Monday, October 31, 2016

Optimisme Menatap Masa Depan

Standard
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Qs. AlBaqarah:277).  

Kita selalu punya pilihan untuk optimis atau pesimis, berharap atau putus asa, semangat atau malas; namun ada satu yang mesti kita pahami bahwa tak layak bagi seorang muslim diliputi kekhawatiran dan kesedihan tentang dunia yang fana.

Harta, tahta, dan keluarga hanyalah sementara; sedangkan akhirat kekal selamanya. Tak pernah saya jumpai mereka yang mengejar dunia mati-matian kemudian mendapatkkan dunia akhirat bersamaan. Namun, bisa kita lihat mereka yang mengejar akhirat mati-matian, mereka mendapatkan akhirat dan juga dunia sekaligus.

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (Qs. As-Syura: 20).  

Bersamaan dengan kerja keras dan do’a, tawakal merupakan amalan utama yang mesti melekat pada hati seorang muslim dalam mewarnai kehidupan dalam bingkai ibadah dan dakwah.

“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Qs. Al Baqarah: 216.)

Allah bersamaku dan akan selalu memberikan yang terbaik untukku.

Wednesday, October 12, 2016

Menilik Prolematika Keamanan Pangan

Standard
Ranking Indonesia untuk keamanan pangan berada di urutan 88 dari 109 negara (The Economist Intelligent Unit, 2015).

Nyatanya makanan di pinggir jalan masih sangat diminati karena murah, enak, dan bikin kenyang. Banyak konsumen masih me-nomer-sekian-kan kesehatan sebagai dampak dari mengonsumsi makanan di pinggir jalan. Memang, tak semua makanan di pinggir jalan berbahaya, ada juga yang masih aman di konsumsi. Namun, permasalahanya terletak pada jaminan keamanan pangan yang tak ada. Sehingga jika diistilahkan secara umum disebut jajan sembarangan.

Kenapa disebut jajan sembarangan? Karena makanan yang dibeli belum jelas aman atau tidaknya, serta baik tidaknya bagi kesehatan; masih belum jelas. Konsumen dalam hal ini dianggap sembarangan karena tidak memperhatikan betul-betul apa yang masuk ke perutnya.

Padahal, makanan yang masuk ke perut tak bisa dianggap sepele. Makanan tersebut akan menentukan status gizi dan kesehatan seseorang. Jika makanan yang masuk ke perut mengandung substansi berbahaya sehingga tidak dikatagorikan aman untuk dikonsumsi, maka bisa dipastikan bahwa zat gizi yang terkandung akan rusak, berkurang, atau bahkan hanya menyisakan ampas.

Lebih jauh, makan sembarangan dapat menyebabkan keracunan, bahkan kematian. Kandunga cemaran biologis, fisik, maupun kimiawi menjadi penyebab keracunan yang kerap terjadi akibat pangan. Dampaknya tak main-main, bisa jadi ratusan hingga ribuan orang menjadi korban. Contohnya saja wabah hepatitis yang terjadi di kompleks UGM beberapa tahun silam, mampu menyebabkan 129 orang dirawat di klinik dan rumah sakit.

Monday, October 3, 2016

Hari Batik Inter(nasional)

Standard
Hari minggu kemarin (2 Oktober 2016) merupakan  Hari Batik Inter(nasional). Tanggal tersebut dipilih untuk memperingati batik sebagai warisan bangsa berkaitan dengan ditetapkanya batik pada 2 Oktober 2009 sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization).

Mengapa hari batik menjadi sangat penting?

Pertama, batik merupakan identitas Indonesia. Walaupun akar sejarah batik (dianggap) bermuara pada suku Jawa, namun, seiring berjalanya waktu hal tersebut terbukti tak tepat. Berbagai varian batik tersebar di berbagai daerah: Jawa, Madura, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, bahkan Papua. Aneka varian batik tersebut memiliki kekhasan motif dan warna sesuai budaya dan adat setempat. Sehingga menjadi tepat jika batik diidentifiksi sebagai identitas Indonesia, bukan suku jawa.

Kedua, hari batik merupakan momentum memaknai ke-bhinneka-an. Bangsa kita merupakan kumpulan dari berbagai suku, agama, dan adat. Namun kita telah bersepakat bahwa dalam perbedaan tersebut kita tetap satu, Indonesia. Meski demikian ternyata perjalanan bangsa ini tak semulus yang diangankan, karena terlalu banyak perbedaan terkadang kita lupa tentang bhinneka tunggal ika yang telah kita sepakati. Bahkan terkadang perbedaan tersebut tak menemui titik temu, hingga berpotensi menimbulkan perpecahan. Maka, hari batik nasional merupakan momentum yang tepat untuk memakani ulang ke-bhinneka-an kita. Sehingga harapanya kita sebagai warga Negara Indonesia betul-betul dapat memahami bahwa tugas kita adalah menemukan titik temu dalam setiap perbedaan, bukan memperruncing perbedaan.

Ketiga, memupuk kecintaan pada batik dan Indonesia. Di era modern ini fashion  berkembang begitu pesat, pertukaran budaya tak terbendung, dan persaingan global terjadi. Disaat itu pula kita sebagai bangsa Indonesia ditantang untuk mampu terus bertahan dan berkembang dalam nuansa persaingan yang ketat. Batik sebagai warisan seni sekaligus budaya kita tentu tak bisa terhindar dari persaingan tersebut. Kreatifitas dan inovasi disain pakaian batik dan upaya promosi menjadi kunci mundur majunya batik. Momentum hari batik nasional  tentu menjadi waktu yang tepat sekaligus kesempatan emas untuk meningkatkan kecintaan masyarakat pada batik milik Indonesia. Masyarakat tak perlu lagi malu dikatakan ndeso jika memakai batik, karena batik adalah busana modern yang bahkan telah memasuki pasar dunia.

Menjadi tanggungjawab kita sebagai warga negara sekaligus pemuda Indonesia untuk terus melestarikan batik sebagai warisan Indonesia serta terus memupuk pemahaman bhinneka tunggal ika sebagai ujung tombak pembangunan bangsa. Mari kita buktikan pada dunia bahwa perbedaan bukan sumber kehancuran, namun justru sebuah harmoni keindahan. (AZ)