Friday, December 26, 2014

Tak Ada Paksaan

Standard
“Bagimu agamamu, bagiku agamaku”

Bahkan dalam beragama sama sekali tak ada paksaan, apa lagi dalam kerja-kerja duniawi. Setiap insan beramal sesuai kadar imannya, tak bisa dipaksakan. Amalan menebar kebaikan akan redup ghiroh nya dan berakhir dengan keterpurukan jikalau terlahir dari keterpaksaan.

Dasar amal adalah paham, kepahaman seiring dengan ilmu. Maka sebelum kita ingin benyak beramal dan membuat orang lain banyak beramal kita punya tugas untuk membuat paham dengan ilmu.

“Ilmu bernilai tanpa amal, amal tak bernilai tanpa ilmu”

Itulah hakikat karena manusia bukan robot atau boneka. Setiap degup jantungnya adalah kehidupan. Setiap amalnya adalah ketulusan berasas kepahaman.

Dalam suatu komunitas kurang elok memaksakan sesuatu pada anggota. Sekalipun dengan tujuan baik untuk membuat kerja-kerja lebih progresif. Alangkah lebih indah kerja nyata itu terpancar atas dasar kepahaman dan inisiatif, bahkan atas dasar cinta.

Itulah PR sulit seorang pemimpin, menggerakan. Pemimpin hebat akan mampu menggerakan orang yang dipimpin atas dasar kepahaman, bahkan mampu menanamkan cinta hakiki dalam sanubari yang dipimpin. Tak mudah, semua butuh proses. Bagi kita yang belum mencapai derajat setinggi itu tak perlu meratapi nasib. Apalagi bagi kita yang masih muda, insha Allah kita masih punya cukup waktu untuk mengakselerasi ketertinggalan. Yang mesti kita lakukan saat ini adalah aslih nafsaka wad’u ghoiraka wasta’in billah  (perbaiki dirimu, seru orang lain, berserah kepada Allah). Mari berproses.

Sepenggal Tentang Politik Kampus

Standard
Politik sering dikonotasikan negatif oleh publik, bahkan oleh kalangan terpelajar sekalipun. Politik adalah strategi mencapai tujuan bersama atau kelompok. Kenapa politik sering berkonotasi negatif?. Karena orang-orang berkepentingan yang terjun di politik sering bertindak tidak etis sehingga mencerminkan wajah politik yang negatif. Tak jarang sang politisi pun pragmatis dalam berpolitik, hanya mementingkan ego pribadi saja.

Sejak kecil saya tertarik pada dunia politik, sampai akhirnya berkesempatan untuk menikmati dinamika politik, walaupun sekedar politik kampus. Namun, sekalipun hanya politik kampus saya belajar banyak hal.

Saya menemui banyak orang unik dimana saya bisa belajar dari mereka. Ada yang niatnya baik, implementasinya buruk; ada yang sedari niatnya sudah buruk; ada yang selalu konsisten di luar lingkaran untuk mengingatkan kembali ke jalan lurus; bahkan ada juga yang tak peduli.

Bicara politik, maka bicara tentang kepentingan yang sangat kompleks. Cukup rumit dijelaskan lewat kata-kata. Yang jelas politik itu berat dan berresiko.

Politik butuh orang-orang baik. Semua sepakat politik itu kotor karena yang mengisi orang kotor. Orang baik cenderung tungganglanggang takut. Padahal mereka sangat dibutuhkan.

Selayaknya pemimpin, orang yang berpolitik juga harusnya sudah selesai dengan dirinya sendiri. Karena butuh keteguhan memegang prinsip dan mengendalikan diri.

Lawan politik yang sering menjengkelkan adalah ujian berat. Bahkan hampir menumbangkan profesionalisme dan integritas kita. Tapi lagi-lagi ada orang yang mirip malaikat, selalu mengingatkan pada kebaikan dan menguatkan.

Pada akhirnya, disimpulkan bahwa kami disini bukan untuk berpolitik, tapi ingin menebar manfaat, lagi menyeru pada kebaikan. Bismillah

Wednesday, December 17, 2014

Untukmu Sang Da'i

Standard
Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim, aku dan kamu.
Sebelum kita jadi apapun, kita adalah da'i.
Dan sampai kapanpun kita adalah da'i.

Setiap dari kita tentu punya banyak kekurangan.
Setiap dari kita tentu punya banyak PR pada pribadi kita.
Bahkan tak jarang apa yang muncul pada diri kita menuai ketidak sukaan bagi mad'u.

Tiada yang salah dengan pribadi yang tak sempurna dengan segala kekuranganya selama ia terus berikhtiar memperbaiki diri. Namun, jangan pernah sang da'i abay pada tabiat dirinya. Karena hakikatnya da'i sering diasosiasikan sebagai islam itu sendiri, cermin. 

Orang melihat islam dari sang da'i. 
Ketika sang da'i punya banyak perangai buruk maka mad'u mengasosiasikanya dengan islam yang demikian.Sebaliknya ketika si da'i berperangai baik dan menginspirasi maka ia akan mendekatkan manusia pada islam. Maka, ada da'i yang mendekatkan manusia ke jalan Allah. Pun ada da'i yang menjauhkan manusia dari jalan Allah. 

Kita termasuk yang mana? Wallohua'lam

Saturday, November 22, 2014

Integritas

Standard
Dari proses yang dilalui kita akan belajar betapa pentingnya integritas.
Integritas adalah ungkapan kejujuran, kekonsistenan, ketidakmunafikan.
Integritas bahkan bernilai jauh lebih tinggi dari sekedar jabatan atau nilai.

Integritas berbicara tentang seberapa bernilai diri kita.

Banyak orang ingin menang, ingin dianggap baik. Namun dengan menghalalkan segala cara. Bisa dengan berbohong, menipu, curang, dan lain sebagainya. Sejujurnya saya pun termasuk orang yang sangat sulit memahami dan menerapkan apa itu integritas sebelum ini. Ini bukan hal yang mudah untuk dipahami dan diterapkan seutuhnya. Itu karena terkadang ego kita untuk menang jauh lebih tinggi dari kebesaran jiwa kita.


Integritas, nilai yang dinanti oleh bangsa ini, oleh umat ini. Seberapa baikpun niatmu tak usah kita tipu sana sini, karena integritas adalah “kebaikan” itu sendiri.

Berkata jujur
Bersikap baik pada semua orang
Konsisten antara ucapan dan pebuatan
Kebesaran hati untuk memaafkan
Prasangka baik pada saudara kita
Menepati janji
Bertanggungjawab dalam mengemban amanah

Itulah nilai integritas yang harus kita lakukan

Kata orang, tak ada yang netral dalam hidup ini. Ada kecondongan akan kepentingan dan golongan. Dengan tegas saya katakan "benar". Tapi integritas tetaplah integritas, buat kita yang beramanah publik, kebaikan tidak lagi bemakna bagi golongan tapi ada kebaikan universal yang harus diusahakan dengan sekuat tenaga.

Maka, didiklah diri kita masing-masing untuk menjadi pribadi berintegritas, pribadi yang seirama antara perkataan dan perbuatan.

Tuesday, November 18, 2014

Sajak Pendek

Standard
Hampir lupa bagaimana rasanya mengetik tiap kata di blog ini. Tertulis, last post pada 15 Oktober 2014. Tak terasa lebih dari sebulan merindukan dashboard ini. Mungkin karena terlalu tersibukan dengan prioritas lain, khususnya prioritas akhir tahun. :D

Sedang terkejut.
Hari ini aku sedang terkejut dengan dzat yang maha kuasa. Betapa indahnya rencana-Nya, jauh lebih indah dari rencanaku dan tentunya rencanamu.

Tiada yang mustahil.
Jika Tuhan berkehendak, tiada yang mustahil. Mudah baginya mewujudkan kehendakmu, pun sebaliknya.

Terus berharap.
Ia mengajarkan terus berharap. Sekalipun mata manusia melihat suatu hal tak mungkin, Allah menyimpan harapan bagi kita bahwa semua mungkin terjadi. Maka tak boleh berhenti berharap, karena harapan adalah sumber kekuatan tindakan dan do'a.

Tuntas!. Detik ini merasa tuntas membayar kesalahan masa lalu. Meski sebenarnya terlalu dini. Sejatinya seorang pembelajar memang tak boleh abay pada hal penting sebagai bagian dari proses pembelajaran. Maka aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik seoptimal mungkin harus dikejar. 

Belajar.
Ini bagian dari proses belajar. Tak boleh mudah puas dalam belajar, harus terus haus akan ilmu. 

Mulai.
Sejatinya ini baru dimulai. BARU SAJA!. Ini semacam teguran halus untuk tak terlena pada satu hal dan lupa pada hal lain. Banyak yang bisa aku dan kamu lakukan. Maka mulailah dengan senyum keyakinan.

Percayalah.
Percayalah pada Tuhan yang membimbing tiap hembus nafasmu. Percayalah pada dirimu, ia terlalu hebat untuk tidak kau percaya, karena dirimu adalah ciptaan hebat dari dzat yang maha hebat. Maka percaya lah bahwa kau sanggup menggapai mimpimu atas izin-Nya.

Bersahaja.
Harusnya ini membuatmu bersahaja, bukan malah angkuh. Jika itu terjadi tanyakan pada dirimu, mungkinkan ini akibat dari "ujian" yang gagal?.

Cinta.
Dan lagi-lagi kita bicara tentang cinta yang merasuk dalam. Cinta meminta segala darimu, baik itu jiwa, raga, harta, dan segalamu. Maka, buktikan pada Ia yang kau cinta bahwa engkau pun layak mendapat cinta dari-Nya.

Wednesday, October 15, 2014

Mengajak pada Kebaikan

Standard
Setiap dari kita punya kewajiban untuk mengajak orang berbuat baik. Perlu ikhtiar tangguh dan konsisten. Mengajak pada kebaikan tidak cukup sekali atau dua kali, namun berkali-kali. Hingga akhirnya orang yang kita ajak memutuskan, ikut dengan kebaikan yang kita bawa atau tidak
.
Kita jadi manusia paling bahagia saat mereka berbuat baik atas ajakan kita, nilainya lebih baik dari unta merah, ungkap hadits. Dengan demikian, pohon iman berbunga dan berbuah, sangat indah. Setiap kebaikan mereka bernilai kebaikan juga bagi kita, demikian hakikat amal jariyah.

Namun, jika orang yang kita ajak menolak, atau bahkan menjadi benci pada kita, tak perlu sedih, tak perlu gundah. Petunjuk adalah hak Allah, setiap yang mendekat pada hidayah selalu atas kehendak-Nya. Tugas kita mengajak menuju kebaikan dengan cara yang baik, mendoa’kan agar kita lebih dekat pada-Nya.

"Ketika kita sudah berada di jalur menuju Allah, maka berlarilah. Jika itu sulit bagimu, maka berlari kecilah. Jika kamu lelah, berjalanlah. Dan jika itupun tak bisa, merangkaklah. Namun jangan pernah berbalik arah atau berhenti"- Imam Syafi'i

Tetaplah setia mengajak pada kebaikan. Jika itu berat, maka yakinkan dirimu, ini jalan perjuangan yang membuatmu mulia. Langkah yang konsisten akan makin dekat pada ridho-Nya, langkah kebaikan yang terasa berat pun akan menjadikan-Nya makin cinta.

Apa yang kita cari?, pujian manusia kah?, atau ridho Allah?, maka apapun hasil ajakan kebaikan, tetaplah tersenyum dan bersemangat menebar kebaikan. 

Friday, October 10, 2014

Lestarikan Empat Bahasa Kasih Indonesia

Standard
Dua puluh delapan oktober seribu sembilan ratus dua puluh delapan silam kita masih benar-benar ingat. Pemuda-pemuda negeri ini berjanji, bertumpah darah satu; berbangsa satu; menjunjung bahasa persatuan; Indonesia. Ini merupakan deklarasi besar bangsa Indonesia, semangat kesatuan. Menandai bermulanya sebuah fase baru, perjuangan!.

Perjuangan para pendahulu telah mengantarkan kemerdekaan tanah air menuju satu bahasa, bangsa, dan tumpah darah. Kemerdekaan telah merasuk ke setiap kromosom pemuda-pemuda Indonesia. Menjadikanya bersemangat mempertahankan kemerdekaan bangsanya ketika para penjajah kembali berupaya merebut kemerdekaan.

Sekali merdeka tetap merdeka. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan berhasil diraih. Namun, bukan berarti tugas anak bangsa selesai, melainkan makin menggunung. Bangsa ini dihadapkan dengan problema-problema baru, tantangan baru, dan fase baru. Setiap pemuda dituntut lebih banyak berkorban demi kejayaan bangsa.

Masalah-masalah internal negeri ini begitu banyak, korupsi; krisis moral; kemiskinan dan begitu banyak yang lain. Bahkan, wilayah timur makin senjang dengan keterbelakanya. Kita begitu ngilu melihat problematika semacam ini.

Itu baru problema internal. Parahnya kita memasuki fase neo kolonialisme, penjajahan wujud baru. Derasnya arus westernisasi membuat bangsa ini makin kocar-kacir. Media, pangan, alat transportasi, bahkan sekedar sabun mandi pun negeri ini harus impor. Dari bangun tidur hingga tidur lagi kita menggunakan barang-barang yang mayoritas impor.

Media sebagai aspek penting dalam kehidupan dikuasai oleh negara-negara barat. Dengan begitu mindset banyak masyarakat Indonesia juga terarah melihat budaya barat selalu lebih baik daripada budaya sendiri. Westernisasi sudah benar-benar melanda setiap sendi kehidupan bangsa ini.
Bahasa sebagai salah satu aspek penting bangsa ini pun tak luput dari pengaruh westernisasi. Banyak rakyat Indonesia kehilangan rasa bangga terhadap bahasa kesatuan kita, bahasa Indonesia. Sering kali Bahasa Indonesia dicampuradukan dengan bahasa asing sehingga tidak sesuai kaidah tata bahasa yang sebenarnya.

Jika masalah tersebut terus dibiarkan maka akan menimbulkan degradasi Bahasa Indonesia yang makin parah. Maka, fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu pun terancam. Kaidah-kaidah historis yang sudah tertulis dari masa ke masa bisa jadi tidak murni lagi.

Sebagai pemuda, kita punya tanggungjawab melestarikan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu mutlak harus dipertahankan. Kelestarian Bahasa Indonesia merupakan pertaruhan lestarinya kesatuan bangsa ini.

Empat bahasa kasih Indonesia adalah sebuah ungkapan cinta untuk melestarikan bahasa kita, Bahasa Indonesia. Bahasa kita lahir dari rasa cinta terhadap Indonesia, sehingga harus dilestarikan dengan cara-cara penuh cinta.

Bahasa kasih yang pertama adalah bahasa lisan. Bahasa lisan merupakan ungkapan sesuai kaidah kebahasaan dengan konten dan cara penyampaian yang baik. Dalam rangka menerapkan bahasa kasih yang pertama diperlukan pemahaman dan pengetahuan tentang kaidah-kaidah berbahasa Indonesia. Yang jauh lebih penting dari bahasa lisan adalah cara penyampaian dan konten bahasa yang baik. Karena dengan kaidah bahasa yang baik, cara penyampaian yang baik, dan konten yang baik akan mampu memberikan ketauladanan dalam berbahasa. Ketauladanan adalah sikap nyata dari pribadi, ia menyentuh sanubari setiap insan hingga mampu membuatnya tergerak untuk mengikuti kebaikan, dalam hal ini menerapkan Bahasa Indonesia yang baik.

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ― Pramoedya Ananta ToerBahasa kasih yang kedua adalah bahasa tulisan. Tulisan adalah tempat mengabadikan gagasan. Tulisan yang ditulis dengan bahasa kasih akan mampu menyentuh sanubari, bahkan menyentuh secara abadi. Kaidah tatabahasa yang benar dan terabadikan lewat tulisan akan mengekalkan tiap kalimat kebaikan. Sekali lagi, Bahasa Indonesia akan lestari bukan hanya karena tatabahasanya, melainkan cara dan kontenya. 

Bahasa kasih yang selanjutnya adalah sikap mulia. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa ketauladanan adalah suatu hal yang sangat penting. Sikap mulia jarang disadari sebagai upaya melestarikan bahasa. Padahal jika ingin membuat orang lain mengikuti ajakan kita untuk melestarikan Bahasa Indonesia, kuncinya menjadikan mereka percaya dengan kita melalui sikap mulia kita di setiap waktu.

Bahasa kasih yang terakhir adalah bahasa hati. Bagaimana mungkin hati berkaitan dengan upaya melestarikan Bahasa Indonesia?.  Terdengar cukup aneh, tapi begitulah adanya. Bahwa setiap bahasa hati akan tersampaikan ke hati. Hati adalah penggerak jiwa untuk berbuat. Jika komunikasi dari hati ke hati berhasil disampaikan, maka upaya menggerakan setiap insan untuk melestarikan Bahasa Indonesia akan berlangsung secara berkelanjutan, tanpa butuh dimonitori.

Begitulah empat bahasa kasih mampu melestarikan Bahasa Indonesia. Ia menjadikan usaha melestarikan bahasa persatuan ini kekal sepanjang hayat. Secara lengkap mulai dari lisan, tulisan, sikap mulia, hingga hati nurani yang bergerak. Melestarikan Bahasa Indonesia bukan sekedar program formal, melainkan tindakan nyata lewat kasih sayang.



Saturday, October 4, 2014

Hari Istimewa

Standard
Setiap tahun kita mendapati satu hari yang dianggap istimewa, hari ulang tahun. Hari dimana setiap dari kita diingatkan bahwa kita berawal dari ketiadaan dan kini menjadi ada melalui sebuah momentum, kelahiran.

Hati kita diketuk untuk ingat dan sejenak menyelami segenap dimensi waktu yang telah lalu, muhasabah.Kita diminta jujur mengakui banyaknya dosa dan maksiat yang pernah dilakukan. Kita juga diminta jujur tentang betapa sedikitnya kebaikan yang sudah diperbuat.Keduanya itu menjadikan kita benar-benar terbangun dari mimpi buruk tentang kekufuran dan kedurhakaan. Betapa hari itu menjadikan diri serasa makhluk termiskin di semesta alam, karena tak punya apapun. Betapa pula hari itu menjadikan diri serasa makhluk tersombong di semesta alam, karena jauh dari syukur. Dan bersama keburukan diri yang bersemayam, dentuman jam kehidupan kian melemah, pertanda nafas ini makin terbatas, hidup ini tak lama.

Nafas ini begitu sesak, tangis pun menyeruak tak tertahankan, hampir tak sanggup menerima, betapa beratnya kehidupan ini. Jangan berputus asa akhi!, Allah tak suka dengan yang demikian, tak suka pula dengan kesedihan yang berkepanjangan, Ia hanya ingin kau lebih sadar diri, tak lupa tentang  hakikat mengapa engkau dilahirkan. Kini bergegaslah, ambil kembali pena dan secarik kertas putihmu, tuliskan dengan lebih jelas, kedurhakaan mana yang ingin kau tinggalkan, kebaikan apa yang ingin kau ukir, dengan mantap!.

Kemudian tinta hitam mulai membasahi secarik kertas putih, berisikan azzam untuk perbaikan diri. Namun, entah kenapa ini tetap saja terasa begitu berat. Lalu ku susuri sebuah jalan sepi lagi gelap, tak ku temukan siapapun. Terus berjalan, hingga akhirnya menemukan sebuah rumah berlentera kecil, berisi seorang tua. Ku intip lewat celah dinding bambu rumah, pak tua itu sedang membaca sebuah sajak yang tertuang di atas kertas kekuningan. Lirih  berbisik ia berkata “Nak, di negeri seberang sana engkau sedang apa?, sudah makan kah engkau?, ayah rindu”. Berhenti sejenak, kemudian beliau menengadahkan tanganya “ROBBI AWZI’NI AN ASYKURO NI’MATAKALLATI AN ‘AMTA ‘ALAYYA. WA ‘ALA WAALIDAYYA WA AN A’MALA SHOLIHAN TARDHOH, WA ASHLIH LII FI DZURRIYATIY” (Wahai Robbku, ilhamkanlah padaku untuk bersyukur atas nikmatmu yang telah Engkau karuniakan padaku juga pada orang tuaku. Dan ilhamkanlah padaku untuk melakukan amal sholeh yang Engkau ridhoi dan perbaikilah keturunanku) (QS. Al Ahqof:15). “Sesungguhnya Allah mengumpulkan kita dengan do’a nak, ayah disini mendo’akan mu, demikian pula engkau disana, dan oleh sebab itu ayah tak pernah kesepian”, pungkasnya.

Lagi-lagi tetesan permata hati kembali membasahi pipi, sungguh betul kata pak tua, waktu dan tempat tak akan pernah mampu memisahkan kita, tak pula mampu menghalangi perjuangan, ia ada hanya untuk menunjukan bahwa persaudaraan kita sudah begitu kental. Meskipun di tempat berbeda tapi hakikatnya kita bersama. Bagian bumi yang kita pijak boleh berbeda, namun seluruh do’a bermuara pada lapis langit yang sama.

Muhasabah, perencanaan dan do’a kalian adalah bekal yang semoga mampu menjadikan saya pribadi yang bertaqwa pada-Nya. Terimakasih atas do’a yang tercurah, semoga keberkahan dan kasih-Nya tercurah untukmu pula Saudaraku.


Monday, September 1, 2014

Menginspirasi Lewat Media

Standard
Dewasa ini media telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Ia berfungsi tak hanya sebagai sarana penyebaran informasi, bahkan telah berevolusi sebagai sarana propaganda yang teramat mutakhir. Bagaimana tidak?, kini opini publik terombang-ambing oleh pemberitaan media yang kerap kali tidak berimbang. Cenderung berlebihan dan bahkan mayoritas dikuasai oleh golongan materialis. Bisa ditebak bagaimana hasilnya, inilah dunia kita yang telah terperdaya media.

Satelit membuat bumi ini sebagaimana globe yang dengan mudah dilihat oleh manusia. Sudut manapun dari muka bumi tidak luput dari media serta propagandanya. Sederhananya, propaganda adalah pengarahan pola pikir masyarakat ataupun orang secara perlahan dan tak sadar hingga menyepakati apa yang kita pikir benar. Tak heran, pola pikir dunia telah mengarah pada paham materialis sebagaimana penguasa media di bumi ini yang juga mayoritasnya menganut paham materialis.

Siapa yang menguasai media, maka ia menguasai dunia. Ungkapan tersebut menjadi benar adanya, karena memang upaya termudah untuk menguasai dunia adalah dengan menguasai pemikiran seseorang. Kita sudah melewati periode perang senjata, dan kini kita memasuki periode perang pemikiran (ghazwul fikri). Perang belumlah selesai.

Metode perang media macam ini sangatlah halus dan sulit dilawan. Hal tersebut dikarenakan orang yang  menjadi korban tidaklah merasa bahwa ia korban. Padahal tanpa sadar pola pikirnya sedang diserang agar berpihak pada si penyerang. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit namun massive setiap neuron di otak telah berhasil dibuat tunduk.

Begitu besar peran media dalam perang pemikiran ini. Media yang mayoritas dikuasai kaum materialis secara otomatis membawa dampak besar bagi pola pikir manusia yang cenderung materialis, bahkan bisa jadi ke arah negativisme yang semakin dalam.

Lalu, bisakah kita berbuat sesuatu?.  Tentu saja bisa!. Sebagaimana propaganda keburukan mampu membuat pola pikir buruk timbul. Maka, demikian pula propaganda kebaikan, mampu membuat pola pikir menjadi baik, dan itu yang saya sebut inspirasi.

Inspirasi akan lahir ketika kebaikan tulus mampu melahirkan kebaikan-kebaikan lain. Maka tak terelakan bahwa landasan awal dari inspirasi adalah sebuah pengabdian  pada Tuhan. Hal tersebut agar ketika setiap kebaikan yang ter-publish tidak menjadikan niat bengkok. Dari awal haruslah sudah terpatri betul bahwa niat berbuat baik adalah pengabdian, sedangkan membuat orang tahu tentang kebaikan itu semata untuk menginspirasi agar makin banyak kebaikan yang muncul, bukan pamer!.

Sebagaimana para penjajah pikiran membawa banyak orang ke arah negativisme, maka demikian pula bisa kita lakukan upaya menyebar segenap inspirasi melalui media. Media menjadi wadah yang sangat strategis untuk mengajak orang pada kebaikan, dengan demikian benih-benih kebaikan akan tersebar dengan lebih massive melalui ilmu dan informasi yang disebar. Berfungsi sebagai penyeimbang media negativisme, setidaknya setiap gejolak yang mengarah pada keburukan dapat dikurangi dengan berita-berita penyeimbang yaing bernafas positivisme. Mengobarkan semangat pantang menyerah, betapa sulitnya menahan segenap serangan kaum negativisme hingga hampir membuat putus asa. Namun, dengan setiap kebaikan yang menginspirasi tentu akan mengingatkan bahwa perjuangan haruslah terus berlanjut dan tak boleh terhenti.


Hal yang paling ditekankan adalah lurusnya niat, kebaikan yang tampak di media bukan untuk pamer kehebatan. Melainkan usaha-usaha untuk menginspirasi!

Tuesday, August 5, 2014

Antara Bersegera dan Terburu-buru

Standard
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan-mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa” (Q.S. Ali Imron: 133)

Dalam konteks kebaikan, manusia diperintahkan untuk selalu bersegera. Salah satunya sebagaimana yang termaktub dalam Q.S. Ali Imron ayat 133 tersebut, yaitu dalam meraih ampunan dan surga Allah. Secara logika, ada beberapa manfaat dalam bersegera berbuat baik.

Yang pertama, memacu kebaikan lain. Ketika seseorang selesai dengan satu urusan, maka dia bisa melakukan hal baik lain, demikian seterusnya. Sehingga akan semakin banyak hal baik yang diperbuat.

Yang kedua, disiplin waktu. Kebalikan dari bersegera adalah menunda, ketika seseorang sering menunda pekerjaan maka pekerjaaanya tidak selesai-selesai. Sedangkan ketika seseorang bersegera maka akan timbul disiplin waktu yang baik, sehingga pekerjaan selesai tepat waktu.

Yang ketiga, tingginya produktivitas. Ketika seseorang bersegera dalam berbuat baik, maka memacu makin banyak pula karya dan hasil kerjanya, dengan demikian dikatakan produktivitasnya tinggi.

Namun demikian, terkadang menjadi sulit membedakan dan menerapkan antara bersegera dan terburu-buru. Banyak hal yang ingin dilakukan sehingga terlalu bersemangat, membuat lalai mempertimbangkan hal-hal lain. Alhasil, timbulah dampak negatif yang lebih banyak daripada dampak positif.

Dalam situasi genting, membedakan keduanya menjadi lebih sulit. Butuh kejelian tingkat tinggi agar tak salah langkah. Maka, hendaknya kita selalu melihat suatu hal dari berbagai sudut pandang. Kebermanfaatan, keburukan, dan faktor-faktor lain.

“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepada kalian tanda-tanda (azab-Ku). Oleh karena itu, janganlah kalian minta kepada-Ku untuk mendatangkanya dengan segera” (Q.S. Al-Anbiya: 37)

Demikian Al-Qur’an pun telah menegaskan bahwa manusia cendrung bersifat tergesa-gesa/terburu-buru. Maka dari itu, dengan membiasakan berpikir tenang (sabar) dan kritis insha Allah kita terhindar dari keburukan sifat terburu-buru.

Monday, July 14, 2014

Dalam Hidup Kita Belajar

Standard
Kawan, tahukah engkau bahwa belajar adalah hal yang sangat menyenangkan?. Ia hadir mengisi ruang-ruang kosong kebodohan. Menjadikan jiwa ini termuliakan sampai kapanpun.

Masih kah kau ingat kalimat indah yang satu ini: "barang siapa ingin mulia di dunia maka mulialah ia dengan ilmu, barang siapa ingin mulia di akhirat maka mulialah ia dengan ilmu, dan barangsiapa ingin mulia di dunia akhirat maka mulialah ia dengan ilmu".

Begitulah Rosululloh telah mengungkap bahwa kemuliaan diri akan terangkat dengan ilmu yang melekat. Lantas, benarkah ilmu itu hanya ada di bangku-bangku sekolah?, sehingga engkau hanya cukup duduk di satu tempat, merasa puas dan tidak mau tahu lagi dengan hal lain?. Maaf kawan bagiku itu klaim yang terlalu sempit.

Bagiku, ilmu adalah setiap hal yang mempu memantapkan fikir, menentramkan jiwa, dan membawa kita jauh menuju dimensi kemuliaan hakiki. Dimanapun kita bisa dapati ilmu. Melalui proses melihat, membaca, mengamati. Mendengar, melakukan, menulis serta merefleksikan semua itu, maka itulah ilmu.

Bahkan kawan, jangan sampai kita kembali terperdaya oleh klaim terburuk yang pernah saya temui bahwa ilmu selalu setara dengan digit angka yang ada di ijazahmu. Lantas jika begitu benarkah itu pemaknaan dari ilmu?, tidak sepenuhnya benar kawan.

Sudah semestinya kita lebih berhati-hati agar tak diperbudak oleh materialisme. Yah, materialisme ketika kita selalu memahami ilmu sebagai suatu hal yang nampak dari nilai. Maka hendaknya kita kembali berrefleksi, kita mencari ilmu atau jangan-jangan hanya diperbudak nafsu materialis semata?.

Mari kita pastikan, bahwa dalam hidup kita selalu belajar, dimanapun dan kapanpun, serta dari sumber ilmu apapun.

Friday, July 4, 2014

Syukur

Standard
Satu kata singkat
Satu kata yang mudah diucapkan
Ia hadir dari kebesaran jiwa seorang hamba dalam menerima pemberian Rabb-nya
Bahkan lebih dari itu, ia hadir sebagai perwujudan rasa cinta dalam dada
Syukur
Tak sekedar ucapan Alhamdulillah
Namun jauh daripada itu, syukur adalah ungkapan cinta yang termaktub dalam hati, ucap, dan sikap
Dan kini aku sedang cemburu
Pada dia...
Dia...
Dia hanyalah orang biasa
Tidak ada satu hal yang terlalu spesial
Namun entahlah, betapa ingin aku bersyukur seperti dia
Dia...
Tak ubahnya mahasiswa biasa
Namun bedanya
Setiap langkahnya terlalu indah untuk dibilang biasa
Karena apa?
Karena syukur mendalam yang selalu merasuk dalam jiwanya
Ah...Begitu indah dipandang
Tak tau, ini tulisan galau atau entah apa
Tapi yang jelas tulisan ini adalah bentuk muhasabah seorang hamba yang masih jauh dari syukur
Kini, hamba ini ingin teguh
Segenap nikmat Tuhan terlalu bodoh untuk diingkari
Betapa buruknya segala keluh dan kesah
Mengingat diri ini hanyalah milik-Nya

Benar-benar milik-Nya seutuhnya

Thursday, July 3, 2014

Jerat Sistem Pendidikan: Benarkah Mematikan Ruh Pergerakan Mahasiswa?

Standard
Kegelisahan ini entah kenapa semakin memuncah. Benarkah ini adanya? Atau sekedar kekhawatiran berlebih?.
Sejak era Boedi Utomo hingga bergulirnya reformasi, mahasiswa tidak penah luput dari rekaman sejarah perjuangan. Bahkan mereka selalu menjadi garda terdepan perubahan, berakhirnya penjajahan, juga reformasi negeri ini. Tak segan, mahasiswa bukan hanya sekedar berkoar, namun ia tampil sebagai pahlawan yang mengakhiri kesewenang-wenangan dan ketidak adilan. Mereka membuktikan, presiden atau bahkan penjajah bisa saja terancam posisinya jika sewenang-wenang terhadap rakyat. Sebegitu menakutkan kah mahasiwa?.
Mahasiswa, sosok dengan idealisme yang terjaga. Mereka berperan sebagai pressure grup, penyeimbang kekuasaan pemerintahan. Mahasiswa (sejatinya) selalu hidup dengan independensinya, langkahnya tidak terjerat pada batasan-batasan kepentingan golongan. Mereka ada untuk memperjuangkan hak kaum yang tertindas!.
Masih ingatkah kita?, dokter Sardijo, dokter Soetomo, dokter Wahidin Sudirohusodo, dokter Cipto Mangunkusumo?. Mereka adalah dokter dan sekaligus pahlawan yang gigih memperjuangkan hak rakyat, begitu tangguh. Ilmu kedokteran tidak membatasi langkah mereka untuk bertindak melawan kesewenang-wenangan.
Saya bukan dokter, bukan pula calon dokter, namun entah kenapa saya gelisah. Nyatanya mahasiswa kedokteran saat ini selalu berimage apatis, ansos, dan egois (opini publik). Bahkan ironisnya, pergerakan mahaiswa kedokteran dulu dan kini berbalik 180o. Dulu, mahasiswa kedokteran terkenal cerdas, peka, berjiwa sosial dan menjadi garda terdepan pergerakan mahasiswa. Kini, mahasiswa kedokteran juga masih terkenal dengan kecerdasanya, namun sayangnya (sadar/tidak) mereka tidak lagi setagguh generasi terdahulu dalam perananya di pergerakan mahasiswa.
Kenapa bisa demikian?, Adakah yang salah?, atau jangan-jangan hanya opini publik saja yang berlebih?.
Mengulas sebuah kisah nyata, sumber dari kegelisahan, dan titik balik perbuahan paradigma.
Pendidikan Mahal
Pendidikan kini semakin mahal, baik di Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta. Begitu pula dengan pendidikan kedokteran, mahalnya tidak terkira bagi sebagian besar rakyat. Di kampus manapun, tidak hanya bisa dipastikan bahwa mahasiswa kedokteran adalah mahasiswa tercerdas, namun bisa dipastikan juga pendidikan kedokteran selalu lebih mahal daripada pendidikan disiplin ilmu lain. Bukan kah sekarang ada bidik misi?, bahkan saya tak yakin bidik misi mampu menghilangkan ketakutan para orang tua akan biaya yang timbul di kemudian hari. Terlebih seorang mahasiswa kedokteran harus menjalankan pendidikan profesi sebelum menjadi dokter, ditambah lagi biaya lain-lain, hampir bisa dipastika bidik misi tidak bisa meng-cover secara penuh. Alhasil, kini di kampus-kampus kedokteran tak ubahnya seperti show room mobil mewah, karena mayoritas mahasiswanya berasal dari keluarga berpunya (khsusunya di kampus saya). Sebegitu mahalnya pendidikan kedokteran, bagaimana yang lain?. Ironisnya, memang betul semua jadi mahal, khsusunya program studi kesehatan seperti Gizi Kesehatan, Farmasi, Ilmu Keperawatan, dan Kedokteran Gigi, tak kalah mahal.
Berawal dari Sistem PBL: Paper Based Leraning
Seorang alumni bercerita, dua ribu dua (2002) silam, seorang Presiden Mahasiswa (Ketua BEM) di FK UGM dijabat oleh mahasiswa tahun ke 3 (atau 4, agak lupa), ketika di tahun dua ribu tiga (2003) tepat saat siste PBL (re: sistem blok) diterapkan maka hal tersebut berubah. Tata kelola organisasi kemahasiswaan dipegang oleh seorang Presiden Mahasiswa tahun ke 2, demikian pula mayoritas lembaga di lingkungan FK UGM kepemimpinanya dipegang mahasiswa tahun ke 2. Mahasiwa yang baru saja menjadi staff, kemudian langsung menjadi Presiden Mahasiswa. Demikianlah akhirnya FK UGM menjadi bagian terunik (atau terlangka) dari pergerakan mahasiswa di UGM. Bayangkan saja, apa akibat dari kaderisasi yang sangat singkat itu?.

Wednesday, June 18, 2014

Amanah

Standard
Tentang amanah
Amanah adalah bentuk kepercayaan orang lain kepada kita. Ia datang pada orang yang tepat. Baik sebagai ujian ataupun bentuk penghinaan dari Tuhan. Ketika ia hadir sebagai ujian tentunya akan ada beban yang dipikul, beban yang berat, beban yang membuat jiwa raga terkoyak saking beratnya. Namun demikian jika benar amanah itu sebagai ujian maka ia bernilai keberkahan, pemuliaan, dan jalan pengokoh jiwa raga. Sebaliknya jika amanah tersebut bernilai istidroj yang membuat kita makin jauh dari Tuhan dan tentunya akan menghinakan kita, maka segala  yang dihadapi dalam mengemban amanah akan mengantarkan kita pada murka Allah. Na’udzubillah. Tinggal kita berkaca, menyadari, dan memilih apakah amanah yang kita emban akan mengantar kita menjadi mulia atau malah pribadi hina dina.
Menjadi seorang pemimpin berarti mengemban amanah. Begitu beratnya menjadi pemimpin, ia lah orang pertama yang dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT diakhirat kelak terhadap apa yang ia pimpin. Pemimpin haruslah kokoh, kuat, tangguh dan berani mengambil langkah. Semangatnya adalah semangat perbaikan, semangat cinta, dan semangat kebermanfaatan. Ia berjuang dengan segenap jiwa raga untuk Rabb-nya.
Core, bermakna sebuah inti yang selalu menjadi poin penting bagi seorang pemimpin dalam mengambil keputusan. Seringkali itu disebut dengan prinsip. Maka segala kebijakan yang diambil seorang pemimpin tidaklah boleh melanggar dari prinsip tersebut. Disinilah alasan kenapa seorang pemimpin harus kokoh.
Menjadi seorang pemimpin yang dicintai
                Menjadi pemimpin yang dicintai semua orang adalah hal yang sulit. Karena pasti saja akan ada orang yang membenci atau menentang kita. Maka cukuplah orang solih lagi baik yang setia denganmu jika pada akhirnya semua orang membencimu. Percayalah, ketika engkau melakukan yang Allah cintai niscaya orang-orangpun akan mencintaimu.
                Kasih sayang dan kesabaran adalah senjata seorang pemimpin. Bagaimana kemudian ia bisa meng­-influence orang lain tanpa ia merasa diperintah atau disuruh. Cobalah mulai percakapan dengan senyum, kalimat tanya, dan keramahan. Sebisa mungkin hindari kalimat perintah. Ketika terdapat perbedaan pendapat, janganlah kita berhenti tersenyum, tetaplah ramah, anggap ia bukan sebagai bawahan kita tapi partner kita.
Jika engkau bersalah
                Permintaan maaf bukanlah hal yang menghinakan, melainkan suatu simbol kedewasaan berpikir dan kebesaran jiwa. Karena setiap pemimpin pastilah punya kesalahan sekecil apapun, kecuali Rosululloh SAW yang selalu dibimbing Allah SWT. Minta maaflah secara substansial terhadap yang kita lakukan, namun demikian cobalah menjelaskan kenapa itu terjadi sebagai wujud tanggungjawab moralmu.
Jika engkau dikritisi sampai habis
                Setiap orang berhak berpendapat dan berhak mengkritisi seorang pemimpin dari sudut manapun, it’s the point. Maka seorang pemimpinlah yang harus bersabar dan berjiwa besar menerima kritikan dari setiap orang, walaupun tidak semua orang benar dalam mengkritisi.
                Jadikan segala bentuk kritikan itu batu loncatan untuk lebih baik bagi pribadi maupun komunitas yang dipimpin. Karena setiap hal juga bernilai sebagai proses pembelajaran, maka janganlah segan berproses!. Jika engkau kerap kali menemukan kritikan yang bertentangan dengan pendapatmu, maka kembalikan dengan jawaban dan penjelasan santun, dan tentunya jangan lupa tersenyum.
Tujuan utama memimpin bukanlah untuk berpolitik, melainkan perbaikan

Saturday, June 14, 2014

Sebuah Pengantar tentang BKT/UKT

Standard
Beberapa pekan ini UKT atau Uang Kuliah Tunggal menjadi trending topic bagi mahaiswa baru 2014 dan tentunya BEM/LEM/DEMA/LM di Universitas Gadjah Mada. Pada dasarnya UKT sudah diterapkan dibeberapa Universitas di Indonesia sejak beberapa tahun silam, di UGM sendiri pada tahun 2014 ini memasuki kali ke dua dalam penerapanya pada mahasiswa baru. Pada kesempatan kali ini saya ingin mengajak pembaca mengenal  tentang UKT.

Penerapan kebijakan UKT di Universitas-universitas negeri di Indonesia didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomer 55 tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada PTN di Lingkungan Kemendikbud.

Yang sering terlewat dari pembahasan UKT adalah tentang BKT, dimana BKT (Biaya kuliah tunggal) merupakan keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri. Sedangkan UKT atau Uang kuliah tunggal merupakan sebagian biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Jadi dalam pembahasan UKT kita tidak boleh lupa membahas pula tentang BKT karena keduanya sangat erat berkaitan. Biaya kuliah tunggal digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada mahasiswa (UKT) dan Pemerintah.

Kebijakan UKT dan BKT sendiri  didasari pertimbangan yang mulia jika dilihat dalam Permendikbud RI nomer 55 tahun 2013. Pertama, untuk mempermudah penentuan biaya kuliah di PTN terkait dengan program studi yang berbeda-beda dan tingkat kemahalan di suatu wilayah. Kedua, meringankan beban mahasiswa terhadap pembiayaan pendidikan.

Uang kuliah tunggal kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Permendikbud RI nomer 55 tahun 2013 diterapkan paling sedikit 5 (lima) persen dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap perguruan tinggi negeri. Demikian pula Uang kuliah tunggal kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Lampiran diterapkan paling sedikit 5 (lima) persen dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap perguruan tinggi negeri. Yang kemudian jadi pertanyaan, sudahkah hal tersbut terpenuhi?.

UKT di FK UGM saat ini tidak mengalami kenaikan, namun dengan adanya UKT VI menjadikan banyak orangtua mahasiswa baru yang mengeluhkan hal itu. Tidak bisa dipungkiri bahwa klasifikasi UKT yang sekarang masih tergolong mahal bagi banyak orangtua mahasiswa baru. Terbukti, banyak kasus pengaduan dan keluhan tentang UKT di posko Advokasi UGM.

Yang menjadi pertanyaan lebih lanjut dan semoga dilain waktu dapat tertuang dalam suatu tulisan adalah kenapa BKT UGM naik?. Benarkah UKT meringankan secara ekonomi?. Lalu bagaimana dengan iuran potma yang juga masih dibayarkan oleh mahasiswa FK UGM sekarang ini?.

*Sumber: Permendikbud RI nomer 55 tahun 2013




Saturday, April 26, 2014

Berusaha Memahami Nikmat Illahi

Standard
   Apapun kesulitan yang kita hadapi, pastinya ini bukan yang terberat. Jika dibandingkan para rosul pendahulu yang berjuang menegakan kalimatulloh, ini tidak ada apa-apanya.  Kita hanya hamba yang kecil dan tak berdaya. Maka kenapa lebih banyak ungkapan kekufuran daripada kesyukuran yang kita ucap?
Menjadi yang dititipi
   Sungguh luar biasa baiknya Allah telah menitipkan kepada kita tubuh ini beserta hak pakainya pula, demikian pula titipan waktu, harta, dan segala macam yang kita hampir tertipu karenanya. Sudah seharunya ketika menjadi yang ditiitpi maka kita pun sadar bahwa ini hanya titipan, namun kenyataanya? Astaghfirulloh. Kita ini lebih sering lupa tentang titipan ini, merasa sudah memakainya dari lahir sehingga menganggapnya seperti milik sendiri. Tak heran kepala pun jadi pusing tujuh keliling hanya untuk memenuhi ego  pribadi.
Kita itu diminta berkhtiar dan berdo’a, sudahkah?
   Tugas kita hanyalah berikhtiar dengan sepenuh daya dan disertai do’a, hanya itu!. Hasil itu bukan ranah kita, itu hak mutlak Allah. Entah bagaimana kita sudah beriktiar dan berdo’a maka hasil itu sudah ditentukan Allah. Dan percayalah bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita.
Iman itu dijaga dengan amalan!
   Jangan dikira iman akan tetap tinggi jika kita tak senantiasa menjaganya. Maka sudah seharunya kita menjaga iman dalam dada dengan ibadah secara istiqomah. Itulah alasan kenapa Allah menyuruh kita untuk Istiqomah dalam beribadah, agar iman kita terjaga!.
Cintailah jalan ini atau setidaknya berusahalah sepenuh daya untuk cinta!
   Jalan beribadah adalah jalan yang berliku dan sulit. Dalam kita melakukan amal yaumiah, tholabul ‘ilmi, dan beramanah kesemuanya itu berat dan sulit. Tapi jangan sampai dengan beban berat itu kemudian kita menyerah dan pasarah. Jika kita terlalu banyak mengeluh sepertinya kita harus segera menata diri agar tak menyesal. Bagaimana tidak, 24 jam waktu kita yang diisi dengan kebaikan namun kita sama sekali tidak bisa merasakan wanginya kebaikan itu. Seringkali yang demikian itu karena kita terlalu banyak mengeluh dan takut akan kegagalan.
Mulai dari sekarang!
   Kapan lagi kita memulai perbaikan diri ini kalau bukan sekarang?, tidak ada yang tahu sampai kapan usia kita. Tumpukan dosa itu memang sudah menggunung, tapi tanpa taubat bisa jadi petaka besar akan datang. Kini masa depan yang lebih baik menanti, mau pilih jalan yang mana terserah kita. Yang jelas setan laknatulloh selalu mengintai kita. Kencangkan ikatanmu, kokohkan tekatmu!.

Tuesday, April 8, 2014

Link: antara aku dan Allah

Standard
"Nutrition is a link between food and health, Pray is a link between you and Allah SWT"

Akhir-akhir ini saya merasa sangat bersyukur bisa belajar di prodi Gizi Kesehatan FK UGM. Betapa tidak, ilmu yang saya pelajari ini adalah ilmu yang sangat aplikatif. Setiap kali belajar bisa langsung diterapkan kepada diri sendiri. Lingkup nutrition science yang sangat luas meliputi dasar ilmu kedokteran, kimia, biologi, pangan, kesehatan masyarakat, statistik, sosial dan lain-lain. Sehingga dengan demikian saya bisa mengetahui banyak hal dari berbagai disiplin ilmu.

Ilmu gizi memang masih sangat baru dan awam. Tak heran, masih banyak orang yang tak tahu tentang prodi dimana saya belajar ini. Dari segi personal, masih sangat sedikit tokoh yang muncul sebagai figur teladan dari bidang gizi. Tak heran masih banyak pula mahasiswa gizi yang meraba-raba tentang hal yang akan dilakukanya dimasa depan. Mungkin termasuk saya yang demikian, sampai saat ini saya terus menggali hal yang paling cocok bagi saya di prodi yang lingkupnya sangat luas ini. Namun demikian, inilah hal yang membuat saya tertantang, ditengah krisis figur di bidang gizi saya ingin jadi setitik cahaya yang bisa menginspirasi. Saya ingin suatu saat dapat memberikan gambaran yang lebih indah tentang gizi. Gizi tidak selalu di dapur, tidak selalu juga menjadi klinisi, karena gizi "is an art". Tidak ada yang buruk dari seorang klinisi ataupun pekerja di dapur, namun bagi saya, masalah gizi di Indonesia terlalu luas daripada dapur dan rumah sakit. Maka sangat penting membuka pikiran, bahwa harus ada orang yang berbuat lebih, bekerja lebih, dan mencintai pekerjaanya. 

Mungkin seringkali rutinitas akademik membuat saya bosan, kurang menikmati belajar, atau bahkan tidak nyaman. Tapi lama kelamaan saya pun sadar bahwa mungkin dari sebegitu luasnya ilmu gizi, ada hal-hal yang saya cintai lebih, dan ada pula yang kurang. Maka, sangat buruk jika saya menyimpulkan bahwa belajar gizi itu membosankan. Sayapun sadar gizi adalah seni yang indah, memiliki warna sebagaimana pelangi.

Betapa indahnya ada disini, satu langkah dari Allah untuk mendekatkanku dengan-Nya. 

Tuesday, March 11, 2014

Makna Persahabatan

Standard
Kawan
Tahukah engkau?
Ibarat fajar seperti itulah sebuah persahabatan
Yang terbit dalam gelapnya kesendirian
Dan terus mendaki kaki langit
Hingga tergantung indah pada puncaknya
Menghangatkan

Namun
Adakalanya ia terbenam
Mengikuti hukum alam
Menghilang
Dan akhirnya bertemu sahabat lama
Kesendirian

Sungguh
Tiada beda dengan kita

Ibarat gelap dan terang
Ibarat putaran hukum alam yang jadi panutan

Adakalanya rasa sakit ini
Jengkel ini
Marah dan benci
Tak terelakan lagi adanya

Tapi kawan
Ingatlah
Bahwa persahabatan kita laksana fajar
Setelah terbenam
Akan terbit dan bersinar

Kembali menatap dunia dengan senyumnya

Wednesday, March 5, 2014

Memimpin Para Pemimpin

Standard
Pemimpin tidaklah selalu menjabat sebagai pemegang kebijakan secara struktural. Melainkan mereka yang punya pemikiran besar untuk melakukan perubahan pada lingkungannya ke arah yang lebih baik. Pemimpin itu tak kenal batasan usia, bukan hanya orang tua yang sudah berkeluarga, namun juga mereka yang masih muda dan terus berkarya. Pemimpin itu mereka yang memberikan harapan ditengah kepesimisan.

Di dalam suatu kelompok, sekecil apapun itu sangat penting memiliki pemimpin. Bahkan Rosululloh pun pernah menyampaikan bahwa ketika kita berpergian dan sekalipun hanya berdua maka angkatlah salah satunya sebagai pemimpin. Lebih terlihat jelas betapa pentingnya pemimpin itu ketika pernah saya mendengar  “lebih baik memiliki pemimpin yang dzolim daripada tidak memiliki pemimpin sama sekali”. Suatu kelompok tanpa pemimpin itu rapuh bagaikan kayu dimakan rayap. Teringat pula kisah Umar bin Khotob yang ditikam dengan pisau beracun disaat solat subuh. Beliaupun segera membentuk tim untuk bermusyawarah memutuskan siapa yang berhak menjadi pemimpin bagi mereka. Umar dengan tegas berkata “Pilihlah pemimpin dalam waktu tiga hari, jika tidak maka kalian akan ku penggal”. Kenapa demikian?, karena memang sangat buruk akibatnya  jika ketika Umar bin Khotob meninggal kemudian facum of power terjadi dalam jangka panjang. Ancaman internal maupun eksternal mengintai eksistensi suatu komunitas.

Sejak masa kekhalifahan Abu Bakar, perbedaan pendapat atau bahkan perselisihan sudah mulai terjadi. Hal demikian sangat wajar terjadi dalam suatu masyarakat yang heterogen dengan kompeksitas masalahnya yang tinggi. Mind set setiap individu memang berbeda, dan ketika perbedaan itu tidak diimbangi dengan toleransi, maka bisa berakibat konflik yang sebenarnya tidak perlu dalam banyak kasus.

Waktu terus berjalan, era perjuangan para pendahulu pun usai. Kini kita memasuki era perjuangan dimana kompeksitas masalah bertambah-tambah. Modernitas, liberalitas, dan aneka pradigma lain seolah saling menyongsong merebut perhatian dunia. Kejahiliyahan yang dulu kolot kini telah bermetamorfosis menjadi trendy. Akibatnya banyak orang menyukainya, menerapkanya, dan menjadikanya  sebagai pedoman dalam hidup. Dan demikianlah permasalahan menjadi sangat rumit karena suatu masalah besar tidak dianggap sebagai masalah.

Friday, February 28, 2014

Mau jadi seperti apa?

Standard
Di setiap persimpangan jalan kita harus kembali memilih
Kemana langkah kita akan tertuju?

Kini pun demikian
Aku telah sampai waktu untuk kembali memilih
Mau jadi seperti apa?

Warna dalam diri kita amat beraneka
Tumbuh saling mendesak
Mewarnai
Menghiasi
Meneduhkan pandangan
ah...sungguh indah

Satu sama lain saling mendesak untuk mendominasi
Dan kemudian yang mendominasi itu akan menjadi representasi
Bagaimana diri ini terlihat di luar itulah cerminan dalamnya

Terlepas dari perkara kemunafikan
Warna ini sungguh indah

Mau jadi seperti apa?
Hmmm...kembali dan kembali harus meneguhkan hati
I'm the special one!
So different and unique!

Tuesday, February 11, 2014

Ketetapan Hidup

Standard
"Percayalah, bahwa beban ini ada untuk menguatkan, beban ini ada untuk mengokohkan, beban ini ada untuk memuliakan".
  
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Inilah ketetapan Allah, bahwa kita akan diuji sesuai kadar keimanan kita. Semakin berat kadar iman, maka ujianya semakin berat pula.
  
Kalau ujian seperti ini saja sudah loyo, lalu bagaimana?. Bukankah di luar sana amat banyak orang yang diuji oleh Allah dengan beban yang lebih berlipat-lipat?. Cukupkah sampai disitu kadar imanmu sehingga engkau menyerah dengan ujian itu?. Atau ujian itu menjadikan engkau lebih kuat untuk mempersiapkan ujian-ujian lain yang lebih berat dimasa yang akan datang?

Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Maka, apa lagi yang menggusarkanmu?. Yakinlah dengan sebenar-benar keyakinan bahwa engkau mampu.   


Bukankah Allah Maha mengetahui sementara kamu tidak mengetahui?. Inilah hidup yang diciptakan sebagai penjara bagimu. Terasa berat memang, tapi inilah ketetapan bahwa kebahagiaan hakiki kita bukan disini, melainkan di jannah-Nya.


Cukuplah Allah menjadi penolongmu wahai abdulloh. Ingatlah, innalloha ma'ana: sesungguhnya Allah bersama kita. Kini kencangkanlah sabukmu, dan tataplah kedepan, harapkanlah ridho-Nya, bukan pujian semu.

Robbisrohli sodri wayassirli amri wahlul ‘uqdatammillisaani yafkahul kauli: Ya allah lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku, lancarkanlah lisanku dan baguskanlah ucapanku. Berdo'alah demikian sebagaimana Nabi Musa AS berdo'a pada Rabb-nya. 

"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan"

Saturday, February 8, 2014

Umi, Bapak Maafkan Aku

Standard
Malam ini begitu syahdu, aku terhanyut dalam memori masa lalu. Betapa panjangnya jalanan ini. 

Berkelok, menanjak, berbatu aku jalani.

Sampai tiba disaat mengenang kebahagiaan, keberhasilan, dan pencapaian aku terkejut.  Aku lupa bahwa mungkin ini semua adalah kebahagiaan umi dan bapak , tapi bukan kebahagiaanya yang hakiki.

Maafkan aku karena aku lalai Umi, Bapak.

Aku lalai mengingat apa maumu

Aku terlalu egois

Aku lupa kerjakeras luarbiasamu

Aku terlalu sok tahu

Dan malam ini aku disadarkan. Engkau yang terbiasa menutupi rasa kecewa, kini mengungkapnya dengan lesu. Seolah engkau tak punya hak pada putramu. Seolah tak ada wewenang mengatur. Engkau hanya berharap aku sadar. Dengan kelembutan kata penuh harap.

Kukatakan dalam hati, engkau berhak wahai Umi, Bapak. Sungguh teramat berhak mengaturku. Selama itu perkara yang haq, engkau benar-benar berhak.

Aku ini memang keterlaluan. Kemanakah saja selama ini. Teramat kurang memahami maumu. Padahal sudah telak aku tahu, ridhomu adalah ridho Illahi.

Dalam hening, kalimat sederhana itu terucap:
“nak satu saja keinginanku pada kalian, jadilah seorang yang alim, karena untuk jadi orang benar kita butuh ilmu, jangan terlalu memikirkan dunia, jangan sampe menyesal”

Hampir air mata ini tercurah, lalu ku tahan. Sungguh perkataanmu merasuki hatiku wahai Bapak. Aku sadar sembilan belas tahun ini terlalu dzolim diriku yang terlalu banyak memikirkan keduniawian. Mungkin aku sudah terlalu silau dengan tipuan fatamorgana duniawi.

Sungguh agung do’amu, bukan bercita putranya menjadi ternama atau kaya raya. Namun agar putranya menjadi seorang yang alim lagi solih.

Kini aku sudah terlampau jauh dari harapanmu. Maka, maafkan aku.
Malam ini menyedihkan, namun mencerahkan.

Umi, Bapak, aku tak mau jadi anak durhaka.

Terimakasih malam ini sudah mencurahkan rasa, do’a dan cita. Do’akanlah aku wahai Umi Bapak, semoga aku tak hiraukan lagi godaan setan yang menakutiku akan kesusahan, kelaparan, dan kemiskinan. Bimbinglah kami selalu, putra-putrimu wahai Umi, Bapak. Aku mencintaimu dalam segala keterbatasanku.


Thursday, February 6, 2014

Muhasabah

Standard
Sembilan belas tahun sudah diri ini berteduh di atas birunya langit dan bertumpu pada hijaunya bumi.

Sembilan belas tahun sudah aku menikmati bersihnya udara, menyegarkan diri dengan jernihnya air. 

Sembilan belas tahun sudah degupan jantung, kokohnya badan, dan sehatnya akal ku dapati.

Sembilan belas tahun, merupakan waktu yang lama dalam kehidupan ragawi manusia.

Sembilan belas tahun aku hidup dalam sebuah pencarian jati diri, sampai saat ini.

Lalu nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan?.

Sedih rasanya mengingat banyak dosa, kedzoliman, dan kekufuran yang menjangkiti diri ini. Benar-benar hamba yang tak tahu terimakasih!.  Begitu banyak nikmat yang telah Tuhan anugerahkan pada kita, namun nampaknya diri ini masih jauh dari kesyukuran hakiki. 

Saat melihat superioritas orang lain seringkali kita melayang, lupa akan anugerah Tuhan pada diri kita dan terjebak dalam ilusi. Tentunya jika iman sedang melemah bisa jadi kekufuran melanda. Merasa Tuhan tak adil, merasa iri, minder dan bahkan ketika ternyata motivasi yang timbul ternyata pun punya resiko. Bisa ada dua kemungkinan motivasi yang muncul. Bisa berupa motivasi untuk menjadi lebih baik sebagai wujud pengabdian pada Tuhan atau malah motivasi yang dimotori nafsu sehingga kerja keras yang timbul hanya karena ingin "terlihat baik". Bedanya sangat amat tipis, susah dibedakan. Hasilnya sama-sama terlihat pribadi yang populis, namun isinya berbeda. Yang satu berisi niatan islahun nafs (perbaikan diri) dan yang satu niatanya untuk jadi "beken" atau untuk dipuji. Termasuk yang manakah kita?. Jika cenderung pada poin yang kedua sebaiknya segera kita berbenah, jangan sampai amalan solih menjadi berbau busuk karena niatanya yang bernilai sampah!.

Wednesday, February 5, 2014

Trivium

Standard
Dimasa Romawi silam,  begitu banyak manusia terbelenggu dalam kebodohan. Bukan hanya kebodohan intelektual, lebih jauh yaitu kebodohan moral. Masa itu sungguh gelap, teramat mengerikan.

Teriakan derita akibat kebodohan pada giliranya meminta kebebasan, mengharap kemuliaan. Maka setelah kesadaran muncul, setitik cahayapun timbul. Kini giliran cahaya memainkan peran dalam gulita. Sederhana, namun mengesankan pada zamanya. Sebuah konsep Liberal Art diperkenalkan. 

Liberal Art atau "Artes Liberales" pada masanya dipahami sebagai disiplin ilmu yang menggagas tentang seni kebebasan. Harapanya, bisa terlihat jelas perbedaan antara orang yang bebas dibanding budak. Terlepas dari kontroversi ideologi kala itu, saya memahami bahwa inilah upaya pembentukan karakter.

Kekaisaran Romawi konon amat gencar menanamkan konsep Liberal Art ini, sangat penting menurut mereka. Dalam keterbatasan pengetahuan, yang saya tahu ada tiga inti dari konsep Liberal Art yaitu Grammer, Logika, dan Retorika, ketiganya lebih dikenal dengan istilah "Trivium".

Trivium, dalam bahasa latin sendiri bermakna Tiga Tujuan. Menurut saya, itu bermakna bahwa tiga inti konsep Liberal Art memiliki tujuan masing-masing dalam upaya membangun konsep Liberal Art itu sendiri. Sederhananya tiga inti tersebut adalah komponen-komponen yang membentuk satu pribadi, yaitu Liberal Art.

Saya terkesima dengan konsep ini, bukan karena esensinya, melainkan karena keindahanya memaknai perpaduan. Nampaknya saya lebih terkesima lagi saat mengaitkanya dengan kehidupan sekarang, tentang perpaduan. Telah hadir ditengah saya tiga perpaduan indah, sebagaimana Trivium meneguhkan konsep Liberal Art. 

Entah darimana asal kata Trivium yang sering kami gunakan untuk menyebut tiga komponen inti dalam organisasi kemahasiswaan. Namun demikian, saya pikir sangat relevan kaitanya terhadap makna Trivium dalam konsep Liberal Art. Pada pokoknya, Trivium bermakna tiga komponen yang berpadu.

Trivium dalam organisasi kemahasiswaan bukan sekedar masalah struktural. Terlepas dari kondisi masing-masing organisasi yang menerapkan konsep Trivium ataupun tidak, terdapat esensi yang lebih mendalam bahwa ternyata sehebat apapun pemimpin ia tak bisa sendiri.

Hakikat manusia adalah memiliki kekurangan dan kelebihan, maka dalam hal ini Trivium merupakan bagian yang saling menguatkan. Hal tersebut membuat saya teringat pada sebuah kisah, ketika Nabi Musa AS berdo'a pada Tuhan "... dan jadikanlah untukku pembantu dari keluargaku, yaitu Harun saudaraku" (Q.S. Thahaa: 29-30). Semakin memperkuat bahwa memang dalam berjuang kita membutuhkan partner yang menguatkan. Dalam do'a Nabi Musa tersebut dikabarkan bahwa Nabi Musa tidak memiliki kefasihan berbicara sebagaimana Nabi Harun sehingga beliau memohon pada Tuhan agar diperkenankan Nabi Harun menjadi partnernya dalam berjuang.

Monday, January 27, 2014

Sebuah Nama: Antara Do’a dan Cita "Inspiratif Mengabdi"

Standard
Kala itu orang tua kita sibuk mencari satu atau beberapa kata. Tak seperti biasanya, mereka teramat serius membuka lembaran buku, kitab, dan berbagai sumber hanya untuk memperoleh “kata”. Begitulah yang terjadi di hari turunya malaikat kecil di bumi. Ketika tangisan pertamanya pecah, keharuan tak tertahan memuncah. 

Hanya seuntai “kata”, namun sangat bermakna. Karena kata adalah do’a dan ungkapan harapan pada buah hati tercinta. “Kata” itu lah yang akan melekat pada ia, bahkan hingga nisan kuburnya. Di setiap nama ada do’a, ada cita. Maka, setiap panggilan yang terucap adalah do’a untuk kebaikan si empunya. Begitupula kami, sebuah keluarga yang baru saja lahir. Kami ingin di setiap waktu terucap do’a untuk kebaikan bersama.

Tujuh belas Januari silam, kami resmi terlahir sebagai sebuah keluarga besar. Dengan empat puluh tiga pengurus harian dan tujuh puluh delapan staff, keluarga ini bermula, Badan Eksekutif Mahasiswa FK UGM 2014. Disinilah kami bernaung dalam perjuangan tangguh satu tahun kedepan.

“Kobaran api perjuangan ini berasal dari percikan api inspirasi”. Pendahulu kami telah membuktikan betapa hebatnya mereka, betapa kokohnya tekat mereka, dan betapa luarbiasanya perjuangan mereka. Demikian pula sahabat kami di FK UGM, di UGM, dan bahkan seluruh rakyat Indonesia. Sungguh, semangat menebar manfaat mereka luar biasa!.

Saturday, January 18, 2014

Menepis Pesimisme

Standard

"Sejarahpun terukir, pesimisme tersingkir, dan semoga mampu menginspirasi setiap diri"

Sekitar satu setengah tahun silam, saya hadir di tengah lingkungan elit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM). Sebuah fakultas ternama dan salah satu yang paling bersejarah di Indonesia. Secara kualitas jelas tidak diragukan lagi, secara eksistensi pun mana ada yang tidak mengenal Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Namun, saya hadir bukan sebagai bagian dari program studi mayoritas di sana. Melainkan dari sebuah program studi termuda dan minoritas. Bukan masalah kelak akan jadi apa, melainkan seakan saya hidup di tengah hegemony.

Latar belakang saya masuk program studi Gizi Kesehatan itu sederhana, karena saya mencintai ilmunya, mencintai apa yang akan saya pelajari. Terlepas dari itu, memang sama sekali saya tidak pernah ingin jadi dokter.  Saya bersyukur atas karunia Tuhan.

Alhamdulillah sampai detik ini pun saya masih mencintai ilmu yang saya pelajari. Namun, memang hidup di tengah hegemony kerap menjadikan kita merasa tereliminir. Tanpa mengurangi  rasa hormat saya kepada profesi lain, harus diakui bahwa masih ada fanatisme profesi.

Barangkali semua yang saya jelaskan diatas salah, karena mungkin hati saya yang terlalu ciut untuk hidup dalam optimisme. Namun, setidaknya itulah yang menjadikan saya tidak pernah berharap muluk untuk adanya kesetaraan disini. Karena asa itu hampir tiada, saya hanya mampu berusaha sekuat tenaga untuk selalu bermanfaat.

Bukan hanya di lingkungan profesi, pesimisme pun rupanya terjadi pada saya dan sebagian rekan di ranah organisasi kemahasiswaan. Sekali lagi, banyak yang merasa tereliminir sekalipun jelas itu adalah perasaan bodoh. Opini pun bertebaran di berbagai kalangan bahwa ada organisasi yang lebih tendensius  pada prodi tertentu. Termasuk  di ranah Students Government, data membuktikan bahwa semua Katua Badan Eksekutif Mahasiswa FK UGM berasal dari program studi yang sama.

Merapikan Kenangan

Standard
"Dalam dimensi waktu yang bergulir, kini kita telah memasuki pertengahan januari yang penuh dengan berkah" 

Saya bersyukur kepada Tuhan masih bisa menikmati sensasi teduh dalam musim hujan ini. Sensasi teduh ini mengantarkan saya pada dimensi mimpi di 2014, sebuah proyeks hidup. Sederhana, ada beberapa hal yang ingin saya capai di 2014 ini, salah satunya adalah menulis buku.

Namun, hingga pertengahan januari ini saya belum kunjung menulis karena bingung tema yang akan diangkat. Awalnya saya ingin buku yang insya Allah terbit di penghujung 2014 ini laris diburu orang sehingga temanya pun harus populis. Tapi setelah saya pikir ulang, apa salahnya untuk sebuah inisiasi tak usahlah terlalu muluk, cukup bisa bermanfaat bagi orang lain saja sudah alhamdulillah.

Saya berharap 2014 ini akan menjadi tahun yang berwarna. Alhamdulillah wa Innalillahi saya dipercaya menjadi Presiden Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Memang barangkali itu terlalu biasa bagi banyak orang, tapi bagi saya ini adalah momen penting. Maka dari itu, saya memutuskan dalam target menulis buku saya di 2014 ini bukan lagi untuk menjadi populer. Sederhana saja, saya hanya ingin merapikan kenangan sepanjang 2014 ini.

Maka, insya Allah buku ini akan hadir dengan terdiri dari beberapa bagian. Saya akan mem-posting beberapa bagianya di blog saya agar setiap pengunjung bisa mendapatkan manfaat, walaupun mungkin sangat sedikit. Semoga semangat merapikan kenangan ini bisa terlaksana dengan konsisten.