Monday, January 27, 2014

Sebuah Nama: Antara Do’a dan Cita "Inspiratif Mengabdi"

Standard
Kala itu orang tua kita sibuk mencari satu atau beberapa kata. Tak seperti biasanya, mereka teramat serius membuka lembaran buku, kitab, dan berbagai sumber hanya untuk memperoleh “kata”. Begitulah yang terjadi di hari turunya malaikat kecil di bumi. Ketika tangisan pertamanya pecah, keharuan tak tertahan memuncah. 

Hanya seuntai “kata”, namun sangat bermakna. Karena kata adalah do’a dan ungkapan harapan pada buah hati tercinta. “Kata” itu lah yang akan melekat pada ia, bahkan hingga nisan kuburnya. Di setiap nama ada do’a, ada cita. Maka, setiap panggilan yang terucap adalah do’a untuk kebaikan si empunya. Begitupula kami, sebuah keluarga yang baru saja lahir. Kami ingin di setiap waktu terucap do’a untuk kebaikan bersama.

Tujuh belas Januari silam, kami resmi terlahir sebagai sebuah keluarga besar. Dengan empat puluh tiga pengurus harian dan tujuh puluh delapan staff, keluarga ini bermula, Badan Eksekutif Mahasiswa FK UGM 2014. Disinilah kami bernaung dalam perjuangan tangguh satu tahun kedepan.

“Kobaran api perjuangan ini berasal dari percikan api inspirasi”. Pendahulu kami telah membuktikan betapa hebatnya mereka, betapa kokohnya tekat mereka, dan betapa luarbiasanya perjuangan mereka. Demikian pula sahabat kami di FK UGM, di UGM, dan bahkan seluruh rakyat Indonesia. Sungguh, semangat menebar manfaat mereka luar biasa!.

Saturday, January 18, 2014

Menepis Pesimisme

Standard

"Sejarahpun terukir, pesimisme tersingkir, dan semoga mampu menginspirasi setiap diri"

Sekitar satu setengah tahun silam, saya hadir di tengah lingkungan elit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM). Sebuah fakultas ternama dan salah satu yang paling bersejarah di Indonesia. Secara kualitas jelas tidak diragukan lagi, secara eksistensi pun mana ada yang tidak mengenal Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Namun, saya hadir bukan sebagai bagian dari program studi mayoritas di sana. Melainkan dari sebuah program studi termuda dan minoritas. Bukan masalah kelak akan jadi apa, melainkan seakan saya hidup di tengah hegemony.

Latar belakang saya masuk program studi Gizi Kesehatan itu sederhana, karena saya mencintai ilmunya, mencintai apa yang akan saya pelajari. Terlepas dari itu, memang sama sekali saya tidak pernah ingin jadi dokter.  Saya bersyukur atas karunia Tuhan.

Alhamdulillah sampai detik ini pun saya masih mencintai ilmu yang saya pelajari. Namun, memang hidup di tengah hegemony kerap menjadikan kita merasa tereliminir. Tanpa mengurangi  rasa hormat saya kepada profesi lain, harus diakui bahwa masih ada fanatisme profesi.

Barangkali semua yang saya jelaskan diatas salah, karena mungkin hati saya yang terlalu ciut untuk hidup dalam optimisme. Namun, setidaknya itulah yang menjadikan saya tidak pernah berharap muluk untuk adanya kesetaraan disini. Karena asa itu hampir tiada, saya hanya mampu berusaha sekuat tenaga untuk selalu bermanfaat.

Bukan hanya di lingkungan profesi, pesimisme pun rupanya terjadi pada saya dan sebagian rekan di ranah organisasi kemahasiswaan. Sekali lagi, banyak yang merasa tereliminir sekalipun jelas itu adalah perasaan bodoh. Opini pun bertebaran di berbagai kalangan bahwa ada organisasi yang lebih tendensius  pada prodi tertentu. Termasuk  di ranah Students Government, data membuktikan bahwa semua Katua Badan Eksekutif Mahasiswa FK UGM berasal dari program studi yang sama.

Merapikan Kenangan

Standard
"Dalam dimensi waktu yang bergulir, kini kita telah memasuki pertengahan januari yang penuh dengan berkah" 

Saya bersyukur kepada Tuhan masih bisa menikmati sensasi teduh dalam musim hujan ini. Sensasi teduh ini mengantarkan saya pada dimensi mimpi di 2014, sebuah proyeks hidup. Sederhana, ada beberapa hal yang ingin saya capai di 2014 ini, salah satunya adalah menulis buku.

Namun, hingga pertengahan januari ini saya belum kunjung menulis karena bingung tema yang akan diangkat. Awalnya saya ingin buku yang insya Allah terbit di penghujung 2014 ini laris diburu orang sehingga temanya pun harus populis. Tapi setelah saya pikir ulang, apa salahnya untuk sebuah inisiasi tak usahlah terlalu muluk, cukup bisa bermanfaat bagi orang lain saja sudah alhamdulillah.

Saya berharap 2014 ini akan menjadi tahun yang berwarna. Alhamdulillah wa Innalillahi saya dipercaya menjadi Presiden Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Memang barangkali itu terlalu biasa bagi banyak orang, tapi bagi saya ini adalah momen penting. Maka dari itu, saya memutuskan dalam target menulis buku saya di 2014 ini bukan lagi untuk menjadi populer. Sederhana saja, saya hanya ingin merapikan kenangan sepanjang 2014 ini.

Maka, insya Allah buku ini akan hadir dengan terdiri dari beberapa bagian. Saya akan mem-posting beberapa bagianya di blog saya agar setiap pengunjung bisa mendapatkan manfaat, walaupun mungkin sangat sedikit. Semoga semangat merapikan kenangan ini bisa terlaksana dengan konsisten.

Saturday, January 4, 2014

Seberkas Cahaya

Standard
"Seberkas cahaya itu tak pernah memaksakan, namun mengajak mata menatap lentera"


Dalam gelapnya malam sunyi, seberkas cahaya muncul menerangi kemelut akal. Segumpal keraguan dalam hati pun luruh bersamaan dengan mengalirnya air hujan yang murni. Lagi lagi, kata-kata itu menguatkan jiwa yang lemah ini.

Kebaikan itu tak pernah memaksa, hanya berusaha sekuat tenaga untuk menerangi. Seperti seberkas cahaya, bersinar dengan kerja-kerja ikhlas tanpa harap balas budi. Hendaknya memang demikian kerja kita, seperti seberkas cahaya.

Jangan lagi ada hati yang tersakiti. Kalau memang sudah ada, maka tentu bertaubat menjadi langkah awal perbaikan niat. Kedepanya, langkah profesional menebar manfaat menjadi pembuktian, mana yang paling bersungguh-sungguh?.

Tidak selalu sistem salah, tidak juga manusianya. Namun, apakah menjadi wujud kehinaan bila kita berkaca diri?. Kemelut umat yang membelit ini seringkali terkendala oleh orang-orangnya, mungkinkah karena terlalu malas berkaca?.

Dalam ikrar malam ini, menjadi harapan besar agar seberkas cahaya itu mampu menerangi gelapnya fikir dan keruhnya hati. Senyuman indah mereka selalu kami nanti sebagai simbol suksesnya perjuangan kami. 

Wednesday, January 1, 2014

Memahami Proyeksi Tuhan

Standard
"Mimpi adalah generator semangat yang menjadikan hidup kita bergairah"

Sudah menjadi hakikat, mimpi membuat manusia tangguh dalam menghadapi tantangan hidupnya. Tantangan demi tantangan silih berganti, namun tetap saja mimpi itu menguatkan langkah kaki.

Teringat mimpi-mimpi di masa lalu, teringat pula keberhasilan dan kegagalan. Ada kalanya kita sukses dalam merengkuh mimpi terindah, dan ada kalanya pula getir kegagalan menanggalkan mimpi kita. Entah bagaimanapun hasilnya, itu lah hakikat dua dimensi hidup yang selalu ada.

Sempat saya kecewa, atau bahkan menjadi trauma untuk bermimpi. Getir kegagalan membuat saya tersungkur hampir mati rasa. Bagaimana tidak mati rasa?, apa bedanya manusia yang hidup tanpa gairah dengan benda tak bernyawa?, hampir seperti itu, sama saja. 

Walaupun sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai kegagalan, setidaknya saya tidak berhasil merengkuh dua hal besar yang saya impikan. Setelah itu saya berusaha mengintrospeksi diri, adakah yang salah?, atau barangkali bukan hak saya untuk bermimpi?.

Terlalu Kufur!, barang kali itu jawabanya. Hingga saya sadar bahwa saya terlalu jauh dari rasa syukur atas nikmat Tuhan. Dalam-dalam saya merenung tentang hakikat diri, hanya seorang hamba yang tak berdaya. Sedang Tuhan memuliakan dengan karunianya di dunia ini. Sungguh, barang kali memang terlalu Kufur!.

Tertegun jauh dalam renungan itu, sudah tertulis besar di dinding kamar "... boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" (Al-Baqarah: 216).

Disetiap keburukan pola pikir ini saya coba untuk mengambil ibroh. Sangat boleh kita bermimpi, berangan, bercita tinggi, namun pahamilah Tuhan lah yang berkuasa menentukan masa depan kita.

Kini saya memasuki dimensi baru, menjadi seorang pejuang mimpi. Nampaknya memang sangat benar, Tuhan tidak memberikan apa yang kita mau, tapi yang kita butuhkan. Yakinlah setiap jawaban dari mimpi kita adalah yang terbaik bagi kita!.