Wednesday, October 18, 2017

Madrasah hidup kita

Standard

Menjadi jamak diketahui, setiap proses naik tingkat butuh ujian. Dimanapun, hampir tanpa eksklusi. Termasuk dalam madrasah hidup kita. Ujian silih berganti setiap waktu untuk menentukan, apakah sudah layak kita naik tingkat? Jika belum, ada saja fasilitas ujian remidiasi atau kelas pengayaan agar apa? Agar pada akhirnya kualitas tumbuh dan lalu naik tingkat. Itu harapanya.
 
Hidup ini memang betul seperti madrasah; lengkap dengan kurikulum, proses belajar dan ujianya. Kita pun bertemu guru-guru kehidupan yang mengajarkan ilmu berharga. Hingga pada akhirnya raport akan diumumkan di episode final kehidupan semesta. Yang nilainya baik, maka beruntunglah ia, menerima raport dengan tangan kananya. Sebaliknya, yang celaka menerima dengan tangan kiri, lalu tersungkur malu lagi penuh sesal.

Bedanya, kita akan mengahiri madrasah hidup ini di kelas yang berbeda-beda. Ada yang setara dengan kelas satu sekolah dasar, ada juga yang sudah setingkat dengan perguruan tinggi. Semua tergantung bagaimana proses yang dijalani dalam madrasah dan seberapa giat kita belajar.

Lalu pertanyaanya, sudah kelas berapa kita saat ini? 
 
Kita tak tahu pasti, tapi bisa mengevaluasi. Yang kita evaluasi adalah, seberapa paham kita saat ini terhadap kurikulum hidup, seberapa giat kita belajar dalam madrasah hidup, seberapa bersungguh-sungguh kita berusaha menghadapi ujian hidup untuk meraih cumlaude, dan bagaimana taraf ketekunan kita mengevaluasi diri untuk dapat naik tingkat atas dasar perbaikan berjenjang.

Tiada iman tanpa ujian. Betapapun, iman bukan sekadar apa yang diucap, tapi juga yang nampak dalam perbuatan. Tuhan, betapapun tahu isi hati manusia,  perlu melihat bukti, betulkah ia ber-iman lewat ujian-ujian kehidupan. Maka singkatnya, ujian juga bagian dari konsekuensi iman. Semakin tinggi iman, ujian makin berat. Karena ujian yang sulit hanya akan diberikan pada siswa yang sudah ada di kelas lebih atas. Tentu Tuhan paling tahu detail pastinya. Yang jelas ujian akan berbanding lurus dengan kesanggupan yang diuji.

Terakhir, menjadi penting untuk disadari , bahwa madrasah hidup kita begitu singkat bergulir dalam bumi yang kian tua. Demikianpun singkatnya, ini akan menentukan kebahagiaan hakiki di alam tanpa ujian yang kekal selamanya.