlah merupakan catatan perjalanan dunia terlengkap yang
berasal dari abad ke-14. Sebagaimana dilansir dari Republika Online bahwa ''Kehebatan Ibnu Battuta hanya dapat
dibandingkan dengan pelancong terkemuka Eropa, Marcopolo (1254 M -1324 M),''
ujar Sejarawan Brockelmann mengagumi ketangguhan sang pengembara Muslim itu.
Selama hampir 30 tahun, dia telah mengunjungi tiga benua mulai dari Afrika
Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropa Timur, Timur Tengah, India, Asia
engah, Asia Tenggara, dan Cina. Bahkan Sejarawan Barat, George Sarton, mencatat
jarak perjalanan yang ditempuh Ibnu Battuta melebihi capaian Marco Polo (tiga
kali lipat lebih jauh). Tak heran, bila Sarton geleng-geleng kepala dan
mengagumi ketangguhan seorang Ibnu Battuta yang mampu mengarungi lauatan dan
menjelajahi daratan sepanjang 73 ribu mil itu. Sebuah pencapaian yang tak ada
duanya di masa itu.
Ibnu Battuta juga sempat menjelajahi bumi Nusantara. Beliau
berlayar sepanjang Pantai Arakan dan kemudian Ibnu Battuta tiba di Aceh,
Indonesia. tepatnya di Samudera Pasai. Di sana Ibnu Battuta tinggal selama 15
hari dan berjumpa dengan Sultan Mahmud Malik Zahir.
Dalam catatan perjalananya, Ibnu Batutah
sampai di pesisir Pasai setelah menempuh perjalanan laut selama 25 hari dari
India. “Pulau itu hijau dan subur,” tulis Battuta sebagaimana dikutip Dream
dari buku The Indonesia Reader, History,
Culture, Politics, Selasa 18 November 2014.
Dia menulis tanaman yang banyak tumbuh di
Pasai adalah pohon kelapa, pinang, cengkeh, gaharu India, pohon nangka, mangga,
jambu, jeruk manis, dan tebu. Batutah juga menulis tumbuhan aromatik yang
terkenal di penjuru dunia hanya tumbuh di daerah ini –dulu memang terdapat
komoditas tumbuhan aromatik yang dihasilkan di daerah Barus.
Luar biasa bukan?. Demikianlah
kutipan kisah penjelajah muslim yang melegenda, Ibnu Batutah. Tentu sangat luar
biasa bisa mengelilingi dunia dengan keterbatasan sarana transportasi saat itu.
Sungguh beruntung kita saat ini yang dimudahkan dengan berbagai sarana
transportasi. Jadi sangat disayangkan jika tak ada mimpi sama sekali untuk ke
luar negeri. Mari bermimpi, dan terus mengakumulasikan usaha hingga kelak kita akan tuliskan kisah penjelajahan dunia
sebagaimana Ibnu Batutah, Inshaa Allah.
http://www.republika.co.id/berita/shortlink/34670
https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Batutah