Tuesday, October 30, 2012

Berpadu seperti Lampu, Menuju Indonesia Maju

Standard

Indonesia adalah zamrud katulistiwa yang membentang luas. Tanah air pusaka yang diperjuangkan dengan taruhan harta dan nyawa. Anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa melimpah ruah disana. Kekayaan alam tiada tara menjadi bekal bagi penghuninya. Negara kaya raya yang terletak ditengah samudra. Negara yang subur tanahnya, cocok untuk bertanam. Negara yang ramah penduduknya, menjunjung tinggi adat ketimuran. Adat yang terkenal dengan keagungan etikanya. Penduduknya sangat toleran hidup dalam keberagaman meski banyak rintangan. Inilah Indonesiaku yang kaya raya.
Sering kita mendengar pujian terhadap bangsa ini, tapi pernahkah kita merasa tersindir dengan pujian itu?. Lihatlah kenyataan bahwa Indonesia yang dikatakan kaya raya, ternyata masih banyak penduduknya yang hidup dalam kemiskinan. Negara ini sedang mengalami kemiskinan akut. Kemiskinan multidimensi yang semakin mewabah: miskin harta, miskin moral, miskin ilmu dan begitu banyak kemiskinan lain yang melanda bangsa ini. Inilah Indonesia yang kaya tapi miskin.

Sudah terlalu lama republik ini menunggu kemerdekaannya yang sesungguhnya. Saat ini kita masih hidup dalam kemerdekaan yang semu. Merdeka bermakna bebas menjalani kehidupan, namun faktanya bangsa ini masih sangat bergantung terhadap bangsa lain. Impor demi impor dilakukan: impor pangan, impor ilmu dan bahkan impor kebijakan. Lalu apakah pantas bangsa yang kaya raya ini terus bergantung terhadap bangsa lain sebegitu besarnya?.

Sekitar 250 juta penduduk Indonesia harus siap menghadapi tantangan global saat ini. Tantangan yang menuntut keterlibatan seluruh individu bangsa  untuk berjuang secara total. Lantas, yakinkah kita bahwa golongan miskin dan tak berpendidikan akan peduli dengan tantangan ini sedangkan merekapun tak pernah dipedulikan?. Tentu tak akan sedikitpun mereka peduli. Hanya ada kata pasrah di benak mereka. Padahal kita butuh perjuangan, bukan kepasrahan.

Haruskah bangsa ini kalah dalam persaingan hanya karena golongan yang termarginalkan?.  Lantas bagaimana solusinya?. Tampaknya, solusi terbaik dalam masalah ini adalah meningkatkan kepedulian. Jika kita ingin mereka peduli terhadap kemajuan bangsa ini, maka pedulikanlah mereka sebagai bagian dari bangsa ini. Berikan mereka semangat baru untuk hidup menuju kemenangan. Sadarkanlah mereka bahwa mereka adalah bagian penting dari bangsa ini. Tanpa mereka, kita tak akan mampu menghadapi tantangan zaman.

Hal penting yang harus kita ingat, di dalam golongan yang termarginalkan itu terdapat pemuda yang merupakan benih-benih masa depan bangsa. Pemuda adalah orang-orang yang akan menerima tongkat estafet perjuangan dari para pendahulunya. Mereka butuh bekal yang cukup untuk menjalankan tanggung jawabnya di masa depan.

Setiap pemuda berhak untuk memiliki masa depan yang cerah. Walaupun mereka termarginalkan, mereka tetap bagian dari bangsa ini. Jadikanlah mereka lampu yang mampu bersinar terang atau jika kita tak sudi melakukan itu, biarkanlah mereka tetap termarginalkan dan hidup sebagai benalu bagi bangsa ini di masa depan. Jika demikian, tunggulah kehancuran bangsa ini.