Sunday, June 26, 2016

Memaknai Ulang Penggunaan Media Sosial

Standard
Media sosial (medsos) dewasa ini lebih sering dipandang sebagai sarana eksistensi diri. Besar kecilnya pengaruh seseorang kerap diukur hanya dengan melihat jumlah follower, like, dan share medsosnya. Hal tersebut bisa dipahami dalam era modern ini. Hal yang nampak (materi) menjadi sangat menggiurkan. Segalanya bertolak pada materi. Termasuk fenomena eksistensi diri lewat media. Media sosial dinilai mampu memberikan ukuran kuantitatif yang bebas sesuai mekanisme pasar. Siapa yang paling populer dan disukai pasar akan memiliki lebih banyak follower, like, share, dan bahkan fans virtual.

Menjadi perlu dipahami lagi, dalam konteks globalisasi dimana dunia yang begitu luas dirangkum menjadi satu kesatuan, keberadaan media sosial menjadi sangat penting. Komunitas imajiner yang dibentuk melalui media sosial ini mampu menghapuskan kesenjangan jarak dan waktu. Yang jauh akan terasa lebih dekat, walaupun bisa juga sebaliknya yang dekat akan terasa jauh. Tapi pada intinya media sosial memiliki potensi yang sangat baik dalam rangka mendekatkan antar individu.

Maka kemudian memaknai kembali penggunaan media sosial menjadi sangat diperlukan. Bagaimana dalam keseharian kita berkutat dengan facebook, twitter, instagram, line, dan lainya. Meng-upload foto, memposting informasi, berbagi berita, higga mungkin stalking. Lantas apa sih yang menjadi alasan terbesar kita menghabiskan banyak waktu dengan media sosial? Bahkan yang pertama kita buka setelah bangun tidur pun sering kali media sosial, pasca solat, setelah mandi, atau bahkan saat sedang di kamar mandi. Bisa kita lihat betapa seringnya kita berinteraksi dengan media sosial. 

Bagi saya media sosial adalah cara untuk menjadi dekat. Kita tak akan bisa selalu bersama, hadir di setiap masalah yang dialami sahabat, atau sekedar bersilaturahim dengan orang-orang terdekat. Apalagi jika kita punya banyak kenalan, orang tercinta, dan jaringan luas. Tentu menemuinya setiap waktu menjadi tak mungkin. Maka disini lah media berperan. Ketika kita mengunggah foto, memposting informasi, berbagi link, dan segala aktifitas bermanfaat yang kita lakukan di sosial media menunjukan kehadiran kita di sisi mereka. Apalagi bagi kita yang sedang menjalankan amanah publik. Bagaimana aspirasi itu diterima, diolah, dan direspon menjadi sangat penting. Dibutuhkan kehadiran media sosial.


Jadi, sudah saatnya kita berubah halauan. Tak lagi ber-sosmed untuk mendapat sebanyak-banyaknya like, share, dan follower. Tak juga untuk mendapat pujian, ucapan terimakasih, atau pun mendongkrak eksistensi. Keaktifan kita bermedia sosial adalah tentang mendekatkan, menghadirkan, dan bebagi antara kita dan oran-orang tercinta. (AZ)

Thursday, June 23, 2016

Takdir Cinta

Standard

Kau bilang kau suka ini. Tempat dimana kau membuka memoar kecilmu.

Aku pun demikian.

Tapi lebih dari itu, kesukaanku adalah tentang mengenalmu lebih dekat. Walaupun pada akhirnya kita memilih untuk berjarak.

Kadang dunia memang se-bercanda itu. Tapi percayalah, orang yang tepat akan datang di waktu yang tepat.

Tentu ini tak mudah bagimu, pun bagiku, tapi lagi-lagi, semua tentang pilihan. Dan kita pun telah memilih.


Kita sama-sama tau, cinta itu sulit didefinisi. Begitu pun perasaanmu dan aku saat ini, apakah cinta atau bukan kita juga sama-sama tak tahu. Sampai akhirnya takdir dan waktu yang akan memberi jawabanya.

Dari apa yang kita lakukan
Dari bagaimana sikap kita atas perasaan itu
Dari langkah yang kita ambil

Hingga pada akhirnya cinta baru akan kita sadari di akhir cerita. Tentang siapa dan bagaimana kita mencintainya.

Kita tak pernah tahu kemana takdir akan membawa. Tapi yakinlah kita hanya perlu menjalani setiap hari dengan usaha dan do’a terbaik kita.

Wednesday, June 22, 2016

Keberuntungan

Standard
Apa makna keberuntungan menurutmu? Bagi ku keberuntungan adalah tentang kesempatan yang bertemu dengan kesiapan. Saat kesempatan datang tapi kita dalam kondisi tak siap, maka lewatlah. Tak ada keberuntungan buat kita yang demikian. Sebaliknya, saat kesempatan itu datang dan kita dalam kondisi siap menerima kesempatan itu, maka beruntunglah kita.

Lebih dari itu, keberuntungan sama sekali tak bermakna kepasifan. Keberuntungan adalah tentang keaktifan diri untuk menuju derajat siap. Hingga pada akhirnya pertemuan antara kesempatan dan kesiapan itulah yang akan berbuah manis.

Keberuntungan tak mengajarkan kita manja dan berpangku tangan. Keberuntungan mengajarkan kita berjuang dan terus memperbaiki diri. Selalu berkaca, mendengar kata orang, serta menekan ego guna perbaikan diri.

Ada lagi, keberuntungan adalah tentang kondisi yang membaik di setiap satuan waktu. Bagi kita yang selalu saja mengalami peningkatan kualitas pribadi. Serta terus mengoptimalkan produktifitas dan belajar, itulah keberuntungan, yaitu tentang nilai diri yang bertambah.  

Thursday, June 16, 2016

Untaian Cinta

Standard
Pagi itu matahari bersinar cerah. Menyinari buwana, menghangatkan samudera. Bersama denganya, burung-burung pun mengangkasa. Pagi itu benar-benar sempurna untuk memulai sebuah harapan baru dalam kehidupan. Maka, ku mulai hariku dengan senyum bahagia. Ku susuri tapak jalan panjang yang diapit pepohonan hijau nan rimbun. Nyiur pun tak mau melewatkan pagi itu, pagi yang asri. Begitu segarnya udara pagi itu. Udara perkotaan tapi tak kalah segarnya dengan udara di desa  ku yang permai.

Selepas itu ku kembali pulang, jam dinding berdetak tepat pukul 6.30. Tiba-tiba handphone ku berdering. Oh, nampaknya dia. Dia yang telah lama ku kenal. Sosok dewasa yang selalu bersuka cita. Dan yang unik, sms paginya selalu tepat pukul 6.30 hampir setiap hari. Dalam sms-nya kali ini, seperti biasa isinya hanya informasi organisasi, maklum kini aku dan dia bersama dalam sebuah organisasi berbasis pangan lokal. Ku baca, ku jawab, dia membalas, dan seterusnya hingga waktu pun tak terasa sudah pukul 7.00. Ku tinggal sejenak handphone­-ku di kursi kamar. Dua raka’at shalat dhuha ku cukupkan sebagai awal hari ku seperti biasa.

Sekembalinya ke kamar, ku raih kembali handphone­-ku. Ku baca lirih pesan darinya, bi aku sedang proses nih, ada seorang lelaki melamarku. Aku pun tersenyum dan segera merespon, wah alhamdulillah, semoga dilancarkan prosesnya, jangan lupa istikharah ya. Setelah itu tak kunjung dia menjawab. Lalu ku baringkan badanku di kasur empuk kamarku. Ku pejamkan mata, tapi tetap saja, bayangnya selalu saja muncul. Hmm, namapaknya tak bisa dengan mudah ku bohongi hatiku. Jantungku berdetak kencang kala itu, tak terkendali.

Tapi aku tak mau merusak kebahagiaanya. Dia ingin segera menikah. Sedangkan aku, untuk mengungkapkan rasa saja belum berani. Ah, ku putuskan memejamkan mata kembali. Tapi lagi-lagi wajahnya terlihat makin jelas di dalam tidurku. Apa ini?

Ku raih lagi handphone­-ku. Belum juga dia kunjung menjawab. Ku tatap cukup lama. Puluhan menit lamanya. Hingga terbersit diingatanku kata-kata ayah saat ku kecil, jujur memang kadang pahit, tapi selalu saja lebih baik. Lantas jemariku pun otomatis bergerak mengetik di atas tombol-tombol handphone­-ku yang masih jadul itu. Sejujurnya aku pun mencintaimu, tapi aku sadar aku bukan siapa-siapa. Sekarang aku pun sedang istikharah agar hati lebih mantap. Setelahnya akan ku kabarkan hasilnya padamu. Semoga kejujuran ini tak merusak apapun.

Berjam-jam tak berani ku buka handphone­-ku. Kira-kira apa ya jawabnya? ucapku lirih. Ah hidup ini harus dihadapi, terlalu pengecut untuk lari dari kenyataan. Lalu ku buka handphone-ku. Benar ternyata, panjang lebar jawabnya. Dan pastinya dia tak menduga tentang apa yang aku ungkapkan.

Pesan singkat yang saling berbalas pagi itu berakhir dengan senyum dan tanda tanya besar bagi kami, bagaimana selanjutnya? Karena ternyata dia pun belum memutuskan menerima atau menolak lamaran lelaki itu. Dan aku pun masih tetap dalam istikharahku, memantapkan diri.  (AZ)